Cara Ampuh Budidaya Budaya Empati

Cara Ampuh Budidaya Budaya Empati
info gambar utama

Budaya, sebuah kata yang tak jarang keluar dari lisan maupun terdengar oleh kedua telinga kita. Bahkan secara tidak sadar diri anggota tubuh kita sendiri melakukan suatu budaya tertentu tanpa paksaan. Misal, tersenyum. Tindakan tersenyum merupakan salah satu contoh budaya kita. Budaya Indonesia.

Ketika bertemu muka dengan wajah asing maupun tak asing, pasti secara tidak sadar diri kita akan melakukan yang namanya tersenyum. Mengapa bisa begitu? Kerana budaya yang kita anut sudah terpatri di dalam hati. Budaya Indonesia dikenal sebagai negara yang penghuninya banyak yang ramah-ramah.

Menurut cuplikan yang tertuang di GramediaBlog menyatakan bahwa “Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh sekelompok orang. Kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya. Budaya itu terbentuk dari beberapa unsur yang rumit. Di antaranya yaitu adat istiadat, bahasa, karya seni, sistem agama dan politik. Bahasa sama halnya dengan budaya, yakni suatu bagian yang tak terpisahkan dari manusia”.

Kita bisa menyimpulkan bahwa suatu budaya merupakan tingkah laku kebiasaan secara berulang dan bersifat baik serta diturunkan secara terus menerus dari generasi ke generasi selanjutnya. Pun demikian dengan frase “budidaya”. Sebuah frase yang kerap muncul disekeliling kita. Frase budi daya merupakan suatu kegiatan yang terencana dalam pemeliharaan yang dilakukan pada suatu waktu dan tempat tertentu.

Tulisan ini memunculkan ide apa itu budidaya suatu budaya? Biasanya jika mendengar kata budidaya, erat hubungannya dengan flora dan fauna. Entah sebagai mata pencaharian maupun hanya sekedar hobi. Kali ini, saya memunculkan pemikiran budidaya budaya di mana yang saya maksud adalah mengembangkan dan memelihara secara terencana suatu budaya tertentu yakni budaya empati.

Kabar Baik, Bayi Gajah Sumatra Lahir di Taman Nasional Way Kambas

Empati adalah suatu bentuk kepedulian secara non kasat mata maupun kasat mata. Non kasat mata dalam arti bentuk peduli yang tidak terlihat dengan mata secara langsung. Bentuk peduli secara perasaan atau emosi seseorang.

Misalnya ketika melihat teman di-bully maka muncul rasa yang tidak nyaman di hati, rasa kasihan dan ingin membela teman yang dirudung. Kemudian kepedulian secara kasat mata adalah suatu bentuk rasa peduli yang mengakibatkan adanya tindakan yang bisa dilihat secara langsung. Misal, dengan membela secara lisan atau melaporkan ke guru bahwa temannya di-bully.

Oleh karena itu, salah satu solusi dalam beraktivitas secara damai, aman dan tentram adalah budidaya budaya empati. Empati bisa dikatakan sebagai suatu budaya karena empati merupakan sikap atau tindakan kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus. Seperti yang pernah dijelaskan oleh Cornel West (1999) seorang pengkaji motivasi empati, “Empati bukan hanya masalah mencoba membayangkan apa yang orang lain alami, tetapi memiliki kemauan untuk mengumpulkan keberanian yang cukup untuk melakukan sesuatu”.

Seiring pesatnya informasi dan teknologi berkembang di era abad 21 ini, semakin tinggi seseorang dengan rasa kompetisinya, maka budaya empati yang dimiliki semakin menipis. Hal ini ditandai dengan rasa ingin unggul dalam berkompetisi diberbagai bidang maka ia akan menjunjung tinggi rasa “untung” untuk dirinya sendiri. Rasa empati merupakan sebuah perasaan dalam merespon ketidakberuntungan di suatu keadaan tertentu.

Contoh pem-bully-an di sekolah merupakan menipisnya rasa empati yang sepatutnya dipupuk sedari kecil. Rasa empati sangatlah penting ditanamkan sedari dini. Setiap individu selalu memiliki modal psikologi untuk bertahan hidup di tengah masyarakat.

Salah satu modal yang harus dimiliki adalah rasa empati. Setiap individu pasti memiliki kemampuan dasar empati namun terdapat perbedaan pada tingkat kuantitas dan cara dalam mengekspresikannya.

Menurut Tenty Nurul Hidayah yang berprofesi sebagai guru BK SMK Negeri 12 Bandung, menuliskan bahwa remaja dengan kemampuan empati yang tinggi memiliki kemampuan imajinatif, menyadari pengaruh terhadap orang lain, mempunyai rasa pengertian sosial, memiliki rasa pengertian dan kasih sayang terhadap sesama mampu berinisiatif membantu orang lain baik yang dikenal maupun yang tidak mereka kenali dan selanjutnya meningkatkan motivasi untuk memberikan pertolongan.

Keindahan Kawah Wurung, Pesona Savana Layaknya Rerumputan di Selandia Baru

Sebaliknya, remaja yang kurang memiliki empati akan mengarah pada perilaku antisosial. Perilaku antisosial merupakan gangguan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial yang ditunjukkan dengan perilaku melanggar norma aturan dalam kelompok. Jika taraf antisosialnya lebih mendominasi, maka ia akan cenderung akan melakukan tindakan agresif bullying baik fisik maupun verbal (mengejek, mengumpat, menghina dan sebagainya).

Oleh karena itu, sangat penting sikap empati untuk dimasukkan dalam kompetensi yang harus diajarkan di lingkungan sekolah. Dengan adanya pembibitan budaya empati di lingkungan pendidikan, secara tidak langsung hal ini bisa menekan tingkat kasus bullying di masyarakat.

Dikarenakan mayoritas masyarakat melalui fase pendidikan di sekolah, maka dengan otomatis budaya berempati akan terbentuk sehingga kasus bullying di lingkungan pendidikan akan berkurang. Dengan lulusan sekolah yang mempunyai karakter empaty tinggi, maka mereka akan memeperbaiki masalah sosial dan membentuk masyarakat yang aman dan damai.

Dengan adanya kehidupan yang aman dan damai, maka masyarakat di negara berkembang seperti saait ini akan mampu bersaing dengan masyarakat yang dimiliki oleh negara maju. Dengan rasa aman dan damai di lingkungan pendidikan, generasi pelajar akan lebih fokus untuk meningkatkan kualitas diri. Jika kondisi aman dan damai bisa terawat dengan baik di lingkungan pendidikan, para pelajar lebih fokus untuk meningkatkan kualitas diri maka tidak menutup kemungkinan hal ini bisa mendukung negara untuk meningkatkan level dari negara berkembang menjadi negara maju.

Budibaya suatu budaya empati ini harus didukung oleh semua pihak terutama pihak keluarga. Salah satu cara untuk mendapat dukungan keluarga adalah wajib diadakannya program parenting dari pihak sekolah. Minimal para wali kelas semua jenjang mempelajari dan mengenal karakter anak didiknya.

Mengenal orang tua nya dalam menjalin hubungan positif yang bertujuan untuk mengantarkan anak didik dalam mengembangkan potensi yang dimiliki anak. Para pejabat sekolah memberi ruang para guru yang menjadi pelaksana lapangan untuk memaksimalkan dalam menjalin hubungan positif dalam pengembangan potensi anak didik, alih-alih menuntut menyelesaikan tanggung jawab administratif.

Menjamu Benua, Saat Sultan Kutai Berkabar dengan Dunia Gaib

Dengan adanya jalinan antara guru dan anak didik, wali kelas dengan orang tua, sekolah dan komite, maka nilai-nilai positif yang salah satu didalamnya adalah rasa empati akan bisa terawat dengan baik didalam jiwa anak didik sehingga menjadi karakter positif bagi mereka.

Sumber:

  • https://www.gramedia.com/literasi/budaya/
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Budi_daya
  • https://www.kompas.id/baca/opini/2022/12/30/ketangguhan-budaya-empati
  • https://smkn12bandung.sch.id/pentingnya-sikap-empati-pada-masa-remaja/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

EF
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini