Berusia 1094 Tahun, Inilah Sejarah Toponimi Kabupaten Pasuruan

Berusia 1094 Tahun, Inilah Sejarah Toponimi Kabupaten Pasuruan
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbungUntukMelambung

Pasuruan yang terkenal dengan julukan “Bumi Tengger”, mencerminkan landscape keindahan gunung Bromo yang dapat dilihat. Pasuruan juga dikenal dengan julukan daerah “Tapal Kuda” di bagian timur pulau Jawa.

Mengapa demikian? Jawabannya, ya karena bentuknya seperti tapal kuda. Selain itu, pada masa dahulu, Kabupaten Pasuruan adalah negeri Blambangan yang dalam istilah bahasa Jawa juga disebut “brang wetan” (seberang timur), yang tidak pernah dikuasai oleh kerajaan Mataram Islam.

Pasuruan memiliki peran sejarah yang penting, salah satunya yaitu setelah dipindahkannya ibukota Kerajaan Medang Kamulan dari Bumi Mataram Jawa Tengah ke Jawa Timur. Para gen-Z, apakah anda tahu kalau dulu di kabupaten Jombang pernah menjadi ibukota dari Kerajaan Medang Kamulan?

Prasasti Cunggrang, Awal Lahirnya Kaupaten Pasuruan

Berdirinya Kabupaten Pasuruan tak dapat dipisahkan dari keberadaan Prasasti Cunggrang. Prasasti biasanya menjadi sumber sejarah primer. Nah, pertanyaan saya, Kapan dan siapa yang mengeluarkan prasasti Cunggrang? Prasasti Cunggrang merupakan salah satu dari 20 prasasti yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Mpu Sindok.

Pasti tahulah Mpu Sindok siapa? Betul sekali, Mpu Sindok adalah pendiri dinasti Isyana dari kerajaan Mataram Hindu. Beliau ini juga yang memindahkan pusat ibu kota Mataram Hindu, yang awalnya di Jawa Tengah berpindah ke Jawa Timur, tepatnya di Tembelang, Jombang.

Prasasti Cunggrang, terletak di Dusun Sukci, Desa Bulusari, Kecamatan Gempol, Pasuruan. Dusun Sukci, dulunya bernama Desa Cunggrang, sehingga prasastinya juga dinamakan Prasasti Cunggrang yang dikeluarkan oleh Mpu Sindok. Nah, gen-Z, berikut transkrip isi prasasti Cunggrang.

Prasasti Cunggrang tahun 929 M

"barunadewata, gandayoga irika diwasa ni ajna sri maharaja rake hino mpu sindok sri icana wikrama dhamottungga, uminsor I samgat mohahomah kalih, mpu padma, samgat anggehan mpu kundala, kumonaken ikanang wanua I cunggrang, watek bawang atagan I wahuta wungkal, gawai ku 2 anggahan, ma su 15 katikprana susukan sima arpanakna ri sang hyang darmmasrama patapan I pawitra, muang I sang hyang prasada silunglung sang siddha dewata rakryan bayah rakryan binihaji sri parameswari dyah kbi paknan yan sinusuk pumpunana sang hyang dharma – patapan muang sang hyang prasada silunglung sang dewata umyapara ai sang hyang dharma patapan nguniweh sang hyang prasada, muang amahayana sang hyang tirtha pancuran I pawitra”.

Yuk, selanjutnya kita bedah istilah-istilah dalam prasasti itu menggunakan bahasa kita !

Wahuta, apa sih arti dari wahuta? Wahuta dalam isi Prasasti Cunggrang dapat diartikan sebagai tuan tanah , sementara itu wahuta wungkal adalah jabatan tuan tanah di daerah Cunggrang. Jadi wahuta dapat diartikan sebagai pemilik tanah yang juga merupakan masyarakat Cunggrang saat itu.

Berikutnya yaitu Watek Bawang, apa sih sebenarnya arti dari watek bawang itu? Watek adalah sebutan bagi suatu wilayah yang terdiri dari gabungan beberapa desa, kalau saat ini statusnya berarti sama seperti kecamatan ya para gen-Z.

Lantas, mengapa terdapat kata bawang setelah watek? Jadi, sebuah watek atau sebuah wilayah, pastinya dipimpin oleh seseorang kan? Nah pada zaman Kerajaan Mataram Kuno saat itu, pemimpin yang ditugaskan dalam sebuah watek dinamakan “Rakryan Bawang”. Sehingga para sejarawan terkadang menyebut watek dengan tambahan kata “bawang”.

Didalam isi dari prasasti, Cunggrang disebutkan sebagai watek atau daerah milik rakryan bawang. Ia mewajibkan masyarakat Cunggrang melakukan kerja bakti senilai 2 kupang, dan juga membayar pajak tanah dengan nilai sebesar 15 suwarna emas yang disetorkan setiap bulan kepada Rakryan bawang, kemudian diteruskan kepada Kerajaan Medang. Kupang disini bukan lontong kupang lho gen-Z, tapi nama mata uang Mataram Hindu. Tapi perlu diingat gen-Z, semua itu berlaku sebelum watek Cunggrang berubah menjadi Sima.

Oh ya, perlu diketahui juga nih bagi para gen-Z, Rakryan bawang yang menjabat di watek Cunggrang saat itu, adalah ayah dari permaisuri Mpu Sindok yang bernama Dyah Kebi. Nah sekarang pasti kalian penasaran tentang apa itu sima dan kenapa Cunggrang bisa termasuk dalam wilayah yang dijadikan sima oleh Kerajaan Medang kamulan?

Sima adalah sebutan bagi suatu lahan ataupun suatu wilayah yang memiliki status “Bebas pajak” yang dihadiahkan oleh penguasa kepada para masyarakat di wilayah tersebut. Kenapa kok diberi “Sima” sih? Jawabannya yaitu karena wilayah tersebut memiliki nilai produktif dan dapat meningkatkan upeti maupun perekonomian kerajaan.

Seperti Masyarakat Cunggrang sangat taat dan rajin dalam membayar pajak, merawat petirtaan yang dibangun oleh Mpu Sindok di lereng Gunung Pawitra, dan juga menghasikan bahan pangan yang subur dan melimpah. Mantep banget kan potensinya.

Eits, tunggu dulu ya teman gen-Z. Prasasti Cunggrang tak hanya mengandung isi tentang pemberian status sima terhadap wilayah Cunggrang saja ya, namun ada juga kutukan yang ada didalamnya.

Waduh, apa itu ya? Prasasti ini menyebutkan bahwa wilayah Cunggrang dengan adanya prasasti ini, artinya sudah dinyatakan sebagai wilayah yang bebas pajak. Jadi setiap orang dan pejabat serta petugas pajak, tidak diperbolehkan untuk masuk ke dalam wilayah sima ini. Siapapun petugas pajak yang menagih pajak di wilayah Cunggrang, akan terkena kutukan yang tertulis dalam Prasasti Cunggrang.

Sejarah Toponimi Kabupaten Pasuruan

Dalam prasasti Cunggrang menyebut nama “Pa-su-ru-han” . Menurut Bapak Anang Hindarto, SS., (Kurator Museum Cunggrang) . Beliau menjelaskan bahwa ada kaitan antara lahirnya kabupaten Pasuruan dengan Prasasti Cunggrang. Ini kutipannya;

(Swasti! Çaka) warsatita 851 asujimasa (tithi dwadaci çukla) paksa tu(ng), Pa, Cu (wara Satabbisanaksa) tra. Ba (runa dewata. Gandayoga irika di) wasa.”

yang berarti: “Selamat! tahun saka yang telah lalu 851 bulan Asuji tanggal 12 bagian bulan terang (hari yang bersikles enam) atunglai, (hari yang bersikles lima) pahing, (hari yang bersikles tujuh) Selasa.”

Akhirnya, Balai Arekologi Yogyakarta mensubstansikan hari berdirinya Kabupaten Pasuruan jatuh pada 18 September 929M dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 8 Tahun 2007.

Hingga saat ini, keberadaan Prasati Cunggrang masih terawat di tempatnya ya para gen-Z! Ada 1 duplikat Prasasti Cunggrang yang diletakkan didalam Museum Cunggrang, Pandaan, Pasuruan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini