Eksplorasi Warisan Seni Budaya di Sulawesi Utara, Kearifan Lokal yang Terus Dilestarikan

Eksplorasi Warisan Seni Budaya di Sulawesi Utara, Kearifan Lokal yang Terus Dilestarikan
info gambar utama

Provinsi Sulawesi Utara memiliki kondisi alam dan budaya unik yang tidak dimiliki oleh provinsi lain. Namun demikian, ada beberapa kreasi budaya yang hampir sama atau memiliki kesamaan dengan budaya provinsi lain. Hal ini karena adanya latar belakang yang hampir sama dengan provinsi tersebut.

Hasil kreasi budaya masyarakat Provinsi Sulawesi Utara diwujudkan dalam bentuk yang beraneka ragam, seperti arsitek bangunan, seni pertunjukan, dan upacara adat. Hasil budaya tersebut ada yang asli tanpa pengaruh budaya luar dan ada pula hasil kreasi perpaduan budaya asing dan budaya tradisional. Semua produk budaya tersebut menjadi salah satu wisata budaya yang diminati banyak wisatawan.

Kawan GNFI, berikut warisan seni budaya dari Provinsi Sulawesi Utara!

Rumah Adat Minahasa

Rumah adat Minahasa disebut dengan istilah wale atau bale, yaitu rumah atau tempat melakukan aktivitas untuk hidup keluarga. Ada pula sabuwa, yaitu rumah kecil untuk tempat beristirahat, berlindung sewaktu hujan, memasak, ataupun tempat menyimpan hasil panen sebelum dijual.

Ciri utama rumah tradisional ini berupa “rumah panggung” dengan 16 sampai 18 tiang penyangga dan dua tangga di bagian depan rumah. Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa, peletakan tangga tersebut dimaksudkan apabila ada roh jahat yang mencoba untuk naik dari salah satu tangga maka roh jahat tersebut akan kembali turun di tangga sebelahnya.

Kawan GNFI dapat melihat rumah tradisional adat Minahasa ini di desa-desa Minahasa yang sebagian besar rumahnya masih berupa rumah panggung tradisional. Akan tetapi kebanyakan rumah-rumahnya telah mengalami perubahan bentuk, sesuai dengan kebutuhan pemiliknya.

Di Museum Seni Terbesar Dunia, Indahnya Kain Tradisional Indonesia Hadir Memberi Warna

Upacara Adat Kabasaran di Watu Pinawetengan

Upacara adat ini biasa diselenggarakan di kawasan megalit Watu Pinawetengan dan Watu Tumotowo di Desa Pinabetengan, Kecamatan Tompaso, Kabupaten Minahasa. Desa Pinabetengan merupakan suatu desa megalit yang berada sekitar 50 kilometer arah selatan dari Kota Manado. Tujuan dari pelaksanaan ritual tahunan ini adalah untuk melakukan “pembersihan” dari semua yang jelek di tempat pelaksanaan ritual tahunan ini.

Dalam upacara ini tampak iring-iringan pasukan berkuda lengkap dengan segala peralatan perang, seperti: tombak besi, pedang tebal panjang (kolaborasi samurai dan peda – pedangnya orang Minahasa), dan terompet (sebagai alat perintah/penanda).

Selain itu, iring-iringan pasukan tersebut juga membawa simbol-simbol ilmu gaib, antara lain tengkorak kain merah, mulut burung taon (burung alo), dan bendera yang menghiasi pakaian pimpinan para pasukan Kabasaran dari sembilan etnis Minahasa.

Upacara Adat Mamu’a Ton’na

Upacara adat ini merupakan tradisi tahun baru Provinsi Sulawesi Utara. Upacara ini merupakan ucapan syukur dan doa permohonan kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar diberi kedamaian, keberuntungan, dan keselamatan di dalam menjalani kehidupan pada tahun yang baru.

Kata mamu’a berarti membuka dan ton’na berarti tahun. Makna simbolisnya berkaitan dengan tradisi Mangunsi’n Ton’na (Mangunsi’n berarti mengunci dan Ton’na berarti tahun). Mangunsi’n Ton’na mengandung pengertian meninggalkan tahun lama, sedangkan Mamu’a Ton’na mengandung pengertian memasuki tahun baru.

Kata mangunsi’n dan kata mamu’a berkonotasi pintu/jalan hidup yang menunjuk pada bumi tempat berpijak atau tempat kehidupan manusia di mana ada jalan menuju pada kebaikan dan juga ada jalan menuju kepada kesengsaraan.

Festival Bunaken

Festival ini diselenggarakan setiap tahun dalam rangka menyambut hari ulang tahun Provinsi Sulawesi Utara. Festival ini biasa dilaksanakan di Bunaken, Kota Manado. Dalam festival ini ditampilkan berbagai pertunjukan seni budaya daerah serta atraksi wisata.

Beberapa pertunjukan seni budaya daerah dan atraksi wisata yang pernah diselenggarakan dalam festival ini, antara lain Sea Carnaval di Pulau Bunaken, Parade Pakaian Tradisional Nusantara, Pergelaran Seni Pertunjukan Tari dan Musik antar Kota dan Kabupaten se-Sulawesi Utara.

Festival Bunaken yang biasa diselenggarakan pada bulan September ini telah masuk dalam calendar of event dan peta event pariwisata internasional yang diminati banyak anggota masyarakat termasuk wisatawan domestik dan mancanegara.

Tari Maengket

Tari Maengket sudah ada sejak zaman dahulu dan sampai saat ini masih berkembang. Maengket sudah ada di tanah Minahasa sejak rakyat Minahasa mengenal pertanian terutama menanam padi di ladang.

Dahulu nenek moyang masyarakat Minahasa menari Maengket hanya pada waktu panen padi dengan gerakan-gerakan sederhana, tetapi sekarang tarian Maengket telah berkembang baik pada bentuk maupun gerakan tariannya. Namun, modifikasi tarian tersebut tetap tidak meninggalkan keaslian Maengket, terutama syair (sastra) lagunya.

Mengenal Seni Bordir Bangil Sebagai Warisan Budaya Takbenda dari Jawa Timur

Tari Katrili

Menurut legenda, tari Katrili dibawa oleh bangsa Spanyol yang datang untuk membeli hasil bumi. Pada mulanya tarian ini dibawakan karena mereka merasa puas dengan hasil usahanya. Lama-kelamaan mereka mengundang seluruh rakyat Minahasa yang akan menjual hasil buminya untuk mencari bersama-sama sambil mengikuti irama musik dan aba-aba. Ternyata tarian ini boleh juga dibawakan pada waktu acara pesta perkawinan di tanah Minahasa.

Terompet Bambu

Terompet bambu telah dibuat dan dimainkan selama ratusan tahun di Provinsi Sulawesi Utara, terutama di Sangihe dan Talaud. Bambu yang sangat tua dan berkualitas tinggi dibentuk menjadi terompet yang indah sehingga dapat menghasilkan bunyi yang merdu.

Supaya terompet tahan lama dan berkualitas bagus, terlebih dahulu galah bambu direndam dalam air yang mengalir. Biasanya galah bambu itu direndam di sungai selama sekitar tiga bulan. Kemudian, bambu tersebut dikeringkan dengan cara ditempatkan pada papan di atas nyala api kecil selama sekitar empat bulan. Hanya dengan cara itu bambu siap untuk diolah menjadi terompet.

Kain Tenun Bentenan

Kain tenun bentenan merupakan harta peninggalan yang bernilai tinggi. Pertama kali ditemui dan ditenun terkahir di daerah Ratahan pada tahun 1900. Kain itu disebut kain tenun bentenan karena dihubungkan dengan Desa Bentenan yang terletak di pesisir pantai timur Minahasa Selatan, termasuk Ratahan dan Ponosakan.

Sampai saat ini (menurut penelitian), hanya terdapat 28 lembar kain bentenan yang tersisa di dunia. Empat di antaranya terdapat di Museum Nasional Jakarta, empat helai di Tropen Museum Amsterdam, tujuh helai di Museum Wereld Rotterdam, dua helai di Museum Jerman, empat helai di Ethnographical Museum Dresden, dan satu helai di Indonesia Ethnografisch Museum Delf.

Pada mulanya pembuatan kain tenun bentenan sangat sakral. Sebelum benang-benang ditenun, biasanya di penenun menyanyikan lagu Ruata. Ruata artinya Tuhan (meminta kepada Tuhan yang Maha Esa supaya kain tenun itu dapat ditenun dengan sebaik-baiknya), karena kain tenun bentenan pada saat itu khusus ditenun untuk kepala-kepala upacara keagamaan yang disebut Walian dan Tonaas.

Serat kain tenunnya sangat halus dan terbuat dari benang kapas dengan warna-warna yang cerah dan sangat bervariasi. Panjang kain tenun bentenan sekitar 1,67 meter dan lebar 82 centi meter.

Menyelami Keindahan dan Prospek Masa Depan Plaju Ecoprint, Ekspresi Seni Ramah Lingkungan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

S
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini