Peran Arsip dalam Wawasan Kebangsaan

Peran Arsip dalam Wawasan Kebangsaan
info gambar utama

Keberagaman Indonesia sebagai anugerah termanifestasi dalam kemajemukan dengan jumlah penduduk mencapai 270,20 juta jiwa berdasarkan sensus penduduk tahun 2020. Tingkat keberagaman yang tinggi ini juga membawa potensi konflik yang mengancam ketahanan bangsa. Dalam menghadapinya, penting untuk mencegah permasalahan sosial inter-masyarakat melalui sebuah wawasan. Dewasa ini wawasan tersebut diberi nama Wawasan Kebangsaan.

Wawasan kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan kesatuan, persatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kesatuan dan persatuan nasional ini bersifat kultural, tidak hanya bernuansa struktural yang mengandung satu kesatuan ideologi, kesatuan politik, kesatuan sosial budaya, kesatuan ekonomi, kesatuan pertahanan dan keamanan.

Melalui cara pandang ini, bangsa Indonesia dapat mendayagunakan kondisi keberagaman dan kekayaan alamnya untuk kepentingan nasional dengan tetap mengutamakan kebersamaan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Wawasan kebangsaan menjadi cara pandang dalam memecahkan berbagai permasalahan di masyarakat.

Musim Kemarau Baru Berakhir Pada Akhir Januari, Ancaman Bencana di Depan Mata?

Namun, Wawasan Kebangsaan dapat runtuh dan luntur jika para pemangku kepentingan dan masyarakat tidak peduli dan membiarkan wawasan kebangsaan bergerak tanpa arah, tanpa pondasi. Meningkatkan kepedulian akan wawasan kebangsaan dapat dimulai dengan memanfaatkan arsip sebagai salah satu sumber informasi. Informasi yang akan menjadi media pembelajaran bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan bahan rujukan bagi para pemangku kebijakan.

Peran Arsip dalam Wawasan Kebangsaan

Secara umum, saya membagi peran arsip dalam wawasan kebangsaan atas tiga hal yakni sebagai sumber inspirasi, validasi dan pengetahuan. Sebagai sumber inspirasi contohnya, pemangku kebijakan yang akan memutuskan besaran Tunjangan Hari Raya (THR) bagi para aparatur negara dapat mencari inspirasi dari keputusan yang telah dibuat pimpinan Indonesia di masa lalu terkait THR.

Salah satunya Peraturan Pemerintah Presiden Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1965 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya Tahun 1966 Pegawai Negeri Pejabat Negara yang disahkan Presiden Sukarno. Pada informasi arsip ini dinyatakan bahwa pemerintah Indonesia memberikan THR dengan jumlah yang sama ke semua aparatur negara tanpa memandang jabatan dan tempat bekerja.

Prinsip keadilan menjadi pondasi disahkannya peraturan tersebut karena tidak adanya perbedaan jumlah pemberian kepada tiap aparatur negara. Pemangku kebijakan saat ini dapat menggali inspirasi dari arsip yang dihasilkan pimpinan terdahulu guna mewujudkan kebijakan yang sesuai nilai wawasan kebangsaan, yakni adil dan makmur.

Manfaat Ceker Ayam, Makanan yang Disukai Orang Indonesia dan Andros Townsend

Sebagai sumber validasi arsip dapat berfungsi untuk menangkal berita bohong (hoax) yang marak di masyarakat saat ini. Era post-trurt membuat konsepsi fakta-fakta kebenaran yang objektif sulit diterima. Contoh kasusnya adalah posisi hutang Indonesia kepada luar negeri, secara luas opini yang terbentuk adalah posisi hutang Indonesia sangat mengkhawatirkan sehingga kepercayaan publik terhadap pemerintah sangat kecil.

Padahal jika melihat arsip yang dikeluarkan oleh instansi terkait seperti Kementerian Keuangan, kita akan mendapatkan fakta yang lebih objektif yakni rasio Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap hutang relatif aman, jauh dibawah batas rasio hutang yang diatur konstitusi.

Arsip sebagai sumber validasi akan berperan penting dalam menghadirkan fakta yang lebih objektif. Sifat arsip sendiri netral dan apa adanya. Validasi mutlak diperlukan sebagai upaya mencegah terjadinya permasalahan yang lebih luas seperti hilangnya nilai persatuan dan kesatuan bangsa.

Presiden Sukarno pada 28 Mei 1958 saat memberikan kuliah umum di hadapan para mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) mengatakan: ”Belajarlah sejarah, karena dari belajar sejarah kita akan mendapatkan pengetahuan atas usaha orang Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaannya.”

Pengetahuan sejarah salah satunya bisa didapatkan dari khazanah arsip statis koleksi lembaga kearsipan. Dengan memanfaatkan ini, arsip akan berperan sebagai sumber pengetahuan selaras dengan nilai wawasan kebangsaan yakni tumbuhnya cinta terhadap tanah air.

Arsip pada akhirnya memiliki peran yang signifikan pada wawasan kebangsaan. Hal ini dikarenakan dalam arsip tercermin rekaman kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan memanfaatkan arsip yang lebih komprehensif akan berdampak bagi terwujudnya kepentingan nasional sesuai yang telah diamanatkan pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Dapat dipastikan bahwa wawasan kebangsaan tanpa arsip yang autentik dan terpercaya akan menjadi tradisi lisan saja, tidak kuat pembuktian, dan mudah hilangnya ingatan atas nilai-nilai kebangsaan yang telah lahir dan berjalan.

Sambutan Hangat Menparekraf Kepada Wisman Pertama di Indonesia Tahun 2024

Referensi:

  • Undang-Undang No 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan
  • Peraturan Pemerintah Presiden Republik Indonesia Nomor 37 tahun 1965 Pemberian Tunjangan Hari Raya Tahun 1966 Pegawai Negeri Pejabat Negara
  • Kementerian Pertahanan. 2015. Buku Putih Pertahanan Indonesia. Jakarta: Kementerian Pertahanan
  • Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. 2019. Modul Wawasan Kebangsaan dan Nilai-nilai Dasar Bela Negara. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia
  • https://www.bps.go.id/news/2015/11/18/127/mengulik-data-suku-di-indonesia.html

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini