Anak-Anak dari Kacamata Guru Membaca

Anak-Anak dari Kacamata Guru Membaca
info gambar utama

Tubuh mereka yang kecil, jiwa mereka yang tulus, diri mereka yang masih murni, anak-anak adalah bagian dari dunia yang layak dihormati. Sayangnya, masih banyak yang menganggap anak-anak dengan title manusia berisik, menyusahkan, nakal, dan hal negatif lainnya. Bahkan, ada yang masih tega menyakiti anak-anak yang sama sekali tak bersalah. Kim Soyoung dalam bukunya “The World Called Children” mengajak kawan untuk melihat dunia anak-anak dan memulihkan diri melalui kisahnya.

Mengabdi untuk Anak-Anak

Kim Soyoung, Guru Membaca sekaligus penulis dari buku “The World Called Children” membagikan kisahnya bersama anak-anak. Buku ini baru saja diterbitkan oleh Penerbit Haru dan diterjemahkan oleh Dian S.

Penulis buku adalah seorang wanita yang mengabadikan hampir seluruh hidupnya berkecimpung di dunia anak-anak. Sebelum menjadi Guru Membaca, ia adalah seorang editor buku anak-anak di salah satu kantor penerbitan. Keinginannya untuk lebih dekat dengan anak-anak, membawanya menjadi seorang Guru Membaca.

Awalnya, ia cukup kesulitan dan mengalami beberapa keraguan, seperti gaya bicara seperti apa yang harus ia gunakan saat mengobrol dengan anak-anak. Jika terlalu formal, tentu akan terasa canggung sedangkan Penulis tidak ingin anak-anak berbicara dengan bahasa gaul pada gurunya. Lalu,

Penulis juga harus menghadapi banyak pertanyaan sulit dari anak-anak terkait semua hal, mereka masih dalam masa pertumbuhan yang ingin mengetahui banyak hal. Semua kesulitan ini tidak menghambat tekadnya untuk menjadi seorang Guru yang bermanfaat dan menjadi sosok dewasa yang baik dan menginspirasi di mata anak-anak.

Meski Kecil, Mereka Layak Dihormati

Alah, cuma anak kecil aja. Kamu tuh ngerti apa!”

“Anak kecil nggak usah ikut-ikutan.”

“Anak-anak tuh rewel, nangisan, kerjaanya tantrum doang. Buat repot aja!”

Sering mendengar kalimat di atas? Atau barangkali diri sendiri yang mengucapkannya? Kalimat tersebut seakan melekat di diri anak-anak. Mungkin Kawan akan bertanya mengapa harus menghormati anak-anak? Bukannya harusnya terbalik ya? Kim Soyoung dalam “The World Called Children” menjabarkan alasannya. Ia juga mengajak kita untuk lebih mengenal berbagai sisi anak-anak yang belum banyak diceritakan.

  • Anak-anak butuh waktu

Terkadang kita merasa kesal melihat anak kecil yang sangat lama saat memakai sepatu atau saat mengunyah makanan. Rasanya gregetan ingin membantu mereka agar tidak membuang banyak waktu. Faktanya, anak kecil butuh lebih banyak waktu untuk melakukan sesuatu termasuk hal yang menurut kita mudah dilakukan.

Penulis menceritakan salah seorang muridnya, Hyunseong yang khawatir tidak dapat mengikat tali sepatunya lagi jika ia melepasnya. Penulis sebagai gurunya pun menawarkan bantuan, Hyunseong menolaknya. Ia yakin kalau bisa mengikatnya karena sudah mencoba berkali-kali. “Ibu Guru tidak perlu khawatir, aku bisa.”

Walau lama, mereka berusaha. Dan ketika anak-anak berhasil melakukan sesuatu dengan kemampuan mereka sendiri, itu akan menjadi hal yang paling membanggakan bagi mereka. Penulis menyampaikan kita sebagai orang dewasa harus lebih bersabar dan menyediakan waktu untuk mereka bertumbuh.

  • Harga Diri Anak-Anak

Anak-anak memang lucu mengemaskan, mereka juga manja dan ingin terus disayang. Tetapi, bukan berarti Kawan bebas menyentuh tubuh mereka seperti mencium dan memeluk tanpa izin mereka. Anak-anak juga punya harga diri, mereka berhak mengemukakan pendapat mereka sendiri, mereka berhak didengar oleh telinga kita. Tolong, beri mereka ruang dan kesempatan untuk berbicara.

Penulis juga menekankan anak-anak harus diperlakukan dengan baik agar mereka mengerti bagaimana perlakuan baik. Berikan mereka kesempatan untuk belajar, bimbing mereka ketika melakukan kesalahan. Kawan sebagai orang dewasa harus menjadi contoh yang baik kepada anak-anak.

Saat membaca tulisannya, penulis benar-benar menunjukan sikap hormat kepada anak-anak. Bahkan untuk menuliskan kisah mereka menjadi sebuah buku, ia sudah mengantongi izin dari muridnya.

  • Kesalahpahaman Pada Anak-Anak

Orang tua sering kali menjahili anaknya, membuat mereka menangis lalu menghiburnya dan mengatakan itu hanya candaan saja. Hal tersebut bukan merupakan sesuatu yang lucu, jika mencintai anak-anak mengapa membuatnya menangis dan salah paham? Penulis secara gamblang menyatakan tidak setuju dengan tren “Prank” anak.

Anak-Anak Di Sisi Kita

Ada satu kalimat yang membuat mata tanpa sadar berkaca-kaca saat membacanya. Kisah ini berada di bagian pertama buku. Salah satu murid penulis di kelas membaca, Jaram namanya. Jaram senang sekali membaca, awalnya ia merasa mengantuk saat membaca sebuah buku fantasi anak-anak. Setelah selesai membacanya, Jaram sangat senang dan ingin membaca lebih banyak buku lagi. Jaram merasa berterima kasih kepada gurunya, ia pun memberikan hadiah buku favorit Ibu Guru. Jaram berkata dengan mata tulusnya, “Ibu Guru memang sudah punya buku ini, tetapi meski bukunya sama, buku yang ini punya hatiku.”

Ucapan tulus yang keluar dari mulut kecil mereka, selalu bisa menggetarkan hati. Saat berada di dekat anak-anak, kita merasa menjadi manusia yang dibutuhkan. Mereka tidak malu mengungkapkan rasa sayang atau menyampaikan rasa terima kasih walau kita hanya melakukan hal-hal kecil. Bagi mereka, semua itu sangat berharga.

Menjadi Suara Anak-Anak

Dalam kata pengantarnya, penulis menyampaikan keinginannya. Ia berharap akan ada lebih banyak orang dewasa yang bercerita tentang anak-anak, lebih banyak buku yang menjadi suara anak-anak. Sehingga, akan lebih banyak manusia yang memahami mereka. Kawan juga bisa menjadi suara mereka, perhatikan anak-anak di sekitar, pahami anak kecil dari sudut pandang mereka, dengarkanlah dan amati hal-hal kecil yang terlewat selama ini. Dan ingatlah, kita pernah sekecil mereka, diri kita sekarang ada dan terbentuk dari masa kecil itu.

Buku esai berjudul “The World Called Children” ini sangat direkomendasikan untuk dibaca semua kalangan. Topik yang jarang diangkat dan berbagai sudut pandang baru tentang anak-anak, cukup menjadi alasannya.

Akhir kata, anak-anak berhak mendapatkan masa kecil mereka seperti seharusnya dengan aman dan nyaman. Mari ciptakan negara Indonesia, sebagai tempat yang aman dan nyaman untuk anak-anak kita.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

HS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini