Lipa Saqbe, Wastra Khas Orang Mandar yang Dibawa Pedagang Arab dan India

Lipa Saqbe, Wastra Khas Orang Mandar yang Dibawa Pedagang Arab dan India
info gambar utama

Wastra tidak hanya diartikan sebagai pakaian yang dipakai, tetapi terdapat simbol-simbol di dalamnya yang merupakan bentuk komunikasi melalui cara berpakaian. Produk-produk seperti batik, songket, sulam, dan ikat dianggap sebagai bagian dari warisan wastra Nusantara.

Proses penciptaan wastra melibatkan berbagai teknik, salah satunya adalah teknik tenun. Teknik ini digunakan oleh masyarakat untuk menciptakan kain dengan cara menyatukan benang secara horizontal dan vertikal.

Salah satu contoh produk tenun yang menggunakan benang sutra adalah sarung sutra yang berasal dari Suku Mandar, yang tinggal di daerah Kabupaten Polewali Mandar (Polman) di Provinsi Sulawesi Barat.

Tradisi tenun sarung sutra Mandar telah ada sejak abad ke-16, dan sarung ini terkenal karena kualitasnya yang halus serta warnanya yang tahan lama. Sarung sutra Mandar juga dikenal dengan sebutan lipa saqbe Mandar.

Kain Tenun Baduy, Menjalin Identitas Budaya dan Memulai Kemandirian Ekonomi

Sebelas motif

Awalnya, kain tenun ini diperkenalkan ke Indonesia oleh pedagang Arab dan Gujarat dari India pada abad ke-14. Kain sarung sutra memiliki bentuk lebar yang dijahit pada kedua ujungnya sehingga membentuk tabung.

Lipa saqbe Mandar, pada dasarnya, memiliki dua ciri khas corak atau motif, yaitu sure’ dan bunga. Motif sure' berbentuk garis geometris sederhana yang menjadi ciri klasik lipa saqbe Mandar. Sementara motif bunga merupakan perpanjangan dari motif sure', dengan penambahan dekorasi flora dan fauna.

Dari kedua motif ini, ada 11 turunan penamaan motif sarung sutra Mandar, termasuk sure’ penghulu, sure’ mara’dia, sure’ puang limboro, sure’ puang lembang, sure’ batu dadzima, sure’ padzadza, sure’ salaka, sure’ gattung layar, sure’ penja, sure’ bandera, dan sure’ beru-beru.

Sarung sutra Mandar dengan corak sure’ kotak-kotak dibuat dari garis-garis lurus yang tegak vertikal dan melintang horizontal. Motif ini saling bersilangan, mengandung makna sebagai representasi aturan yang kuat dan tegas dalam masyarakat Mandar. Dari perspektif sosial, garis vertikal mencerminkan hubungan antara pemimpin dan rakyat, sedangkan garis horizontal mencerminkan interaksi antara sesama rakyat.

Kenali Nagari Pandai Sikek yang Ekonomi Warganya Bergantung dari Kain Tenun

Warna terang, pola sederhana, namun halus

Salah satu keunikan yang membedakan sarung sutra Mandar adalah penggunaan warna-warna terang atau cerah, seperti kuning, merah, hijau, biru, hitam, cokelat, dan putih, dengan desain garis geometris yang lebar.

Meski polanya terlihat sederhana, sarung sutra Mandar mengandung unsur garis lurus, zig-zag, dan lengkung. Benang sutra, benang emas, dan benang perak digunakan sebagai bahan utama pembuatannya, menjadikan sarung sutra Mandar tampak istimewa dan memukau.

Tak heran bahwa sarung sutra Mandar dianggap sebagai salah satu jenis kain sutra paling halus di Nusantara. Penggunaannya pun terbatas pada acara-acara istimewa seperti pernikahan, upacara adat, upacara keagamaan, dan kadang-kadang digunakan dalam Salat Jumat di masjid.

Pembuatan sarung sutra Mandar melibatkan beberapa tahapan. Ini termasuk pemilihan benang (bannang) yang melibatkan ma’unnus (penarikan benang) dan matti’or (pemintalan benang). Proses juga mencakup pewarnaan (maccingga) menggunakan bahan alam dan kimia, pelilitan benang pada kaleng (manggalenrong).

Selain itu, ada langkah-langkah seperti pemindahan benang ke bambu untuk dijadikan benang pakan (mappamaling), sumau’ atau pengaturan benang lungsin untuk membuat sautan (panjangnya sekitar 6 meter), mappatama atau memasukkan benang lungsin yang telah dilepas dari sautan ke dalam tandayang untuk ditenun, dan langkah terakhir yaitu manette atau proses penenunan.

Harga sarung sutra Mandar berkisar mulai dari Rp200 ribu hingga jutaan rupiah. Tnetu, kain yang satu ini wajib menjadi buah tangan ketika datang ke Sulawesi Barat.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Fazer Mileneo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Fazer Mileneo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini