Peran Pecalang Segara dalam Menjaga Terumbu Karang di Bali

Peran Pecalang Segara dalam Menjaga Terumbu Karang di Bali
info gambar utama

Pada tahun 1990-an, para nelayan Pantai Pemuteran, Kabupaten Buleleng, Bali biasa mengambil ikan tanpa menghiraukan terumbu karang. Tetapi kini mereka sadar lingkungan dan beberapa generasi selanjutnya kemudian menjadi pecalang segara.

Para pecalang di Pulau Bali adalah warga yang mendapatkan tugas menjaga dan membantu mengatur kegiatan, baik terkait upacara agama maupun adat. Tetapi di Desa Pemuteran, pecalang juga ditugaskan untuk menjaga ekosistem bawah laut.

Taman Mini Indonesia Dibangun di Polandia, Dimulai dari Anjungan Bali-Nusa Tenggara

“Pecalang laut tak harus bisa berenang, tetapi kebetulan semua bisa berenang. Selama 26 tahun ini kami membangun kepercayaan warga sendiri pentingnya menjaga lingkungan,” kata Ketua Pecalang Segara Desa Pemuteran, Made Gunaksa yang dimuat Kompas.

Disebutkan oleh Gunaksa, seiring berjalannya waktu, warga dan nelayan setempat mulai memahami arti pentingnya menjaga alam. Dikatakan olehnya, sekarang pecalang tak hanya menjaga laut dari ancaman nelayan liar, namun juga menanam terumbu karang.

Didorong kesadaran

Gagasan membentuk pecalang segara berasal dari ajakan I Gusti Agung Prana, seorang pemerhati pariwisata berbasis lingkungan. Dirinya berkeinginan agar masyarakat Pemuteran berani membangun perekonomian sendiri.

Prana melihat Pemuteran layaknya mutiara yang tersembunyi karena pantainya seperti teluk berlatar pegunungan. Ombaknya yang landai di pasir hitam sepanjang 6 kilometer membuat nyaman wisatawan yang datang.

Dirinya kemudian mengawali gagasannya ini dengan membangun Yayasan Karang Lestari serta pondok wisata dan berupaya menarik wisatawan asing singgah. Lambat laun turis sering berdatangan ke Pemuteran.

Melihat Keunggulan Garam Kusamba yang Telah Diakui Dunia

Prana kemudian mendatangkan pelatih agar warga bisa menanam terumbu karang, mencintai alam hingga manajemen pariwisata. Pelatihan yang diberikan oleh Prana kepada warga saat itu gratis.

Saat itu pelatihnya tidak main-main, Prana mengundang dua peneliti asing yang paham teknologi biorock. Hasilnya Pemuteran dinilai paling berhasil dalam konservasi terumbu karang karena mempunyai teknologi modern.

“Pengetahuan tentang alam makin luas dan warga benar-benar ingin maju untuk mengubah perekonomian mereka. Maka, warga menyepakati adanya pembentukan pecalang segara,” ucapnya.

Komitmen

Ketika itu desa membuka lowongan pecalang segara dengan berbagai persyaratan. Para pecalang segara harus memenuhi sejumlah kriteria yakni berusia lebih dari 30 tahun, berkomitmen terhadap lingkungan hidup, dan mempunyai pekerjaan.

Para pecalang ini akan bergantian berjaga setiap harinya. Berkeliling menaiki kapal cepat layaknya berpatroli laut. Sejak kelahirannya, nelayan lokal tak berani sembarang menangkap ikan karena ada pecalang segara.

“Jika menemukan pelanggaran, pecalang bertugas memberi peringatan dan pengertian agar tak diulang. Namun, jika tiga kali melanggar, mereka harus dihukum secara sosial berjalan menuju wantilan (balai pertemuan desa sambil mengangkat beras 25 kilogram dengan disaksikan seluruh warga. Syukurnya belum ada,” kata Gunaksa.

Mengenal 5 Stadion Piala Dunia U-17 di Indonesia, Ada Sejarahnya!

Dirinya mengungkapkan, pihak desa masih memperbolehkan adanya nelayan tetapi harus tetap menaati peraturan dan zonasi. Ada zonasi terumbu karang, wisata, dan nelayan. Pecalang juga mempunyai aturan kepada wisatawan.

Ardun, warga Pemuteran menceritakan betapa Pantai Pemuteran dahulu tak seindah saat ini. Awalnya dia dan warga lainnya pun tak memperdulikan soal lingkungan, termasuk bila terumbu karang rusak dan ikan-ikan mati.

“Pondok wisata sama sekali belum ada. Pantai ini sepi dan hanya tumbuhan berduri saja di sepanjang pantai ini. Jauh berbeda dengan sekarang. Tak menyangka bisa indah seperti sekarang,” katanya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini