Metatah (Potong Gigi) ; Tradisi Bali Menjaga Diri

Metatah (Potong Gigi) ; Tradisi Bali Menjaga Diri
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambunga

Keberagaman tak terhitung, kebudayaan terlahir tanpa henti, mencipta persatuan, dan merajut kerukunan. Indonesia dikenal dunia akan keindahan tiada tara, terkhusus kebudayaannya. Salah satu pulau destinasi, Bali menumbuhkan beribu tradisi unik dan menarik. Mari berkenalan dengan salah satunya.

Kehidupan masyarakat di Bali diwarnai tingkatan-tingkatan kehidupan melalui tradisi yang melekat. Tingkatan kehidupan ini ditandai dengan adanya upacara peringatan dimulai dan berakhirnya suatu tingkatan kehidupan. Tingkatan kehidupan menggambarkan perbedaan kewajiban dan tanggung jawab seseorang.

Upacara-upacara ini dilakukan sejak bayi masih dalam kandungan yakni upara megedong-gedongan, bayi usia tiga bulan dalam upacara nelubulanin, upacara hari kelahiran dalam upacara otonan, menek kelih ketika mulai beranjak dewasa, hingga kematian nanti dalam upacara pengabenan. Upacara-upacara tersebut tergolong dalam upacara manusa yadnya.

Upacara manusa yadnya merupakan upacara yang bertujuan memelihara hidup dalam mencapai kesempurnaan dan kesejahteraan dalam hidup seseorang. Salah satu upacara manusa yadnya yang menarik banyak atensi adalah upacara Metatah atau Mepandes atau potong gigi.

Upacara metatah umumnya dilaksanakan ketika seseorang menginjak usia remaja dan memasuki tingkat kehidupan yang lebih berbahaya. Masyarakat Hindu Bali memercayai bahwa setiap orang yang lahir dibekali sifat-sifat keraksasaan dalam dirinya yang akan sulit dikendalikan seiring perkembangan kehidupan. Sifat-sifat keraksasaan ini adalah musuh yang harus diperangi manusia.

Musuh ini dikenal sebagai Sad Ripu yang terdiri dari kama (hawa nafsu), loba (tamak), mada (kemabukan), moha (kebingungan), krodha (kemarahan) dan matsarya (iri hati). Melalui Upacara Metatah, diharapkan enam sifat keraksasaan ini akan mampu dikendalikan manusia dan berubah perlahan menjadi sifat-sifat kebaikan.

Menurut situs djkn.kemenkeu.go.id Metatah berasal dari kata “tatah” yang berarti pahat. Banyak kesalahpahaman terjadi dimana masyarakat berpikir bahwa upacara metatah atau potong gigi akan memotong gigi seseorang, namun upacara Metatah hanya akan mengikir enam gigi manusia.

Enam gigi tersebut adalah dua gigi taring dan empat gigi seri rahang atas. Keenam gigi melambangkan enam sifat keraksaan yang harus dikendalikan manusia. Setelah gigi dikikir, seseorang yang mengikuti upacara Metatah diminta mencicipi enam rasa. Mulai dari rasa pahit, asam, pedas, sepat, asin, hingga manis.

Rasa pahit dan asam merupakan simbol agar tabah menghadapi kehidupan yang keras. Rasa pedas sebagai simbol kesabaran apabila mengalami hal yang menimbulkan emosi kemarahan. Rasa sepat sebagai simbol agar taat pada peraturan dan norma-norma yang berlaku. Rasa asin menandakan kebijaksanaan sedangkan rasa manis sebagai penanda kehidupan yang berbahagia.

Prosesi Metatah berbeda-beda setiap wilayah, hal ini juga menciptakan kekayaan kebudayaan masyarakat Bali. Namun, secara umum dalam Lontar Dharma Kahuripan dan Lontar Puja Kalapati disebutkan beberapa prosesi yang kerap dilakukan saat upacara Metatah, yakni; Magumi Pandangan (prosesi menyatakan bahwa seseorang sudah siap bertanggung jawab kepada keluarganya), ngekeb (berjanji untuk mengendalikan Sad Ripu), mabyakala (membersihkan diri dari sifat-sifat jahat yang berasal dari luar), sembahyang ke merajan (memohon restu kepada Sang Hyang Widhi), ngrajah gigi (mengukir gigi dengan aksara suci), memahat gigi (simbolis terimakasih pada Sang Hyang Widhi), metatah (menyembah Bhatara Semara dan Bhatari Ratih), menginjak banten paningkeb (simbol hancurnya Sad Ripu), dan mejaya-jaya (memohon perlindungan dalam kehidupan).

dokumentasi pribadi
info gambar
dokumentasi pribadi
info gambar

Setiap prosesi dalam upacara Metatah memiliki makna penting dalam kelanjutan hidup setiap peserta Metatah.

Secara keseluruhan, upacara Metatah dimaknai sebagai pergantian perilaku untuk menjadi manusia sejati yang dapat mengendalikan diri dari godaan nafsu, pemenuhan kewajiban orang tuanya terhadap anak untuk menemukan hakekat manusia yang sejati dan agar dapat bertemu kembali di surga antara anak dengan orang tuanya setelah kematian menghampiri.

Dengan berbagai prosesi yang memiliki makna mendalam, upacara Metatah memiliki tujuan membersihkan diri dan memberikan proteksi pada umat Hindu di Bali.

Tradisi Bali ini merupakan salah satu upaya menjaga seseorang dari enam sifat yang akan menenggelamkan seseorang tersebut dalam jurang kehancuran apabila tidak dihindari atau dikendalikan.

Demikianlah mengapa upacara Metatah dikatakan sebagai tradisi Bali untuk menjaga diri seseorang dari bahaya masa depan, kekotoran, dosa, dan siksa neraka.

Tradisi ini wajib dilakukan karena dianggap sebagai pelunasan hutang orang tua kepada buah hatinya sebelum memasuki masa grehasta (berumah tangga).

Bersamaan dengan turun-temurunnya kewajiban membuat tradisi ini berhasil tetap terlestarikan. Potret budaya terdokumentasi dalam arsip kegiatan sehari-hari menyebabkan sebuah tradisi upacara potong gigi berumur panjang.

Seperti bagaimana tradisi Metatah, hal ini harus terjadi pada setiap kebudayaan yang ada di Indonesia. Kebudayaan harus memiliki tempat dalam hati dan pikiran masyarakat dengan memperluas lumbung cinta terhadap tanah air.

Demonstrasi kebudayaan dalam pandang masyarakat dunia semestinya berhasil mewujudkan kebudayaan yang terawat dalam bingkai Bhineka dalam rangka menumbuhkan asa bagi Negara.

Sumber:

https://www.detik.com/bali/budaya/d-6373354/pengertian-tradisi-metatah-adalah-berikut-sejarah-dan-tujuannya, https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-denpasar/baca-artikel/14861/Apa-sih-Upacara-Potong-Gigi-itu.html.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IM
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini