Membuka Isi Catatan Harian Pangeran Sambernyawa ketika Perang Melawan Kompeni

Membuka Isi Catatan Harian Pangeran Sambernyawa ketika Perang Melawan Kompeni
info gambar utama

Pangeran Sambernyawa atau Mangkunegara I, semasa hidupnya membuat biografi dalam bentuk tembang. Isinya tentang perang-perang yang dihadapinya, termasuk tentang prajurit tempur perempuan.

Dimuat dari Tempo, buku diary itu disimpan di antara buku-buku kuno koleksi Rekso Poestoko, perpustakaan Mangkunegaran, tebalnya 463 halaman, ditulis dengan huruf Jawa gagrak anyar.

Catatan ini ditulis ketika Pangeran Sambernyawa berusia 53 tahun. Isinya menceritakan kehidupan dirinya sejak usia 16 tahun hingga 32 tahun ke depan. Catatan itu mendeskripsikan bagaimana pertempurannya kala itu.

Mangkunegara VI, Sang Reformis dengan Warisan Besar yang Terlupakan

“Bagaimana awan hitam bergelayut saat peperangan di Ponorogo, perasaan-perasaan Mangkunegoro I tatkala mengambil keputusan menyerang mertuanya sendiri. Tentang pengkhianatan Keraton Solo dan Yogya sampai perjanjian-perjanjiannya dengan Belanda,” paparnya.

Isi catatan harian

Babad yang juga kerap disebut Babad Tutur ini sebenarnya tidak ditulis langsung oleh Mangkunegara I sendiri. Disebutkan penulis biografi itu seorang juru tulis perempuan yang memang mengikuti perjalanan Pangeran Sambernyawa.

Zainuddin Fananie, peneliti dari Universitas Muhammadiyah menyebut isi catatan harian terentang dari masalah ekonomi sampai sosial. Secara terperinci, diketahui Pangeran Sambernyawa mampu menekan Belanda untuk membayar 400 real setiap tahun.

“Uang itu digunakan untuk memberi gaji para prajuritnya dan lain-lain,” katanya.

Pesona Keraton Surakarta: Tak Hanya Klasik tapi Juga Mewah

Fananie menunjukkan bagian dari catatan harian yang mendeskripsikan bagaimana muaknya RM Said melihat Pangeran Mangkubumi setelah Perjanjian Giyanti. Karena menghadiahkan istrinya kepada Belanda.

“Sebagai balas budi kepada Belanda karena dinobatkan menjadi raja Keraton Yogya,”

Legiun perempuan

Hal yang menarik dari catatan Pangeran Sambernyawa ini adalah adanya legiun perempuan. Disebutkan oleh Fananie, prajurit wanita ini selalu mengawal Pangeran Sambernyawa dalam peperangan.

Dilanjutkannya peranan prajurit perempuan yang semenjak Sultan Agung lebih merupakan hiasan, kini dirombak total. Prajurit perempuan RM Said ini dikedepankan sebagai combat corps atau pasukan tempur.

“Dilukiskan dalam catatan harian itu, pasukan perempuan tersebut berbusana putih, berkain corak parang rusak, dan menyandang keris seperti orang Bali,” paparnya.

Dikatakan prajurit perempuan ini semuanya cantik-cantik dan pandai baca tulis. Betapapun memiliki ketangkasan sebagaimana prajurit pria, mereka tetap terampil memasak dan membuat baju.

Tarian Tentang Keperkasaan Pangeran Sambernyawa yang Hilang Ratusan Tahun

Masyarakat dilukiskan selalu berdecak kagum melihat mereka. Sebuah tembang melukiskan saat Mangkunegara I naik karbin kuda, ada pasukan perempuan berkuda mengiringinya. Disertai pemukul genderang, peniup terompet, semuanya wanita.

“Tamu-tamu semuanya terheran-heran. Termangu-mangu membisu, bagaimana wanita bertingkah bagaikan laki, seluruhnya terampil. Demikian pula penabuh-penabuh wanitanya tak ubahnya seperti penabuh lelaki saja,” paparnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini