Merapal Syukur Bersama Sapi

Merapal Syukur Bersama Sapi
info gambar utama

Tradisi Ngalungi Sapi yang terdapat di Desa Tambakagung, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah merupakan salah satu tradisi tahunan yang dilakukan setelah masa pemanenan padi.

Ngalungi Sapi berarti mengalungkan ketupat dan lepet ke leher sapi. Ketupat dan lepet juga dapat digantikan dengan nasi dan ketan tetapi tidak dikalungkan melainkan hanya diusapkan ke punggung sapi.

Tradisi ini tidak hanya ditemui di satu desa saja di Kabupaten Rembang tetapi terdapat beberapa desa yang juga masih melestarikannya bahkan tradisi ini juga dapat dijumpai di kabupaten sekitar Rembang.

Secara keseluruhan, rangkaian dan fungsinya sama, tidak terbatas pada wilayah administratif.

Selain bertujuan sebagai bentuk rasa syukur, tradisi ini berfungsi sebagai tanda terima kasih kepada hewan yang telah mebantu dalam menggarap sawah. Di dalamnya terdapat doa agar sapi-sapi senantiasa diberi kesehatan dan selamat dari penyakit serta mudah berkembang biak.

Di Desa Tambakagung, tradisi ini dilaksanakan satu kali dalam satu tahun dengan hari pelaksanaan yang fleksibel, berdasarkan kesepakatan warga setempat tetapi harus tiba di hari Pahing berdasarkan penanggalan Jawa.

Rangkaian upacara ini dimulai dari memasak ketupat dan lepet di pagi hari. Ketupat yang memiliki bahasa Jawa kupat yang dianggap akronim dari ngaku lepat yang berarti “mengaku salah” serta sebagai simbol pengakuan kesalahan kepada sapi yang telah membantu mereka selama ini.

Selain ketupat, ada pula lepet yakni makanan yang terbuat dari beras ketan yang dicampur kacang, kelapa, dan santan yang dibungkus dengan daun lontar. Lepet ini juga merupakan akronim dari silep kang rapet yang berarti kesalahan yang sudah diakui dan dimintakan maaf maka akan tertutup rapat.

Setelah selesai memasak ketupat dan lepet, rangkaian selanjutnya adalah proses pengalungan kepada sapi oleh tuan rumah.

Namun, penggunaan ketupat dan lepet dapat diganti dengan ketan dan nasi yang diusapkan ke punggung sapi tanpa adanya proses pengalungan. Walaupun terkesan tidak sesuai dengan nama tradisi tersebut tetapi esensisnya tetap sama.

Ketupat dan lepet yang sudah siap dikonsumsi kemudian diikat menjadi dua bagian dengan jumlah yang tidak ditentukan tergantung keinginan pemiliknya.

Selanjutnya, kupat dan lepet tersebut dikalungkan oleh pemilik sapi tersebut ke bagian kepala, leher, hingga punggung sapi.

Seluruh rangkaian pengalungan ini dilaksanakan di kandang. Ketika prosesi ini selesai dilaksanakan, maka ketupat dan lepet yang dikalungkan akan dibagikan dan disajikan untuk prosesi bancakan. (Mustaufidah, 2020)

Baca Juga: Pesona Budaya Madiun Menelusuri Kekayaan Seni Bela Diri Silat dan Upaya Pelestariannya

Rangkaian selanjutnya adalah bancakan, yakni memberi makanan berupa masakan dari pemilik sapi kepada tetangga dan sanak saudara. Sebelum makanan siap disantap dan siap untuk dibagi-bagikan, terdapat doa bagi pemilik hajat yakni tuan rumah serta doa ini juga ditujukan untuk keselamatan dan kemakmuran desa khususnya hewan ternak mereka.

Seseorang yang bertugas untuk membacakan doa adalah seorang modin yakni sebutan tradisional Jawa untuk pamong desa yang bertanggung jawab mengurus keagamaan.

Pada rangkaian ini, tuan rumah akan menyediakan makanan yang siap disantap di rumahnya. Namun, biasanya yang memakan suguhan langsung di tempat tersebut adalah anak-anak sedangkan orang dewasa membawa pulang makanan yang sudah berupa bingkisan.

Rangkaian tradisi Ngalungi Sapi tersebut memiliki nilai moral yang masih dipertahankan oleh masyarakat. Namun, seperti yang dipaparkan sebelumnya, alih teknologi yang terjadi pada sektor pertanian saat ini membuat relevansi nilai atau substansi tradisi ini tidak sejalan dengan modernitas yang terjadi tersebut.

Pada dasarnya tradisi ini sudah tidak memiliki relevansi dengan kondisi pada saat ini. Melihat sudah banyak alih teknologi dari pembajakan yang memanfaatkan tenaga sapi menjadi menggunakan mesin traktor.

Namun, tradisi ini masih dilaksanakan hingga saat ini untuk menjaga dan melestarikan tradisi turun-temurun ini agar tidak hilang seiring dengan perkembangan zaman.

Selain itu, masyarakat tetap mempertahankan tradisi ini karena setiap rangkainnya memiliki makna yang selalu relevan walaupun zaman telah modern dan terjadi alih teknologi.

Adapun simbol dan makna yang relevan dengan zaman saat ini dalam tradisi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Ketupat dan Lepet

Perlengkapan tradisi Ngalungi Sapi ini memiliki makna sebuah pengakuan kesalahan yang telah diperbuat oleh manusia terhadap sesamanya atau terhadap hewan ternak mereka.

Hal ini menunjukkan bahwa sesama makhluk Tuhan harus saling membina hubungan baik. Apabila terdapat kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja maka wajib hukumnya untuk meminta maaf agar tidak menjadi penyebab renggangnya suatu hubungan dalam masyarakat tersebut.

2. Ngalungi Sapi

Pada rangkaian inti ini, meskipun sudah tidak relevan dengan fungsi sapi sebagai pembantu pembajak sawah tetapi terdapat nilai yang masih diperlukan di tengah perkembangan zaman, yang mana adab manusia dalam memperlakukan hewan sudah memudar.

Baca Juga: Kerrabhan Sapeh, Simbol Yang Mengangkat Harkat dan Martabat Masyarakat Madura

Dengan adanya tradisi Ngalungi Sapi ini, terdapat ajaran bagaimana manusia memperlakukan hewan mengingat keduanya hidup berdampingan terutama di desa. Sebuah kearifan lokal yang ajarannya selalu relevan di sepanjang zaman.

3. Bancakan

Bancakan merupakan kegiatan berbagi kebahagiaan serta mengungkapkan rasa syukur kita terhadap Tuhan.

Kegiatan ini mengandung banyak pesan moral karena pada prosesnya terdapat sebuah kegiatan yang dinamakan rewang dilakukan oleh ibu-ibu yang membantu menyiapkan hidangan serta bapak-bapak yang membantu menyiapkan tenda dan tempat upacara.

Hal ini tentu dapat mempererat kerukunan dan semangat kegotongroyongan, serta mengajarkan bahwa kebahagiaan perlu dibagikan terhadap sesama.

Kelestarian tradisi ini terus dijaga oleh masyarakat Desa Tambakagung sebagai warisan leluhur dengan cara mengambil nilai dan ajaran yang relevan dengan perkembangan zaman.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

YA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini