Upacara Adat Sedekah Laut di Kabupaten Cilacap

Upacara Adat Sedekah Laut di Kabupaten Cilacap
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Sedekah laut merupakan salah satu adat tradisi Jawa yang ada di Cilacap yaitu kegiatan ritual para nelayan Cilacap yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Gusti Ingkang Murbeng Dumadi atas segala limpahan rahmat, karunia dan rezeki yang diterima selama ini.

Dalam prosesi Sedekah Laut senantiasa dipanjatkan doa dan harapan agar para nelayan dalam menjalankan profesinya mencari nafkah di lautan diberikan keselamatan, kesehatan serta senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.

Upacara Sedekah Laut dilakukan setiap tahun sekali pada tahun baru islam atau bulan sura (kalender jawa) bertepatan dengan hari selasa kliwon atau jumat kliwon. Upacara ini, merupakan ritual sederhana yang terdiri dari pembacaan doa doa selamatan yang diiringi sesaji, dilakukan dengan cara menghanyutkan beberapa bahan makanan berupa hasil panen dan hewan sembelihan ke lautan dengan menggunakan perahu.

Konon pada awal mulanya sedekah laut dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur atas nikmat hasil tangkapan ikan kepada Penguasa Segara Kidul, namun kemudian kesadaran menumbuhkan praktek rasa syukur dan doa yang disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sebagai salah satu bentuk folklore sebagian lisan. Sedekah laut ini dimaknai pula sebagai tindakan religi dengan paham animisme dan dinamisme dimana mitos dan magis lekat dalam budaya jawa dan masih sulit dipisahkan dalam pola pemikiran hingga saat ini. Makna lainnya, sedekah laut ini memiliki tujuan untuk melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa yaitu kekhasan yang merupakan ciri dari suatu daerah dan warisan leluhur yang diwariskan secara turun temurun hingga saat ini.

Upacara sedekah laut merupakan salah satu warisan dalam bentuk kegiatan upacara yang tidak semua orang melaksanakannya, melainkan hanya orang-orang tertentu yang mempunyai kepentingan di dalamnya. Kondisi ini menjadi sesuatu yang menarik karena upacara sedekah laut sudah menjadi milik umum masyarakat pulau Jawa, khususnya masyarakat yang tinggal di wilayah pantai. Walaupun bagi masyarakat awam dianggap sekedar membuang sesuatu benda ke dalam laut atau ke dalam air sungai yang mengalir ke laut.

Dalam gelaran tradisi sedekah laut terdapat jolen- jolen yang dilarung nelayan ke Laut Selatan. Adapun jolen tersebut berisi bermacam-macam sesaji yang lengkap dengan ubarampenya yaitu:

  1. Nasi udhuk atau nasi gurih, beras cempo yang dimasak bersama santan, garam, dan sebagainya dan setelah dimasak menghasilkan rasa dan aroma
  2. Kepala sapi, kepala kerbau atau kepala kambing dari hewan berkaki empat.
  3. Ayam ingkung, ayam jago yang dimasak utuh dengan kedua kaki dan sayap diikat, yang setelah dimasak menghasilkan rasa dan aroma gurih.
  4. Jenang-jenangan, bermacam-macam jenang ada yang berwarna merah, putih, hitam, palang katul dan sebagainya, terbuat dari beras ketan dan beras cempo serta santan kelapa.
  5. Jajan pasar, yaitu makanan kecil-kecilan seperti kacang, lempeng, slondok, dan sebagainya yang semuanya dibeli di pasar tradisional.
  6. Pisang sanggan, pisang yang dipilih adalah pisang raja yang kualitasnya terbaik, tua betul, tidak cacat, dan jumlahnya harus genap dan utuh.
  7. Pisang raja pulut, ini merupakan gabungan dan sesisir pisang raja dan sesisir pulut.
  8. Lauk pauk, terdiri dari rempeyek, krupuk, kedelai, tauco dan sebagainya.
  9. Lalapan, terdiri dari kol, timun atau buncis yang dipotong potong kecil.
  10. Kembang telon, yaitu beraneka macam bunga segar, seperti mawar, melati, kantil, kenanga dan sebagainya yang menimbulkan aroma harum.
  11. Alat-alat kecantikan khusus wanita meliputi bedak, sisir, minyak wangi, pensil alis, dan sebagainya yang semuanya berbau harum.
  12. Seperangkat pakaian sak pengadek atau lengkap untuk wanita, ada baju kain, celana dalam, kutang, dan kebaya, yang semuanya serba baru dan belum dipakai.

Prosesi sedekah laut berlangsung selama dua hari yakni pada kamis wage dan jumat kliwon atau senin wage dan selasa kliwon tergantung hari yang bertepatan dengan tanggal satu suranya. Di hari pertama, prosesi adat dimulai sebelum hari pelaksanaan, diawali dengan nyekar atau ziarah ke makam Karang Bandung yang ada di Pulau Majethi Nusakambangan saat pagi hari, dilanjutkan dengan mengambil air suci atau bertuah yang diyakini sebagai tempat tumbuhnya bunga Wijayakusuma.

Kemudian pada malam harinya dilanjutkan dengan tirakatan di pendopo Wijayakusuma Cakti yang didahului dengan pemotongan tumpeng. Selanjutnya di hari kedua merupakan puncak acara diawali dengan laporan tumenggung kepada adipati, wisuda dan pengalungan samir oleh adipati kepada tumenggung dilanjutkan serah terima jolen tunggal dari adipati kepada tumenggung untuk dilarung oleh nelayan ke Laut Selatan.

Sebelum dilarung, jolen-jolen tersebut diarak terlebih dahulu mengitari masyarakat dari pendopo kabupaten menuju Pantai Teluk Penyu yang dipimpin oleh adipati dengan menggunakan delman dan berpakaian adat tradisional nelayan Cilacap tempo dulu.

Sesampainya di Pantai Teluk Penyu kembali dilakukan upacara adat serah terima jolen untuk selanjutnya dilarung. Masing-masing kelompok nelayan membawa jolen menuju tengah laut dengan menggunakan perahu yang dihias warna warni untuk kemudian dilarung sembari memanjatkan doa agar para nelayan diberikan keselamatan, kesehatan serta senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.

Setelah dilakukan pelarungan jolen, malam harinya digelar hiburan berupa pagelaran kesenian tradisional seperti Jalungmas (Jaipong, Calung Banyumasan), Lenggeran, Kuda Lumping ataupun Wayang, baik di pendopo kabupaten maupun di kampung nelayan masing-masing.

Upacara sedekah laut konon berawal dari peristiwa tumbuhnya bunga Wijayakusuma di pulau Majethi Nusakambangan pada jaman Prabu Aji Pramosa dari Kediri yang menimbulkan kepercayaan bagi raja-raja di Surakarta dan Yogyakarta sebagai bunga yang diyakini bermakna vertikal. Sebelum bunga Wijayakusuma dipetik, para utusan raja melakukan upacara “melabuh" (sedekah laut) yang ditujukan kepada Kanjeng Ratu Kidul terlebih dahulu di tengah Laut Selatan.

Kemudian baru acara memetik bunga Wijayakusuma secara gaib tanpa disentuh yang selanjutnya dibawa ke Keraton untuk dibuat sebagai rujak dan disantap raja yang hendak dinobatkan, dan dengan demikian raja dianggap syah dan kelak dapat mewariskan tahta kerajaan kepada anak cucu serta keturunannya. Mitos tentang bunga Wijayakusuma melahirkan rangkaian upacaya budaya sedekah laut yang dilaksanakan setiap bulan sura oleh masyarakat nelayan pantai selatan.

Di Cilacap gelar prosesi sedekah laut dimulai sejak pemerintahan Bupati Cilacap III Raden Tumenggung Tjakrawerdaya III yang memerintahkan kepada sesepuh nelayan Pandanarang bernama Ki Arsa Menawi untuk melarung sesaji ke Laut Selatan beserta nelayan lainnya pada hari jumat kliwon pada bulan sura tahun 1875. Sejak itu muncul adat larung sesaji ke laut atau lebih dikenal dengan istilah upacara adat Sedekah Laut. Bahkan sejak tahun 1983 hingga sekarang upacara Sedekah Laut diangkat sebagai kegiatan budaya yang menarik bagi wisatawan dan layak untuk tetap dilestarikan.

Referensi:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LL
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini