Mengenal Patola, Cikal Bakal dari Motif Batik Zaman Sekarang

Mengenal Patola, Cikal Bakal dari Motif Batik Zaman Sekarang
info gambar utama

Motif batik yang sedang populer di era saat ini sebagian besar bersumber dari pola-pola yang indah dan mewah yang mempunyai akar yang mendalam dalam budaya India. Melalui proses akulturasi dan adaptasi yang berkelanjutan, motif-motif ini telah berhasil mempertahankan relevansinya dan terus eksis dalam dunia fashion selama berabad-abad.

Penggunaan kain batik yang dihiasi dengan berbagai motif telah menjadi pilihan yang umum dalam berbagai acara dan kegiatan. Motif batik dapat ditemukan dalam beragam jenis pakaian, seperti blouse, kemeja, celana, dan bahkan digunakan sebagai bahan kain dalam berbagai karya seni kreatif.

Salah satu contoh motif batik yang sangat diminati adalah batik Jlamprang, yang berasal dari kota Pekalongan. Motif ini memiliki kemiripan dengan motif batik Nitik yang populer di Yogyakarta. Jenis motif seperti ini telah ada dalam sejarah budaya Jawa sejak zaman kuno dan sering disebut sebagai Patola.

Baca juga: Contoh-contoh Motif Batik Flora Khas Nusantara

Dalam bukunya yang berjudul "Indonesische Siermotieven: Indonesian Ornamental Design," seorang arkeolog bernama Van der Hoop menggambarkan desain Jlamprang sebagai kumpulan lingkaran yang bersentuhan satu sama lain, dengan mawar dan motif-motif lain yang mengisi ruang di antara lingkaran-lingkaran tersebut.

Sandra Sardjono, seorang peneliti seni dan tekstil, menjelaskan bahwa motif Jlamprang sebenarnya berasal dari pola Patola, sebuah motif ganda ikan yang khas dari India yang juga dikenal dengan sebutan chhabadi bhat atau motif keranjang. Di India Barat, motif Patola dianggap sebagai simbol kesucian, keberuntungan, kebahagiaan, dan kemakmuran.

Motif Patola pertama kali diyakini muncul pada abad kelima dan dihargai sebagai kekayaan oleh masyarakat pantai barat India. Penenun sutra pada waktu itu menciptakan pakaian sutra yang berwarna-warni dan berkualitas tinggi, yang segera menjadi sangat terkenal.

Bahkan di dalam kompleks Candi Prambanan, yang berasal dari abad ke-9 Masehi, motif Patola ditemukan pada dinding-dindingnya, menunjukkan bahwa motif ini telah menjadi bagian integral dari budaya Jawa selama berabad-abad. Selain itu, beberapa arca dari Kerajaan Singasari pada abad ke-13 juga menampilkan motif Patola pada pakaian dewi-dewi, menunjukkan bahwa motif ini digunakan oleh kalangan bangsawan.

Diperkirakan motif patola ini muncul sekitar abad kelima, mengacu pada Prasasti Mandasor oleh Kumaragupta dan Bandhuvarman tahun 473-474 M, Dalam prasasti tersebut tergambar jelas kebanggaan masyarakat di pantai barat India pada keahlian dan profesi mereka.

Para pengerajin kain tenun sutra menghiasi seluruh negeri dengan pakaian sutranya yang beraneka warna, tekstur halus, dan memiliki kualitas tinggi.

Baca juga: Museum Batik Sudah Dibuka, Jadi Sarana Baru untuk Pengetahuan Tentang Batik

Pada abad ke-18, kain bermotif Patola menjadi barang mewah yang sangat diminati oleh bangsawan Jawa dan Sumatera, meskipun sulit untuk ditemukan. Sebagai tanggapan terhadap permintaan yang tinggi, beberapa daerah di Jawa mulai memproduksi kain dengan motif yang serupa, meskipun dengan teknik pembuatan yang berbeda. Di Pekalongan, kain semacam ini dikenal sebagai batik Jlamprang yang memiliki warna-warna cerah yang khas, sementara di Yogyakarta, dikenal sebagai motif batik Nitik dengan warna yang lebih cenderung ke arah coklat.

Motif batik yang menyerupai Patola dalam karya seni batik di Jawa merupakan hasil dari akulturasi budaya yang berasal dari India, Cina, dan Jawa. Saat ini, batik tidak lagi diidentikkan dengan kalangan atas, melainkan telah menjadi salah satu simbol yang paling diakui dari identitas budaya Indonesia dalam skala internasional. Batik bukan hanya sekadar pakaian, tetapi juga sebuah warisan budaya yang kaya dan berharga.

Sumber referensi:

  • https://historia.id/kuno/articles/patola-cikal-bakal-motif-batik-masa-kini-DLgmQ/page/2

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini