Beban Ganda Kesehatan di Desa Pesisir Gorontalo: Penyakit Menular dan Tidak Menular

Beban Ganda Kesehatan di Desa Pesisir Gorontalo: Penyakit Menular dan Tidak Menular
info gambar utama

Kecamatan Batudaa Pantai, kecamatan yang bertemu langsung pada Teluk Tomini. Daerah yang amat kaya akan hasil lautnya, pemukiman masyarakat sering kali langsung bertemu pada bibir pantai, dan pada arah utara masyarakat akan bertemu dengan area perbukitan yang menjadi perkebunan kelapa, cengkeh, lada, dan ragam macam lainnya.

Namun, di balik kekayaannya, terdapat hantu menakutkan yang kelak apabila tidak dipahami dan dituntaskan akan menihilkan segala macam kekayaan alam tersebut. Hantu tersebut berwujud kesehatan atau lebih tepatnya ialah penyakit menular dan penyakit tidak menular yang masih menjangkiti Batudaa Pantai. Artikel ini ingin mengajak pembaca untuk membedah beban ganda kesehatan tersebut dan mengajak kepada gerakan yang berkelanjutan dalam mengatasinya.

Apabila kita mencoba melihat Batudaa Pantai dalam angka maka akan ditemui jumlah penduduk sejumlah 12.199 orang yang terbagi menjadi 9 desa dengan hampir 60% pendudukan berada dalam usia produktif. Bermodal kekayaan alam dari laut dan perkebunan, nelayan dan petani adalah bagian yang integral dari desa-desa di pesisir Gorontalo ini.

Taman Burung Jagat Satwa Nusantara: Rumah bagi Hewan Langka Indonesia

Pola konsumsi di masyarakat pun dipengaruhi oleh melimpahnya hasil laut seperti ikan cakalang, ikan ochi, dan cumi-cumi dan juga hasil perkebunan seperti kelapa. Akan tetapi, pola ini tidak disertai konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang beragam, di mana kurangnya variasi pangan ini disebabkan kedua sumber pangan tersebut tidak dapat diproduksi sendiri di daerah.

Alhasil, konsumsi tradisional masyarakat biasanya akan menjadi penganan tinggi lemak, tinggi kalori, tinggi garam, serta tinggi kolestrol.

Pola konsumsi tersebut menjadi cikal bakal tingginya penyakit tidak menular seperti hipertensi primer yang angkanya sebesar 1.119 orang pada tahun 2022 dan menduduki peringkat 2 penyakit tertinggi di Puskesmas Batudaa Pantai.

Contoh lainnya, konsumsi tinggi kalori tinggi gula juga menyebabkan diabetes melitus berada dalam posisi 9 penyakit tertinggi dengan 246 orang teridentifikasi diabetes. Salah satu pemeriksaan kesehatan yang tidak dapat dilakukan oleh puskesmas akibat kekurangan pembiayaan adalah pemeriksaan kadar kolesterol darah.

Pada saat mahasiswa KKN Kolaboratif UGM dan UNG mengadakan kegiatan skrining kesehatan, dari 65 peserta skrining dengan usia yang beragam, 51 di antaranya ditemukan memiliki kadar kolesterol darah melebihi batas ambang normal.

Fakta kesehatan ini akan terus berkembang seiring dengan pola konsumsi tradisional masyarakat yang tidak beragam dan disertai menurunnya aktivitas fisik ketika sedang tidak memasuki musim melaut dan bercocok tanam.

Tidak cukup dengan beban baru penyakit tidak menular yang mesti dipikul, beban lama berupa penyakit menular masih menjadi momok di masyarakat. Salah satu yang menjadi perhatian utama di komunitas Batudaa Pantai ialah tuberkulosis (TB).

Pandemi COVID-19 Membuat Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia Membaik

TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan biasanya menyerang paru-paru, namun dapat pula mempengaruhi bagian lain seperti tulang, ginjal dan bahkan otak. Hingga saat ini, prevalensi TB di Batudaa Pantai masih menempati 10 penyakit tertinggi berdasarkan data dari puskesmas, tepatnya posisi ke-7 dengan 323 individu teridentifikasi TB klinis dan bukan tidak mungkin bahwa angka tersebut jauh lebih tinggi pada realitanya.

Adapun kenapa TB menjadi penyakit menjelma dan berkembang di Batudaa Pantai adalah karena faktor risiko yang terkait dengan penularan TB berupa kepadatan penduduk yang tinggi dan kondisi perumahan yang belum mencapai rumah sehat, keterbatasan ventilasi yang memfasilitasi penyebaran bakteri TB, kontak dengan penderita TB, akses terbatas atas layanan kesehatan, pendidikan tentang TB, fasilitas perawatan yang kurang memadai, dan kebiasaan merokok.

Mahasiswa KKN Kolaboratif UGM dan UNG dalam kegiatannya mencoba mengurai akar masalah beban ganda kesehatan dengan analisis 5 M dan ishikawa sebagai berikut: (1) Machine yang berupa fasilitas pemeriksaan yang terbatas; (2) Material yang berupa keterbatasan bahan pemeriksaan dan suplai yang berbiaya tinggi, sumber pangan yang tidak variatif, sanitasi dan rumah sehat yang belum tercapai, dan obat kategori keras yang masih dijual bebas di masyarakat; (3) Methods yang berupa tidak terlaksananya prolanis, tidak efektifnya posbindu, tidak adanya insentif kepada petugas kesehatan dalam pengembangan program; (4) Man yang berupa kekurangan tenaga kesehatan dan upaya mempertahankan tenaga kesehatan, beban kerja tinggi pada sektor pelayanan, literasi masyarakat yang rendah, rendahnya kepatuhan medis, serta kepercayaan terhadap tenaga kesehatan yang masih rendah; dan (5) Money yang berupa belum optimalnya insentif terhadap tenaga kesehatan, proses pencairan dana yang terhambat.

Diperlukan keseriusan dalam mengangkat beban ganda kesehatan. Fakta bahwa beban tersebut terdiri dari berbagai faktor yang teranyam menjadi sebuah kompleksitas mengharuskan kita untuk memulai pendekatan dengan integratif pula.

Sejauh ini fokus pada kesehatan selalu bersifat kuratif, sehingga anggaran terus menerus mengalir kepada rumah sakit dan bakat-bakat terbaik pun juga berkumpul di rumah sakit besar. Hasilnya adalah terus bertambahnya beban kesehatan dan beban pembiayaannya.

Pesta Rakyat Meriahkan Upacara Peringatan HUT ke-78 RI di Ankara

Keseriusan ini harus berupa pembaruan fokus pada promosi dan prevensi kesehatan dengan penguatan puskesmas, penguatan dasar seperti tenaga kesehatan yang memadai, pemberian insentif dalam pengembangan program agar terjadi program-program tepat guna dan tepat sasaran yang menyesuaikan tantangan lokal di masyarakat, serta pengadaan kolaborasi puskesmas, desa, lembaga nonpemerintahan, dan masyarakat.

Kembali ke awal artikel, Batudaa Pantai tak kurang-kurang dalam kekayaan alamnya. Namun, kekayaan tersebut hanya dapat menemukan kesejatiannya apabila diikuti oleh kekayaan summber daya manusia yang sehat sentosa.

Penulis: Rizki Rinaldi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM

Redaktur: Geraldy Kianta, Fakultas Kehutanan UGM

Fotografer: Ufaira Rafifa Huda, Fakultas Pertanian UGM

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KP
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini