Menjamu Benua, Saat Sultan Kutai Berkabar dengan Dunia Gaib

Menjamu Benua, Saat Sultan Kutai Berkabar dengan Dunia Gaib
info gambar utama

Di Kalimantan Timur ada sebuah ritual bernana Menjamu Benua. Ini adalah saat di mana Sultan Kutai berkabar dengan dunia gaib.

Menjamu Benua adalah bagian dari rangkaian Festival Erau. Masyarakat Kutai biasa menggelar Menjamu Benua terlebih dahulu sebelum festival dimulai.

Untuk diketahui, Festival Erau merupakan semacam pesta rakyat masyarakat Kutai. GNFI sebelumnya mencatat bahwa acara ini biasa digelar untuk merayakan penggantian atau penobatan Raja baru. Selain itu, Festival Erau juga kerap diadakan dalam rangka pemberian gelar kehormatan kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa. Festival Erau juga jadi ekspresi rasa syukur masyarakat atas hasil bumi yang melimpah.

Sultan Kutai akan memberi kabar kepada dunia gaib bahwa Erau akan dilaksanakan. Lewat Menjamu Benua itulah kabar dari Sultan Kutai untuk dunia gaib disampaikan.

Kisah Jembatan Comal Pemalang yang Konon Dijaga 3 Kerajaan Gaib

Prosesi Menjamu Benua

Menjamu Benua tidak hanya sekadar berkabar dengan dunia gaib, melainkan juga memohon keselamatan serta kelancaran selama Erau berlangsung. Sebagaimana dicatat laman resmi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dengan dilakukannya Menjamu Menua, diharapkan para makhluk gaib tidak menganggu acara.

Menjamu Benua melibatkan setidaknya puluhan orang. Satu rombongan orang yang menjalani ritual ini terdiri dari 7 orang dewa (dukun wanita), 7 orang belian (dukun pria), 7 pangkon bini, dan 7 pangkon laki. Ada pula para penabuh gendang dan gamelan yang ikut serta sebagai pengiring.

Orang-orang yang terlibat akan membawa sesaji yang terdiri dari aneka macam jajanan pasar, nasi tambak, nasi ragi, ayam panggang, mandau, air minum, dan peduduk. Itu semua diletakkan di tiga lokasi di Kutai, yaitu Kepala Benua (Kelurahan Mangkurawang), Tengah Benua (depan keraton), dan Buntut Benua (Kelurahan Timbau). Ketiganya adalah batas dan pusat Kota Tenggarong yang dulunya adalah ibu kota Kesultanan Kutai.

Meletakkan sesaji pun tidak bisa sembarangan. Jajak diletakkan di tembelong dan ditempatkan di atas juhan bersama nasi tambak, ayam panggang, mandau, air minum, dan rokok.

Aturan lainnya, peduduk dan ayam hitam diletakkan di bawah juhan, lalu nasi tambak diletakkan di atas telasak tunggal, sementara nasi ragi di atas telasak gantung.

Setiap sesaji ditaruh di lokasi yang sudah ditentukan, dewa akan membaca doa sambil menebarkan beras, bunga, dan lainnya sembari dengan posisi menghadap ke Sungai Mahakam.

Mitos Penguasa yang Lengser bila Lewati Gerbang Kalacakra di Kudus

Referensi:

  • https://www.kemenkopmk.go.id/tradisi-menjamu-benua-mengabarkan-erau-ke-dunia-gaib
  • https://www.goodnewsfromindonesia.id/2023/06/18/mengenal-festival-erau

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan A Reza lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel A Reza.

Terima kasih telah membaca sampai di sini