Griya Schizofren, Komunitas yang Hadir Sebagai Kepedulian terhadap Isu Mental Health

Griya Schizofren, Komunitas yang Hadir Sebagai Kepedulian terhadap Isu Mental Health
info gambar utama

Triana Rahmawati, mahasiswa yang pernah berkuliah di Sosiologi Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, memiliki rasa kepedulian terhadap penderita penyakit mental Ketika isu mental health belum seramai sekarang. Kondisi dimana tenaga psikolog professional berjumlah terbatas namun penderita kesehatan jiwa tidak terbatas. Atas dasar rasa kepedulian itu, pada tahun 2012, Triana bersama dengan mahasiswa Sosiologi UNS lainnya membuat Yayasan Bernama Griya Skizofren.

Schizofren berasal dari gabungan beberapa kata; sc berarti social, hi berarti humanity, zo berarti zone, dan fren berarti kawan. Dari nama ini tentu saja menjadi harapan bagi Triana dan teman-teman Scizofren lainnya untuk menjadi wadah bagi anak muda yang peduli untuk melakukan aksi kebaikan mengenai masalah kejiwaan. Scizofren dibuat sebagai penghubung penderita ganggugan mental dengan masyarakat luas dengan harapan meningkatkan awareness masyarakat mengenai isu mental health.

Saat awal kali terbentuk, Scizofren melakukan fokus kegiatan pembinaan di Panti Griya PMI Surakarta, dimana panti ini menjadi tempat singgah bagi banyak anak kecil yang jauh dari orang tuanya. Dengan kondisi ini tentu rawan untuk stress dan mempengaruhi kondisi kesehatan jiwanya. Schizofren sebagai yayasan tentu mencoba membantunya dengan memposisikan dirinya sebagai teman bagi anak-anak Panti Griya PMI. Dengan begini korban akan merasa diterima sebagai “orang” diantara society.

Beban Ganda Kesehatan di Desa Pesisir Gorontalo: Penyakit Menular dan Tidak Menular

Niat baik sebagai relawan tentu tidak mungkin dilakukan dengan seorang diri. Pasti dibutuhkan tenaga relawan yang lebih banyak untuk mencapai tujuan dan visi misi. Untuk itu Schizofren melibatkan tenaga ahli psikolog dan psikiater sebagai tenaga yang membantu korban secara professional. Selain itu juga melibatkan volunteer dari umum non medis yang berguna untuk membantu dalam berinteraksi dengan korban.

Cara membantunya dapat dengan melibatkan pada acara yang berhubungan dengan masyarakat seperti ulang tahun, 17 Agustus, lebaran, dan acara lain. Selain itu dengan memberi kesempatan kepada mereka untuk bekerja dengan kondisinya; bisa saja menjadi fasilitator, desain grafis, dan pekerjaan lain yang tidak mengganggu kondisinya sekarang.

Kemajuan yang sudah terasa di komunitas Schizofren menjadikan mereka layak untuk mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Award dari Astra. Setelah penerimaan penghargaan ini banyak dampak yang dirasakan oleh komunitas Schizofren. Terangkatnya nama Schizofren menyebabkan peningkatan jumlah volunteer yang bergabung mulai dari tenaga dokter dan psikolog professional sampai anak muda dari bidang non medis. Hal ini tentu saja sangat membantu mengingat ada ratusan orang yang harus diperjuangkan. Rencana kedepannya, dengan kualitas dan kuantitas relawan yang meningkat, Schizofren akan berfokus kepada pendampingan keluarga selain penampingan di panti.

Seperti yang dijelaskan Triana, banyak komunitas volunteer yang berhenti dan vakum karena kurangnya pendanaan di dalam komunitasnya. Sadar akan hal itu, komunitas Schizofren memanfaatkan kemampuan anggota Schizofren untuk melakukan sociopreneurship; sebuah istilah yang menggabungkan entrepreneurship denan isu sosial, dalam hal ini mengenai mental health. Mereka menjual kaos, merchandise, dan bisnis lain yang berhubungan dengan isu sosial mental health.

Gandeng Bidan Desa, Mahasiswa Bina Desa Laweyan Gelar Sosialisasi Penyakit Difteri

Selain itu juga Schizofren juga bekerja sama dengan komunitas lain untuk meningkatkan engagement dan juga mempertahankan ekstensi mereka di masyarakat. Beberapa pendanaan juga didapatkan dari bantuan dari beberapa stakeholder yang rela memberi donasi yang tentu saja didapat setelah memenangkan penghargaan SATU Indonesia Award dari Astra.

Sebagai penutup, Triana Rahmawati sebagai pendiri Schizofren berpesan kepada semua pelaku di komunitas relawan manapun untuk tetap mempertahankan nafasnya di tengah masyarakat. Untuk mempertahankannya tentu saja dengan tetap terhubung dengan komiunitas lain dan menghindari overthinking yang dapat melemahkan kekuatan komunitas. Lebih baik bermain di lingkup yang kecil namun memberikan dampak yang besar daripada bermain di lingkup luas namun sedikit dampaknya.

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

HM
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini