Cerita Klenik Soal Tumbal Proyek, Benarkah Sudah Ada Sejak Zaman Belanda?

Cerita Klenik Soal Tumbal Proyek, Benarkah Sudah Ada Sejak Zaman Belanda?
info gambar utama

Ketika membicarakan sebuah proyek, seperti pembangunan jembatan, jalan raya, jalan tol, ataupun berbagai proyek lain yang cukup besar pasti muncul istilah tumbal proyek. Biasanya alat yang digunakan sebagai tumbal bukan saja hewan tetapi manusia.

Walau zaman telah modern, kepercayaan ini masih lekat pada masyarakat baik perdesaan hingga perkotaan. Bahkan dipercaya sejarah dan asal-usul tumbal proyek sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Bregas Pranoto dalam Kenapa Orang Takut Jadi Tumbal Proyek yang dinukil Jurno, Selasa (24/10/2023) menceritakan tentang seorang penjahat sakti yang jadi kaki tangan pemerintah kolonial Belanda.

Belanda Akui Kemerdekaan Indonesia, Diminta Kembalikan Rp504 Triliun?

“Tugasnya menculik anak-anak supaya bisa ditumbalkan untuk membangun jembatan, jalan raya dan bangunan penting lainnya,” paparnya.

Onghokham pada Madiun dalam Kemelut Sejarah menulis bahwa pada abad ke 19 dan 20, beredar rumor di pedesaan yang mengatakan pemerintah Belanda butuh dua tengkorak manusia sebagai pondasi jembatan, gedung pemerintah, dan bangunan penting lainnya.

Dijelaskan oleh Ong, inilah yang membuat masyarakat setempat mencurigai kehadiran orang asing, terutama orang Belanda. Tidak jarang mereka langsung menyerang orang asing yang muncul di desa.

“Mereka sambil berteriak “Culik,culik!” sambil menyembunyikan anak-anak mereka,” paparnya.

Benarkah salah tafsir?

Pada beberapa artikel, diceritakan hal ini bermula karena salah tafsir mengenai orang-orang Belanda yang meminta orang pribumi menggunakan otak saat mengerjakan proyek. Tetapi karena menunjuk kepala, para pribumi menyebut butuh kepala manusia.

Tetapi Bregas ini jauh lebih kompleks karena terkait dengan keyakinan orang Asia Tenggara di masa silam, mulai dari menentramkan hubungan dengan roh dan perlindungan. Diharapkan penumbalan ini dapat memuaskan roh.

“Sehingga merestui pembangunan rumah di wilayah mereka,” jelasnya.

Setelah Sekian Lama, Belanda Akhirnya Mengakui Kemerdekaan Indonesia Secara Penuh

Bregas kemudian menyoroti tradisi perburuan kepala dalam masyarakat Dayak Mualang. Walau hal yang sama tidak ditemukan di wilayah Sumatra Utara, Jawa hingga NTT. Tetapi hal ini bisa dikaitkan dengan aksi penculikan pada zaman kolonial.

“Wilayah ini kerap dijadikan sumber pasar budak di Timur. Sebelumnya oleh Kerajaan Goa, kemudian oleh tetangga mereka, Bima dan terakhir oleh Belanda dan Portugis,” jelasnya.

Ekspresi orang kalah

Cerita mengenai tumbal proyek, jelas Bregas memang muncul setelah serangan besar-besaran penjajah Belanda ke pedalaman Nusantara. Misalnya saat Belanda masuk dan menundukkan kelompok Dayak, lalu melarang perburan kepala.

“Dayak, tercerabut dari salah satu aspek budayanya, secara paradoks melihat Belanda memonopoli perburuan kepala untuk melanggengkan kekuasaannya, serta membangun proyek skala besar,” katanya.

Baginya hal ini sama dengan asumsi dari Ong tentang kondisi orang Jawa di abad 19. Ketika itu orang Jawa begitu menderita di bawah sistem Tanam Paksa, ketakutan mati saat menjadi buruh, membangun atau bekerja di pabrik.

Keunikan Talang Abang, Jembatan Irigasi Belanda yang Bertahan di Pasuruan

Kejadian yang serupa terjadi di Sumatra Utara saat Belanda membangun perkebunan di awal abad ke 20. Desa-desa dipindahkan agar perkebunan karet berdiri, hutan, pohon-pohon tua, dan perbukitan diratakan untuk membuka jalan.

“Kita bisa lihat bahwa ketakutan tumbal proyek adalah rumor yang membantu orang mencerna ketidakberdayaan dan rasa kehilangan mereka, apalagi yang berada di antara pembangunan pesat yang umumnya mengecualikan mereka,” pungkasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini