Kenapa Lagu Ini Gak Diajarkan di Sekolah, Bli Budjana?

Kenapa Lagu Ini Gak Diajarkan di Sekolah, Bli Budjana?
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Mengenal gitaris band pop rock Gigi satu ini, yang kalau solonya sudah berbeda (atau sedikit berbeda) sekali dengan yang dia mainkan di Gigi, adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Terutama kalau kita bicara soal lagu Hyang Giri dari album Mahandini yang sempat mengguncang Negeri itu—selain karena dia berkolaborasi dengan musisi luar negeri kenamaan, dia juga dengan beraninya mengajak Soimah, sinden kondang (yang lebih sering berkeliyaran sebagai pelawak) untuk menyanyikan sebuah lagu full berbahasa Jawa—bayangkan, seorang gitaris band papan atas berani mengambil keputusan seperti ini, setidaknya untuk album solonya. Nekat, berani, tapi juga kreatif. Tiga hal yang sama sekali tidak bisa dipisahkan dari beliau.

Saya sudah masuk ke dunia perkuliahan ketika lagu Hyang Giri dari Dewa Budjana (yang melibatkan Soimah sebagai penyanyi dan penulis lirik) dirilis di platform digital online yang bisa ditonton di seluruh dunia. Tapi, yang lebih gilanya lagi: saya berada di akhir masa pengabdian saya di Politeknik ketika saya pertama kali mendengarkan lagu itu secara benar.

Dewa Budjana di KBRI Madrid, Spanyol. 2023 // Dokumentasi Pribadi Dewa Budjana
info gambar

Nama Dewa Budjana bukan orang yang asing di telinga penikmatnya sebagai tukang eksplor budaya—yang sejujurnya, hanya sedikit sekali dia mengeksploitasi kebudayaannya sendiri (yang mana dia meminjam bebunyian Bali yang kemudian dia tuang dalam melodi gitarnya) atau kebudayaan Jawa yang, terima kasih atas Bapaknya yang jaksa yang berpindah-pindah, dia dapatkan hampir seumur hidupnya di Surabaya. Namun, terus terang saja, kalau urusan untuk membawa budaya Jawa di lagu solonya (tanpa harus memakai blankon atau jarik), baru dia lakukan di lagu Hyang Giri.

Bumi Menak Sopal Punya, Uniknya Tradisi Nyadran di Kabupaten Trenggalek

Mendengarkan Hyang Giri seperti sesuatu yang membuat saya mempertanyakan seumur hidup kenapa pelajaran Bahasa Jawa di sekolah sama sekali tidak menyenangkan ini. Budjana, di media online menyatakan, bahwa lagu ini terinspirasi dari kejadian meletusnya Gunung Agung, dan bagaimana “Indonesia merupakan negara yang dikelilingi oleh cincin api”. Sebuah lagu yang beranjak dari struktur “membosankan” lagu khas tradisional Jawa, namun tetap tidak harus menghilangkan unsur aslinya.

Dan, dengan menggunakan bahasa “sastrawi” orang Jawa yang ditulis oleh Soimah (terima kasih atas pendidikan sastra Jawanya di tempat kuliah), membuat saya makin mempertanyakan sesuatu: apakah ada kepikiran—di benak-benak Para Leluhur dan Para Pemangku Jabatan—soal merevolusi sedikit bagaimana pembelajaran soal kebudayaan sendiri di bangku sekolah, yang daripada membuat orang-orang bosan dan sama sekali tidak nyantol dengan kehidupan modern, malah membuat tertarik meskipun sedikit?

Budjana mungkin bukan figur yang “muncul” di tengah musisi gaek dalam kehidupan modern Gen Z seperti Duta Modjo ataupun Ahmad Dhani. Tapi, ada satu hal yang menarik soal dia: bagaimana teman satu band-nya memandangnya sebagai orang yang mengagungkan seni musik (ataupun seni lukis, di mana dia meminta pelukis kenalannya untuk melukis gitar-gitarnya), dan bagaimana dia bisa pergi mendaki ke Gunung—sekedar merayakan ulang tahun atau untuk syuting video klip (yang saking ekstremnya, dia juga bisa hanya bertelanjang dada sambil menggunakan sarung dan main gitar. Wow!). Sesuatu mengatakan kalau dia punya pemikiran yang dalam soal alam sekelilingnya, mendapatkan pencerahan spiritual, sampai berkarya terintegrasi dengan alam.

Jelas Budjana bukan Biksu yang demen bertapa. Tapi, kedalaman dalam sebuah makna budaya, merupakan hal yang hilang. Membawakan lagu bernuansa Jawa dengan menggunakan pemain bule (dan pernah dia bawa sekali membawa Mohini Dey, bassist yang bermain di Hyang Giri, untuk bermain bersamanya di acara Java Jazz tahun 2019), tidak mengenakan pakaian bernuansa Jawa, dan hanya Soimah yang berdandan menggunakan konde yang menyelaraskan statusnya sebagai seorang sinden Jawa yang menyelimuti lagu instrumental Budjana dengan lirik: sesungguhnya, hal itu sama sekali tidak terpikirkan jika kita hanya mengilhami kebudayaan kita dengan “sesuatu yang nampak di muka”, tapi jika kita mengetahui sesuatu yang dalam, semua itu bakal jadi nafas yang mengalun di udara sekitar kita.

Pecinta Pedas Wajib Coba! Nikmatnya Nasi Gegok Khas Kabupaten Trenggalek

Ketika ditanya soal kenapa dia (yang beragama Hindu) mau membuat lagu rohani bernafaskan Islam dengan member Gigi, dia hanya menjawab, “Selama itu belum dilarang” atau “Selama mengajarkan kebaikan”. Dan bagaimana dia sangat menyenangi ketika diperkenalkan di atas panggung oleh vokalis Armand Maulana, “Budjana, yang beragama Hindu, mau bermain di lagu-lagu religi Islam” sebagai bentuk penyerahan diri, bukan karena paksaan dari pihak manapun.

Jadi, bisakah kesenangan dan kebahagiaan ini ditampakkan juga dalam pelajaran budaya yang cenderung membosankan? Mungkin, di era feminisme ini, banyak hal-hal juga yang harus kita pikirkan dari sebuah kebudayaan yang mengkotak-kotakkan gender (atau malah aslinya membebaskan insan manusia untuk menjadi apapun yang kita mau), tapi ada satu keindahan yang tersisa di dalamnya yang bisa digali: bukan hanya sebatas memperkenalkan tanpa cerita utuh “Baik, ini adalah lagu berbahasa Jawa yang harus dihafalkan besok dan tolong kita nyanyi aja ya, daripada kita sama-sama menelaah soal ini maknanya soal apa dan kenapa bisa sebagus ini”.

Berkesenian memang sudah menjauh dari pelajaran budaya, yang sangat ironi, karena kebudayaan kita memang tidak jauh-jauh dari namanya tarian, nyanyian, hingga kata-kata yang berirama. Dan, hanya bisa muncul dari wajah yang terlalu mengikat, dan hanya sebatas “kamu orang Jawa nggak boleh begini dan begitu”.

Semoga kesenangan masih bisa kita terima suatu saat nanti. Semoga.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AJ
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini