Membangun Keluarga, Membangun Peradaban

Membangun Keluarga, Membangun Peradaban
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Keluarga adalah benteng. Watak dan karakter seseorang terbentuk kuat oleh keluarga. Perilaku seseorang merupakan cermin kehidupan sebuah keluarga. Bagi saya, keluarga adalah awal untuk memulai peradaban, dari keluargalah tatanan kehidupan budaya masyarakat terbentuk. Membangun peradaban, dimulai dari membangun keluarga.

Perkembangan teknologi dan informasi yang melesat cepat memberikan perubahan tatanan kehidupan dan budaya masyarakat. Dengan teknologi, ruang dan batas teritorial semakin menipis, informasi semakin mudah untuk didapatkan. Untuk bisa mengetahui sesuatu, tak perlu interaksi antar sesama, cukup rebahan, jari bergerak bercengkarama dengan gawai, pengetahuan pun datang menghampiri.

Disadari atau tidak, kondisi tersebut telah memberikan pengaruh pada pergeseran budaya di masyarakat. Terdapat kecenderungan untuk berpola pikir serba instan, mengabaikan interaksi sosial antar sesama, kehidupan semakin individualis. Empati jadi barang langka. Budaya bangsa semakin tergerus, jikapun eksis, hanya sebatas entertainment belaka. Budaya bukan lagi menjadi karakter bangsa, tetapi hanya sebatas pagelaran kesenian, tanpa makna dan nilai.

Kegelisahan saya, juga kegelisahan kita semua, kian hari nilai-nilai budaya makin terdegradasi. Bisa kita lihat, makin ke sini, anak-anak makin “terbunuh”, tersisih dan menghilang. Anak-anak dipaksa lebih cepat dewasa, lagu anak-anak tak lagi diproduksi, permainan anak-anak semakin sulit ditemukan. Anak-anak dibentuk berdasarkan propaganda global, sesungguhnya ini adalah eksploitasi yang dibungkus atas nama profesionalitas dan kompetensi. Anak-anak dianggap sama dengan orang dewasa, hanya saja ukurannya cilik. Miris memang.

Anak-anak berkembang berdasarkan doktrin globalisasi, mereka dibentuk. Imajinasi tentang masa depan mereka dibatasi oleh sajian yang muncul dalam gadget atau internet. Banjirnya informasi tanpa batas, makin mengukuhkan cengkraman kapitalisme pada generasi muda, anak-anak kita. Dengan kegugupan dan kegagapan terhadap perubahan jaman, tanpa sadar kita sebagai orang tua turut serta melonggarkan jalan bagi anak-anak kita untuk segera meninggalkan dunianya, dunia anak-anak. Kita memaksa anak-anak kita dewasa sebelum waktunya.

Anak-anak adalah generasi penerus bangsa, di pundak mereka budaya bangsa akan dititipkan. Jika mereka tidak memahami sejarah dan budaya bangsanya, maka sudah dipastikan budaya dan jati diri bangsa Indonesia akan hilang, musnah ditelan jaman. Tentu ini sangat tidak kita inginkan, kita tentu berharap bahwa anak-anak kita adalah anak-anak Indonesia dengan karakter dan jati diri Indonesia. Anak-anak kita berbeda dengan anak-anak bangsa lain bukan sekedar perbedaan letak geografis, tetapi karena memang memiliki watak dan karakter bangsa Indonesia, dimanapun berada, mereka tetap menjadi anak-anak Indonesia dengan karakter dan jati diri budaya bangsanya.

Bagaimana agar anak-anak kita memahami budaya bangsa, dan menjadikannya sebagai jati diri. Saya bukanlah orang yang punya lingkar pengaruh besar, tak banyak orang yang bisa saya pengaruhi. Saya tidak bisa mempengaruhi anak-anak orang lain, tetapi saya masih bisa mempengaruhi anak-anak saya, keluarga saya. Untuk itu, yang saya lakukan adalah memulai dari lingkar terkecil dalam masyarakat, yaitu keluarga.

Keluarga memiliki ikatan interaksi yang kuat antar individunya, karena lahir dari kekuatan cinta kasih. Secara naluriah, dalam keluarga tumbuh rasa percaya. Setiap individu anggota keluarga akan yakin bahwa keluarganya akan senantiasa menjaga dan mendorong ke arah yang lebih baik. Rasa percaya inilah yang menjadi modal utama bagi setiap individu untuk berani melangkah. Dengan kepercayaan itu, penanaman nilai-nilai budaya akan dapat disemai subur, dan diyakini sebagai modal untuk berkemajuan.

Oleh karena itu, peran saya pribadi dalam menanamkan nilai-nilai budaya bangsa yang merupakan karakter dan jati diri bangsa adalah dengan memperkenalkan nilai-nilai kebangsaan, dan budaya kepada anak-anak dalam lingkup keluarga. Saya senantiasa mengajak anak-anak saya untuk berkelana dalam lorong waktu, menguak sejarah dan budaya bangsa yang tersebar di nusantara. Bertutur kisah bernilai kebajikan yang digali dari cerita-cerita rakyat nusantara. Bermain bersama dalam permainan tradisional. Berkunjung dari kota ke kota, menikmati alam, juga budaya. Menikmati makanan khas daerah. Ketika anak-anak senang, mereka akan berbagi cerita, dan mengajak teman-temannya. Semakin hari, makin bergulir, membesar, bergulung bagai bola salju.

Saya meyakini, peradaban dan budaya yang kuat, berangkat dari keluarga berbudaya kuat pula. Tanpa fondasi budaya dalam keluarga, niscaya tak ada pula budaya bangsa. Membangun peradaban dimulai dari membangun keluarga.


(pastikan sertakan sumber data berupa tautan asli dan nama jika mengutip suatu data)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DP
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini