Insyafnya Para Pemburu untuk Pelestarian Burung Endemik Langka dari Maluku

Insyafnya Para Pemburu untuk Pelestarian Burung Endemik Langka dari Maluku
info gambar utama

Kepulauan Maluku terkenal sebagai surganya burung nan indah memesona. Dari 1.777 spesies burung yang ada di Indonesia, 700 spesies ada di zona Wallacea yang mencangkup Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Kepulauan Maluku.

“Tak heran, wilayah ini menjadi pusat perburuan dan perdagangan ilegal burung endemik, seperti nuri, kakatua, perkici, dan kasturi,” jelas Vincentia Widyasari, Koordinator Kemitraan Kepulauan Maluku yang dimuat dari Kompas.

Peran Burung Layang Layang Batu yang Selalu Menolong Para Petani

Burung Indonesia mengungkapkan dari 1.117 ekor burung paruh bengkok yang disita aparat sepanjang 2018, lebih dari 700 ekor burung kasusnya terkait Maluku Utara. Selain itu, pada 2017 ada 3.225 ekor burung paruh bengkok yang ditangkap hanya dari Halmahera Selatan.

Disebutkan oleh Vincentia, sampai periode April 2019, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Maluku telah menyita 311 satwa dilindungi yang hendak dijual. Biasanya burung ini akan diperdagangkan ke pasar internasional.

“Dari Maluku, burung diperdagangkan lewat jalur Bitung (Sulawesi Utara), Surabaya, sampai ke Batam. Dari Batam, burung diperdagangkan ke pasar internasional,” ujarnya.

Lemahnya hukum

Diungkapkan oleh Vincentia maraknya perburuan dan perdagangan burung endemik di kawasan Wallacea disebabkan desakan ekonomi. Pemburu burung beraksi demi mendapatkan uang secara mudah, apalagi melimpahnya populasi.

“Selain itu, lemahnya perlindungan hukum terhadap spesies burung endemik dan ketidaktahuan masyarakat tentang pentingnya kestabilan populasi bagi keseimbangan ekosistem berkontribusi terhadap tingginya perburuan burung,” jelasnya.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah 1 BKSDA Maluku, Abas Hurasan menjelaskan bahwa pengawasan satwa dilindungi selama ini kurang optimal. Hal ini karena keterbatasan petugas yang ada di lapangan.

Kisah Jaka Mangu, Perkutut Jelmaan Pangeran Pajajaran yang Dicintai Brawijaya V

Abas mencontontohkan di Cagar Alam Gunung Sibela di Pulau Bacaan hanya dijaga oleh dua petugas. Padahal, lanjutnya, luas kawasan cagar alam itu mencapai 23.000 hektare. Sehingga butuh bantuan masyarakat.

“Kami juga gencar mengkampanyekan ke masyarakat tentang dampak punahnya burung-burung di alam liar. Selain itu, sosialisasi pelarangan perburuan dan perdagangan burung juga terus dilakukan dengan menggandeng organisasi non pemerintah,” kata Abas.

Tumbuh kesadaran

Tetapi ada kabar baik, karena mulai muncul kesadaran dari masyarakat untuk berhenti berburu dan memelihara burung endemik. Misalnya banyak masyarakat yang mengembalikan burung hasil sitaan atau temuan ke pusat rehabilitasi.

Di sana, ratusan ekor burung direhabilitasi agar kembali ke perilaku aslinya setelah lama dipelihara manusia. Beberapa masyarakat juga bisa menyaksikan burung-burung endemik itu secara langsung.

“Saya sadar, apabila burung musnah di alam, apa yang bisa diharapkan? Lebih baik dibiarkan saja berkembang agar kita bisa terus menyaksikannya,” ujar Butje Makatita, mantan pemburu burung di Pulau Seram.

Mengenal Burung Bubut, Burung yang Kian Langka untuk Dijumpai

Baginya keberadaan burung di alam tidak dapat diremehkan. Di balik warna bulunya yang menakjubkan dan kicauannya yang merdu, burung punya peran kunci sebagai pengendali hama tanaman, membantu penyerbukan, dan menyebarkan biji-bijian.

“Keberadaan burung juga menjadi inspirasi bagi ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk kehidupan manusia,” paparnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini