Nandong Smong: Budaya Lisan Penuh Makna yang Menjadi Mitigasi Bencana

Nandong Smong: Budaya Lisan Penuh Makna yang Menjadi Mitigasi Bencana
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambung

Gempa bumi adalah bencana yang kerap kali melanda Indonesia dan menyebabkan bencana susulan yang fatal berupa tsunami. Posisi Indonesia yang terletak di pertemuan lempeng menjadi dorogan kuat yang menyebabkan seringnya bencana ini terjadi di Indonesia. Tak terkecuali Aceh, yang merupakan provinsi paling barat Indonesia.

26 Desember 2004, bencana tsunami telah melanda provinsi yang dijuliki ‘Serambi Mekah’ tersebut. Sebuah peristiwa kelam yang memberikan luka mendalam bagi masyarakat Aceh. Namun itu bukanlah tsunami pertama yang dialami oleh masyarakat Aceh. Melansir dari buku yang ditulis oleh Agus Budi Wibowo dan Piet Rusdi berjudul Upaya Penyelamatan Diri Terhadap Gempa dan Ie Beuna, terdapat catatan sejarah yang menyebutkan bahwa sebelum tsunami 2004, Aceh pernah mengalami tsunami antara tahun 1816 hingga 1907 dan dalam catatan lain di sebutkan bahwa tsunami akibat gempa penah terjadi sekitar tahun 1768 dan 1869.

Berdasarkan pengalam-pengalaman pahit masyarakat Aceh akan bencana tsunami ini maka lahirlah sebuah budaya lisan yang di sebut dengan nandong smong. Secara etimologis nandong berarti nyanyian atau senandung. Sedangkan smong berasal dari bahasa Simeulue, yaitu bahasa Devayan yang berarti percikan air, hempasan gelombang atau gelombang pasang.

Nandong smong berawal dari kejadian tsunami tahun 1907 di pulau Simeulue Aceh. Masyarakat yang selamat kemuadian menyebarkan kisah mengenai bencana tersebut dalam bentuk syair yang dituturkan secara turun trmutun oleh masyarakat di sana. Syair inilah yang kemudian menjadi mitigasi bencana bagi masyarakat Simeulu dalam menghadapi bencana tsunami. Hal ini terbukti dengan rendahnya jumlah korban jiwa di Simeulue pada bencana tsunami 2004. Dari 78.000 penduduk pulau Simeulue, hanya 7 orang yang menjadi korban jiwa, padahal rumah-rumah penduduk saat itu pun hacur lebur akibat tsunami.

Berikut adalam syair nanodng smong:

Engel mon sao surito (dengarlah suatu kisah)

Inang maso semonan (pada zaman dahulu)

Manoknop sao fano (tenggelam suatu desa)

Uwilah da sesewan (begitulah dituturkan)

Unen ne alek linon (gempa yang mengawali)

Fesang bakat ni mali (disusul ombak raksasa)

Manoknop sao hampong (tenggelam seluruh negeri)

Tibo-tibo mawi (secara tiba-tiba)

Anga linon ne maliek (jika gempanya kuat)

Oek suruik sauili (disusul air yang surut)

Maheya mihawali (segeralah cari tempat)

Fano me singa tinggi (dataran tinggi agar selamat)

Ede smong kahanne (itulah smong namanya)

Turiang da nenekta (sejarah nenek moyang kita)

Miredem teher ere (ingatlah ini semua)

Pesan navi-navi da (pesan dan nasehatnya)

Dalam senandung ini berisi ajaran budaya seperti jika terjadi gempa, disusul dengan ombak besar,kemudian terjadi gempa lagi yang mengakibatkan air laut surut, maka segerala mencari dataran tinggi, agar selamat dari bencana alam. Bukan alat peringatan dini yang canggih, tetapi hanya bermodalkan pesan-pesan yang terkandung dalam nanodng smong ini, banyak nyawa masyarakat Simeulue yang terselamatkan dari bencana.

Budaya lisan nandong smong sangat melekat dengan aktivitas masyarakat, baik secara formal yang di lantunkan di acara pernikahan dan diacara pesta rakyat, maupun nonformal yaitu sebagai lagu pengantar tidur untuk anak dan nyanyian pada waktu memetik cengkeh.

Oleh karena itu, penting untuk melestarikan budaya lisan asal Simeulue ini. Pelestarian nandong smong akan memberikan manfaat dari 2 arah, yaitu budaya lisan dari nenek moyang ini akan terjaga dan menjadi sarana mitigasi bagi masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami. Di sisi lain,masyarakat lokal umumnya jauh lebih mudah menerima pengarahan tentang mitigasi bencana melalui kearifan lokal yang mereka miliki. Karena kearifan lokal tersebut telah mengakar kuat dalam aktivitas sehari-hari mereka.

Nandong smong memberikan makna mendalam tentang Pendidikan, sejarah, dan metode pertahanan masyaraat terhadap bencana yang di wariskan oleh nenek moyang. Dengan ikut melestrikan nandong smong maka kawan GNFI juga berkonribusi dalam membangun masyarakat tahan dan tanggap becana.



Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DU
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini