Festival Lomba Baliem Sebagai Perayaan Warisan Budaya Papua

Festival Lomba Baliem Sebagai Perayaan Warisan Budaya Papua
info gambar utama

Lembah Baliem merupakan lembah di Pegunungan Jayawijaya yang berada di ketinggian 1.600 meter diatas permukaan laut. Lembah ini dikelilingi pegunungan dengan pemandangannya yang indah dan masih alami. Suhunya bisa mencapai 10-15 derajat Celcius pada waktu malam. Lembah ini juga dikenal sebagai tempat tinggal Suku Dani yang terletak di Desa Wosilimo, sekitar 27 km dari Wamena, Papua.

Selain suku Dani, beberapa suku lainnya juga hidup bertetangga di lembah ini, yakni Suku Yali dan Suku Lani. Di Lembah Baliem, setiap tahun diselenggarakan acara istimewa, yakni Festival Lembah Baliem.

Acara tradisional Papua yang telah diadakan secara berkala sejak tahun 1989 ini diadakan pada bulan Agustus sehingga dapat menambah kegembiraan dalam perayaan Kemerdekaan Indonesia. Festival Lembah Baliem, yang berlokasi di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, melibatkan banyak penduduk asli dari berbagai suku seperti Suku Dani, Suku Lani, dan Suku Yali. Selama 3 hari festival ini berlangsung, berbagai keunikan dari Papua yang masih kental dengan warisan budayanya dipersembahkan.

16 November 2023, Malam Panjang bagi Pendukung Timnas Indonesia

Salah satu daya tarik utama Festival Lembah Baliem adalah pertunjukan perang antarsuku di lahan seluas 400 meter persegi yang melibatkan ratusan tentara dan penari. Pada awalnya, Festival Lembah Baliem adalah acara perang antara Suku Dani, Lani, dan Yali.

Ajang adu kekuatan ini sudah berlangsung sejak lama. Namun, berbeda dengan situasi di tempat lain, di Papua, pihak suku melihat perang sebagai simbol kesuburan dan kekayaan. Mereka meyakini bahwa jika upacara perang ini tidak dilaksanakan, maka produksi tanaman dan ternak babi dapat mengalami kegagalan.

Para ahli antropolog menjelaskan bahwa perang bagi Suku Dani adalah sebuah arena untuk menampilkan kehebatan prajurit dan kemewahan atribut perang.

Antusiasme unjuk kemampuan berperang pun lebih dominan dibandingkan keinginan untuk melukai musuh. Senjata yang umum digunakan adalah tombak burukuran 4,5 meter, busur, dan anak panah. Ketika perang sungguhan berlangsung, prajurit yang terluka akan segera dibawa keluar arena perang agar dapat langsung diberi pertolongan. Kini, untuk mempertunjukkan ritual perang antarsuku itulah Festival Lembah Baliem diselenggarakan. Jangan khawatir karena sekarang mereka tidak perang sungguhan lagi.

Pengunjung dapat merasa aman karena pertempuran di festival ini hanya merupakan sebuah latihan simulasi. Selama perang berlangsung, festival akan menjadi lebih hidup dengan ditambahkannya musik tradisional Papua yang enerjik.

Acara akan dimulai dengan sebuah skenario yang dapat memicu terjadinya perang. Situasi ini biasanya terjadi dalam bentuk serangan ke lahan pertanian atau kecurian babi. Ketika suku-suku lain mulai melawan, kita akan dapat menyaksikan sendiri perang suku yang merupakan atraksi utama dari Festival Lembah Baliem.

Setiap bulan Agustus bukan hanya ketiga suku tadi saja yang ikut serta, melainkan hampir semua suku-suku yang tinggal di Kabupaten Jayawijaya dan sekitarnya. Mereka menggunakan pakaian tradisional lengkap dengan lukisan di wajah dan membawa senjata perang, seperti tombak, parang, dan panah.

Ciri khas kehidupan masyarakat Papua lainnya juga dapat dilihat dalam setiap rangkaian acara Festival Lembah Baliem. Tanpa perlu masuk ke pedalaman, pengunjung sudah dapat melihat pertunjukan tarian dan musik tradisional.

Di samping itu, festival tersebut juga menampilkan serta menjual kerajinan tangan tradisional yang dimiliki oleh suku-suku asli Papua. Penduduk memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk berinteraksi melalui kompetisi memanah atau menembak. Selain itu, pengunjung juga memiliki kesempatan untuk mempelajari cara bermain alat musik tradisional seperti tifa dan pikon.

Tidak semua orang bisa memainkan pikon. Alat musik yang terbuat dari kulit pohon ini harus ditiup dengan teknik khusus agar dapat mengeluarkan bunyi. Lagu yang diiringi dengan pikon biasanya bercerita tentang kehidupan manusia.

ExxonMobil Akan Bangun Gudang Karbon di Laut Jawa, Investasi Rp31 Triliun

Ritual penutup Festival Lembah Baliem adalah perayaan tradisional yang melibatkan ritual bakar batu dan perlombaan karapan babi. Metode memasak yang khas di kalangan orang-orang yang tinggal di Lembah Baliem adalah dengan menggunakan teknik bakar batu. Batuan diatur dan dipanaskan menggunakan nyala api, setelah itu berbagai jenis bahan makanan seperti akar-akaran, jagung, wortel, dan sayuran dimasak di atasnya. Sebagai menu utama, hewan babi juga dimasak di atas batu. Jelaslah bahwa pertunjukan ini juga menarik untuk ditonton.

Pesta ini berasal dari suku-suku di pegunungan. Uniknya, dalam proses memasak, makanan dimasak dengan batu yang dipanaskan terlebih dahulu. Pesta memasak tradisional ini dibagi menjadi tiga tahap, yakni persiapan, babi panggang, dan puncaknya saat makan malam bersama.

Persiapan diawali dengan masing-masing suku menyerahkan babi sebagai persembahan. Para peserta pihak lain berkumpul di sekitar tempat itu dan menari. Kemudian, pada gilirannya adalah memanah kepala babi. Ketika semua babi yang terkena panah langsung mati, pertanda acara akan sukses.

Jika tidak segera mati, diyakini terdapat suatu kesalahan dengan acara tersebut. Di lokasi lain, para ibu sibuk mengatur area pembakaran yang terdiri dari kolam berukuran kecil. Dasar kolam dilapisi oleh rumput dan dedaunan pisang. Arti dari acara pesta bakar batu adalah sebagai representasi dari tindakan saling menghormati dan memaafkan antara para partisipan. Tradisi pesta bakar batu sudah menjadi bagian dari kehidupan keluarga di seluruh suku di tanah Papua.

Hiburan lain yang akan pengunjung dapatkan di festival ini adalah karapan babi. Begitu dominannya babi di dalam kehidupan masyarakatnya adat Papua sampai tercipta sebuah perlombaan yang melibatkan babi-babi kecil beserta majikannya. Tiap peserta dengan masing-masing satu babi kecil akan berlomba untuk lebih dulu mencapai garis finish. Caranya, babi-babi ini akan berlari mengikuti sang majikan. Babi siapa yang paling penurut dan cepat, dialah yang menang.

Portal "Indonesia Film Facilitation", Memudahkan Izin Lokasi dan Memajukan Perfilman Lokal

Referensi:

Riana, Deny. 2021. Jelajah Wisata Budaya Negeriku Provinsi Papua. Bandung. CV. Angkasa.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

S
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini