Di Balik Stereotip Salad, Gender, hingga Pecel: Cerita Makanan Sehat yang Mengejutkan

Di Balik Stereotip Salad, Gender, hingga Pecel: Cerita Makanan Sehat yang Mengejutkan
info gambar utama

Seringkali kita mendengar stereotip yang merendahkan makanan vegan, menggambarkannya hanya sebagai salad dan sebagian besar berasal dari budaya Barat. Meskipun pandangan umum ini seringkali merangkum gaya hidup vegan sebagai sesuatu yang mewah dan mahal, kenyataannya jauh lebih beragam.

Seiring dengan perkembangan waktu, berbagai wilayah di Asia telah mengadaptasi gaya hidup vegan dengan menawarkan opsi makanan yang lebih terjangkau secara ekonomi. Hal ini membuktikan bahwa pengalaman menikmati hidangan vegan yang beragam tidak selalu harus disertai dengan biaya tinggi.

Pemahaman akan ragam pilihan makanan vegan yang dapat diakses oleh berbagai lapisan masyarakat semakin memperkuat konsep bahwa gaya hidup ini dapat dinikmati oleh semua kalangan.

Selain itu, melibatkan pandangan sejarah dapat memberikan wawasan tambahan tentang persepsi terhadap makanan, seperti halnya salad. Sejarah mencatat bahwa salad, yang saat ini sering dikaitkan dengan gaya hidup sehat, memiliki akar dalam kehidupan Bangsa Roma.

Asal usul kata "salad" berasal dari Bahasa Latin, "sal," yang berarti garam. Orang Roma pada masa itu memiliki kebiasaan menyantap salad berupa dedaunan hijau yang diasinkan dan diberi minyak zaitun beserta garam.

Menariknya, salad juga pernah dianggap sebagai makanan yang kurang lezat dan sering kali dikaitkan dengan stereotip gender. Pandangan ini muncul karena salad dianggap lebih sesuai bagi perempuan yang ingin menjaga bentuk dan ukuran tubuh ideal.

Stereotip gender tersebut mengakibatkan salad dianggap kurang cocok untuk konsumsi oleh laki-laki, yang tidak mendapat tekanan sosial sebanding terkait dengan penampilan fisik mereka. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan pergeseran pandangan, saat ini, pemahaman tentang makanan telah melampaui stereotip gender, dan salad menjadi semakin diterima dan dihargai oleh berbagai kalangan sebagai bagian dari pilihan makanan sehat dan lezat.

Dua penelitian yang merinci stereotip gender terkait pola makan menghadirkan penelitian oleh Counihan (1999) dan Millman (1980) sebagai dasar pembahasan. Hasil penelitian tersebut memberikan pemahaman lebih mendalam tentang bagaimana stereotip gender dapat memengaruhi perilaku makan.

Selanjutnya, riset yang dilakukan oleh Rozin, Bauer, dan Catanese (2003) menambah dimensi lain dengan menyimpulkan bahwa laki-laki cenderung lebih cuek dalam hal mengonsumsi makanan sehat, sementara perempuan terkadang cenderung membatasi jumlah konsumsi makanan untuk terlihat lebih feminin.

Pemahaman ini sejalan dengan nasehat yang seringkali diberikan kepada anak perempuan, yang memperkuat pengaruh stereotip gender terhadap keputusan makan.

Tidak hanya itu, studi terkini yang dilakukan oleh Luke Zhu (2015) menyajikan pandangan baru terkait presentasi visual makanan. Menurut penelitian ini, makanan sehat cenderung diproduksi dengan kemasan yang lebih feminin, sementara makanan yang dianggap tidak sehat mendapat kemasan yang lebih maskulin. Temuan ini menyoroti aspek visual dalam membangun persepsi makanan, menciptakan kesan tertentu yang dapat memengaruhi pilihan konsumen.

Dalam konteks globalisasi makanan, munculnya tren veganisme di dunia Barat telah memberikan dampak signifikan terhadap cara masyarakat di seluruh dunia memandang makanan. Gaya hidup vegan seringkali dilihat sebagai simbol kesehatan dan kepedulian lingkungan yang menjadi bagian dari pola makan. Perkembangan globalisasi makanan bukan hanya sekadar perubahan dalam selera kuliner, melainkan juga merubah pandangan masyarakat terhadap konsep makanan sehat.

Meskipun sebelumnya makanan sehat dikaitkan erat dengan gaya hidup Barat, kini nilai-nilai ini semakin meresap ke dalam kuliner lokal di berbagai belahan dunia. Seiring berjalannya waktu, masyarakat di berbagai negara mulai mengintegrasikan prinsip-prinsip makanan sehat ke dalam keanekaragaman hidangan tradisional mereka.

Namun, di tengah dinamika ini, budaya Asia, khususnya Indonesia, telah lama menerapkan konsep makanan sehat dalam hidangan tradisional mereka. Sebagai contoh, hidangan seperti pecel di Indonesia bukan hanya sekadar respons terhadap tren global, melainkan merupakan bagian dari warisan kuliner yang telah lama dijunjung tinggi.

Sehingga, sementara globalisasi makanan membawa perubahan signifikan dalam pandangan terhadap makanan sehat, budaya Asia tetap mempertahankan akar nilai-nilai kesehatan dalam hidangan mereka sejak zaman dahulu.

Menggali lebih dalam tentang prestasi global dari kuliner tradisional Indonesia, pecel berhasil meraih peringkat ke-13 dari 50 jenis salad di seluruh dunia. Hal tersebut dilansir dari Taste Atlas dan menandakan bahwa konsep makanan sehat tidak hanya terpaku pada budaya Barat dan dengan harga mahal, tetapi juga tercermin dalam hidangan khas Indonesia.

Selain menggoda lidah dengan cita rasa lezatnya, pecel juga menjadi pilihan yang cocok untuk para pengikut gaya hidup vegan. Dengan bahan-bahan yang bersumber dari alam dan mudah ditemukan di Indonesia, pecel tidak hanya menjadi pilihan makanan yang lezat dan sehat, tetapi juga tersedia dengan harga yang terjangkau bagi berbagai lapisan masyarakat.

Oleh karena itu, masyarakat Indonesia dapat dengan bangga merayakan pencapaian global dari warisan kuliner mereka, terutama dalam konteks makanan sehat yang semakin diakui dan dihargai secara luas.

Referensi:

  • Pecel Dan Gado-gado Masuk 50 Salad Terenak Di dunia - Batu Network. (2023, August 2). Batu Network. Retrieved December 9, 2023, from https://batu.jatimnetwork.com/kuliner/9989678300/pecel-dan-gado-gado-masuk-50-salad-terenak-di-dunia
  • Perbedaan Persepsi Makanan Vegan dalam Budaya Barat dan Asia. (2022, June 24). CXO Media. Retrieved December 9, 2023, from https://www.cxomedia.id/art-and-culture/20220622140741-24-175316/perbedaan-persepsi-makanan-vegan-dalam-budaya-barat-dan-asia
  • Sukmasari, E. (2023, August 30). Sejarah Salad dan Kaitannya dengan Stereotip Gender - Cultura. Cultura Magazine. Retrieved December 9, 2023, from https://www.cultura.id/sejarah-salad-dan-kaitannya-dengan-stereotip-gender

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini