Membaca Perjuangan Rakyat Aceh Melawan Kompeni Selama 72 Tahun

Membaca Perjuangan Rakyat Aceh Melawan Kompeni Selama 72 Tahun
info gambar utama

Perang Aceh merupakan peristiwa besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Perang ini adalah bentuk perlawanan rakyat Aceh terhadap pemerintah kolonial Belanda pada 1873-1912.

Dimuat dari CNN Indonesia, pemerintah kolonial Belanda memang ingin menanamkan pengaruhnya di Aceh sejak abad ke 17. Ketika itu Aceh telah menjadi pusat perdagangan yang ramai karena lokasinya yang strategis.

Selain itu Aceh memiliki banyak kekayaan alam, seperti lada, hasil tambang, serta hasil hutan yang melimpah sehingga Belanda sangat ingin menguasainya untuk mewujudkan misinya yaitu Pax Neerlandica.

Legenda Putri Hijau yang Kecantikannya Menyebabkan Peperangan, Ini Faktanya!

Belanda terhalang untuk menguasai Aceh karena terikat dengan Traktat London pada 1824. Perjanjian itu mewajibkan Belanda menghormati kedaulatan Aceh. Hal ini membuat Belanda tidak berani menduduki kawasan tersebut.

Namun pada 1871, Traktat Sumatra antara Inggris dan Belanda terjadi untuk perbaikan Traktat London. Perjanjian ini diantaranya memberikan kebebasan bagi Belanda untuk memperluas kekuasaannya di Sumatra.

Terjadinya Perang Aceh

Karena perjanjian itu, Belanda bebas melebarkan wilayah kekuasaannya ke seluruh Sumatra termasuk Aceh. Pada 1873, Belanda melakukan agresi pertamanya yang dipimpin Mayor Jenderal Kohler bersama 168 orang perwira dan 3800 serdadu.

Terjadilah kontak senjata antara pasukan Aceh dan Belanda di daerah pantai barat daya kota Pantai Ceureumen. Setelah berhari-hari terjadi perlawanan, Pasukan Belanda dikalahkan oleh masyarakat Aceh bahkan Jenderal Kohler tewas.

Kekalahan ini membuat Belanda semakin berniat untuk menguasai wilayah Aceh. Sekitar tahun 1873, Belanda mengutus pasukan keduanya untuk menyerang Aceh di bawah pimpinan Letnan Jenderal van Swieten.

Reinkarnasi Perempuan Dari Lampadang

Pada 6 Januari 1874, penjajah menduduki wilayah Pante Pirak, sebelah utara Kutaraja. Pada 12 Januari di tahun yang sama, Belanda merebut Kuta Gunongan. Hingga pada tanggal 24 Januari, pasukan kolonial mampu menduduki istana Kesultanan Kerajaan Aceh.

Tetapi walau telah diklaim Belanda, pasukan Aceh di bawah pimpinan tokoh seperti Teungku Chik di Tiro dan lain-lain tetap melakukan perlawanan. Demikian sejak itu, Perang Aceh terus berlangsung dan jenderal-jenderal Belanda terus silih berganti.

Akhir Perang Aceh

Karena mengalami kerugian besar, Belanda memikirkan cara yang lebih efektif untuk mengalahkan pasukan Aceh. Sehingga pada tahun 1891, seorang orientalis Belanda yakni Snouck Hurgronje menyamar sebagai orang Islam.

Di sana, Snouck Hurgronje mempelajari kekuatan dan kelemahan pasukan Aceh untuk dilaporkan kepada Belanda sehingga mereka dapat menyusun strategi yang pas. Dia juga berusaha mendapatkan kepercayaan para tokoh Aceh.

Pageu Gampong, Ternyata OVOP Juga

Dirinya kemudian berhasil memecah belah persatuan dan kekuatan masyarakat Aceh, salah satunya dengan memisahkan antara pemimpin kerajaan dengan ulama Aceh. Hal ini membuat perlawanan rakyat Aceh tak didukung oleh pemimpin kerajaan.

Perang mulai mereda setelah Cut Nyak Dien berhasil ditangkap lalu diasingkan oleh Belanda sampai wafat pada 8 November 1908. Perang selanjutnya masih tetap terjadi hingga empat tahun kemudian, walau tidak terlalu massal.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini