Perjalanan Arky Gilang Menangani Problematika Sampah Makanan

Perjalanan Arky Gilang Menangani Problematika Sampah Makanan
info gambar utama

Persoalan sampah makanan adalah masalah global yang memiliki implikasi signifikan pada sektor lingkungan, ekonomi, dan sosial-budaya. Berdasarkan data oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), didapati bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 68,7 juta ton sampah di tahun 2022. Dari jumlah tersebut, sekitar 41,27% di antaranya merupakan sampah makanan. Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan produksi sampah makanan terbanyak di Asia Tenggara.

Problematika sampah makanan tidak hanya sebatas pada signifikansinya menyumbang persentase masif sampah di Indonesia. Sampah makanan juga menimbulkan sejumlah problematika lingkungan, ekonomi, dan sosial-budaya yang menunggu untuk segera diselesaikan. Masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh sampah makanan termasuk emisi gas rumah kaca dari proses pembusukan, pencemaran akibat pengolahan sampah yang tidak tepat, ketidakseimbangan ekosistem karena paparan biogas, hingga berkurangnya pasokan sumber daya alam yang digunakan untuk memproduksi makanan yang berakhir percuma. Dari segi ekonomi, makanan yang terbuang mengakibatkan kerugian finansial bagi rumah tangga, bisnis, dan pemerintah. Sedangkan dari segi sosial-budaya, persoalan sampah makanan menunjukkan permasalahan dalam sistem nilai masyarakat terkait pemborosan dan kesenjangan dalam akses pangan di antara kelompok masyarakat.

Dalam hal ini, kontribusi segenap elemen masyarakat diperlukan. Baik melalui langkah penanggulangan dan pengelolaan berskala besar, maupun dengan langkah pencegahan dan penanganan di tingkat perseorangan. Seperti halnya yang dilakukan oleh Arky Gilang, sosok inspiratif dalam pengelolaan sampah makanan secara berkelanjutan di Desa Banjaranyar, Kabupaten Banyumas.

Arky Gilang, Sosok Penggerak Perubahan

Bermula dari keprihatinan akan sampah yang menumpuk dan membusuk di sudut-sudut desa selama krisis sampah melanda Banyumas tahun 2018, Arky Gilang mencari cara agar sampah-sampah yang telah menjadi keresahan warga tersebut bisa dikelola secara tepat guna dan berkelanjutan. Tercetuslah ide membudidayakan maggot atau larva lalat Black Soldier Fly (BSF) untuk mendekomposisi sampah organik. Bersama adik dan seorang teman, Arky memulai budidaya maggot dengan mengelola sampah 3 rumah tangga di desanya. Dengan modal awal 5 gram maggot, Arky mampu menghasilkan 7 kilogram pupuk organik.

Arky Gilang Wahab, penggerak perubahan lingkungan berkelanjutan dari Banyumas | Foto: Dok. SATU-Indonesia Awards 2021
info gambar

Beberapa tahun berselang, usaha yang berawal di halaman belakang rumah tersebut kini telah tumbuh dan berkembang menjadi perusahaan pengelolaan limbah dan bioteknologi terkemuka di Banyumas, perusahaannya bahkan mampu menggandeng ribuan mitra hingga instansi besar dalam perjalannnya. Melalui usaha dekomposisi sampah menggunakan maggot, perusahaan yang Arky beri nama Greenprosa ini telah berhasil mendekomposisi 6.740 ton sampah organik di wilayahnya. Tidak hanya sampah dari 8.312 rumah tangga, Arky juga diberi kepercayaan oleh pemerintah Banyumas untuk mengelola sampah dari 102 instansi.

Dari Sampah jadi Berkah

Maggot dipilih sebagai dekomposer karena beberapa alasan menguntungkan. Budidaya maggot relatif mudah dan murah, maggot juga memiliki tingkat reproduksi yang cepat. Selain itu, maggot juga memiliki kemampuan untuk mengurai sampah organik dengan efisien sehingga dapat mengurangi volume sampah yang perlu dibuang ke tempat pembuangan akhir. Sampah hasil dekomposisi maggot (kasgot) dimanfaatkan oleh petani sebagai pupuk organik. Pupuk hasil uraian sampah ini dinilai lebih menguntungkan karena mengandung nutrisi yang tinggi dan dapat meningkatkan kesuburan tanah. Selain itu, penggunaan pupuk hasil dekomposisi maggot ini juga lebih ramah lingkungan karena tidak mengandung bahan kimia berbahaya seperti pupuk pabrikan.

Maggot sebagai produk budidaya utama juga tak kalah menjanjikan. Keberadaannya menjadi komoditas unggulan dalam pakan budidaya ternak khususnya ikan. Pasar maggot terbuka luas dan permintaan terus berdatangan. Menurut Arky, permintaan pasar setiap bulannya bisa mencapai 1000 ton maggot. Dengan permintaan sebesar ini, usahanya bisa mencukupi sekitar 12 persen kebutuhan pasar. Dengan demikian, penggunaan maggot sebagai metode pengurai sampah organik dapat memberikan berbagai manfaat bagi pengusaha dan masyarakat sekitar. Selain mengurangi volume sampah yang perlu dibuang, budidaya maggot juga mampu menghasilkan alternatif pupuk kaya nutrisi dan sumber pakan berkualitas tinggi.

Greenprosa dan Komitmen Pemberdayaan Berkelanjutan

Sampah merupakan hajat bersama umat manusia yang akan terus ada. Oleh karenanya, Greenprosa berkomitmen untuk terus berkembang dan berinovasi menyelesaikan permasalahan sampah di Indonesia. Dilansir dari situs resmi milik Greenprosa, industri social-enterprise ini bergerak atas prinsip pemberdayaan masyarakat, ekonomi sirkular, dan ramah lingkungan. Dengan ketiga prinsip ini, Greenprosa membawa semangat untuk menciptakan industri hijau berkelanjutan dengan merangkul berbagai elemen masyarakat.

Terhitung hingga awal tahun 2023, Greenprosa telah bekerja sama dengan sejumlah mitra termasuk 4 institusi, 5 kelompok swadaya masyarakat, 5 perguruan tinggi, 9 organisasi, 9 industri, serta 56 satgas hijau yang tersebar di berbagai wilayah Banyumas dan sekitarnya. Salah satu kerja sama terbaru Greenprosa adalah dengan Taman Safari Indonesia. Dalam kerja sama ini, Greenprosa digandeng untuk mengolah dan mendaur ulang sampah organik serta kotoran satwa. Selain itu, kerja sama ini juga berfokus pada pembudidayaan maggot di tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) yang difasilitasi oleh TSI Bogor.

Kerja sama Greenprosa dengan Taman Safari Indonesia | Foto: Taman Safari Indonesia via LinkedIn
info gambar

Tak hanya bergerak sebagai suatu industri pengelolaan sampah dan bioteknologi terkemuka, Greenprosa terus memberikan kontribusi nyata melalui ragam upaya seperti pelatihan, pendampingan, kampanye, sosialisasi, hingga kolaborasi. Melalui akun Instagram @greenprosa, perusahaan yang sudah lima tahun berdiri ini aktif membagikan postingan terkait kegiatan pengelolaan sampah, edukasi seputar masalah sampah, hingga menyuarakan ragam isu lingkungan. Melihat bagaimana media sosial telah terintegrasi dalam kehidupan masyarakat, langkah Greenprosa dalam memanfaatan Instagram sebagai platform edukatif merupakan langkah cermat nan strategis.

Arky Gilang dan budidaya maggot miliknya | Foto: Dok. Greenprosa
info gambar

Pernah terpuruk akan krisis sampah yang melanda beberapa tahun silam, kini Banyumas menjadi salah satu daerah percontohan atas tata kelola sampah yang rapi dan terintegrasi. Arky sebagai salah satu sosok berpengaruh dibalik pengelolaan sampah yang membaik ini pantas mendapat apresiasi atas dedikasi dan kontribusi yang diberikannya. Berkat ketekunan dan komitmen luar biasa dalam menjawab tantangan dan merangkul perubahan positif di wilayahnya, Arky memperoleh penghargaan SATU Indonesia Awards 2021. Penghargaan ini diberikan kepada anak bangsa yang telah memberikan kontribusi nyata dalam mendukung terciptanya kehidupan yang bermanfaat dan berkelanjutan.

Kesadaran dan kepedulian akan sekitar menjadikannya sosok inspiratif bagi banyak orang. Arky telah membuktikan bahwa dengan semangat, ketekunan, dan dedikasi tiada henti untuk memberikan kebermanfaatan bagi sesama, kita dapat menjadi bagian masa depan yang lebih sejahtera dan bermakna.

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

JZ
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini