Masyarakat Palembang memiliki keterikatan erat dengan Sungai Musi sebagai sumber segala kebutuhan. Hal ini telah terekam dari sejarah Kerajaan Sriwijaya yang memanfaatkan Sungai Musi untuk kehidupan.
Kebermanfaatan Sungai Musi bisa terlihat dalam ragam kuliner ikan yang lahir dari Bumi Sriwijaya. Hingga kini beberapa kuliner ikan tersebut masih bisa dinikmati, walau tak sedikit sulit dicari karena semakin langkanya bahan.
Misteri Hantu Banyu yang Menakutkan bagi Masyarakat Sungai Musi
Dimuat dari Sarekat Hijau Indonesia, ekosistem Sungai Musi merupakan surga bagi ratusan jenis ikan air tawar. Diperkirakan sekitar 620 jenis ikan air tawar sehingga menjadikannya sumber pangan protein bagi masyarakat Sriwijaya.
Salah satu makanan favorit dari olahan ikan adalah pempek. Makanan ini adalah hasil dari olahan daging ikan dan sagu. Bentuknya lenjeran atau bulat memanjang. Pempek dapat bertahan selama beberapa hari, sehingga dapat dibawa dalam perjalanan.
“Jika pempek mengeras, makan diiris tipis-tipis, dijemur, lalu dipanggang menjadi kerupuk,” ucap Taufik Widjaja dan Yusuf Bahtimi dalam Sungai Musi yang Kehilangan Arsipnya.
Beragam olahan ikan
Disebutkan oleh Taufik, selain dijadikan pempek, ikan juga dijadikan masakan lain seperti pindang, sup ikan yang menggunakan rempah-rempah. Bila hasil ikan berlebih, akan diolah menjadi ikan asap, ikan asin, hingga pekasem.
“Hasil pengolahan ikan tersebut kemudian dimasak pindang, dibakar, atau ditumis (menggunakan sedikit minyak goreng),” jelasnya.
Sungai Musi yang Jadi Denyut Kehidupan Masyarakat Pesisir Sumsel
Saat beras menjadi makanan pokok, Taufik menyatakan beragam jenis masakan berbahan ikan tersebut tetap bertahan hingga saat ini. Pada perkembangannya, ikan dan olahan ikan menjadi komoditas ekonomi bagi masyarakat yang hidup di ekosistem Sungai Musi.
Ternyata hal ini memberikan kehidupan makmur bagi masyarakat Palembang. Kemakmuran tersebut mengundang sejumlah pendatang dari berbagai wilayah di Asia Tenggara dan India untuk menetap di pedalaman ekosistem Sungai Musi.
Alat tangkap lestari
Dijelaskan olehnya, pedalaman ekosistem Sungai Musi pada masa pemerintahan Hindia Belanda dikenal sebagai sentra ikan. Misalnya Sirah Pulau Padang, Pampangan, Pangkalan Lampan, Ogan Komering Ilir (OKI), Muara Kuang dan Pemulutan.
Selain tradisi kuliner, keberadaan ikan juga melahirkan tradisi ritual yang disebut sedekah sungai. Sebuah ritual memuja dan berterima kasih kepada Tuhan yang telah memberikan rezeki berupa ikan.
Begini Usaha Kementerian Kelautan dan Perikanan Selamatkan Ikan Belida
Walau ikan cukup melimpah, masyarakat di ekosistem Sungai Musi, menggunakan alat tangkap ikan yang lestari. Alat tangkap ini disebut bubu. Bubu adalah perangkap ikan yang terbuat dari bambu atau rotan berbentuk lonjong.
“Dinilai lestari karena ikan yang terperangkap di dalam bubu tidak mati. Juga dapat dipilih ukuran ikannya. Yang besar diambil, kecil dikembalikan ke alam,” pungkasnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News