Makna Awal Sontoloyo adalah Pengembala Bebek, Mengapa Kini jadi Umpatan?

Makna Awal Sontoloyo adalah Pengembala Bebek, Mengapa Kini jadi Umpatan?
info gambar utama

Masyarakat biasa menggunakan kata sontoloyo sebagai umpatan kepada seseorang saat marah atau jengkel. Bahkan ucapan ini sempat dilontarkan oleh Presiden Jokowi pada 2018 untuk mengingatkan masyarakat agar berhati-hati kepada politisi sontoloyo.

Sebelum Jokowi, Presiden Soekarno juga pernah menggunakan kata sontoloyo sebagai umpatan. Bahkan Proklamator ini menulis sebuah artikel bertajuk Islam Sontoloyo di majalah Panji Islam pada 1940.

Mengenal Kota Sumenep sebagai 'The Soul of Madura'

Dinukil dari Kompas, Guru Besar Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Sarwiji Suwandi menjelaskan kata sontoloyo dalam bahasa Indonesia memang mengandung konotasi negatif.

“sebagai kosa kata bahasa Indonesia, kata tersebut digunakan untuk makian atau hal-hal negatif,” ujarnya.

Berbeda di daerah

Tetapi berbeda di daerah Jawa, sontoloyo ternyata memiliki arti penggembala itik atau bebek. Dikatakan oleh sosiolog UNS Drajat Tri Kartono bahwa profesi sontoloyo bertugas menggembala ratusan ekor bebek, biasanya di daerah persawahan.

“Sontoloyo itu penggembala bebek, pekerjaan. Tetapi karena bebeknya itu kan biasanya dibawa ke sawah yang baru dipanen dan bebeknya ngacak-ngacak di sana,” jelas Drajat.

Drajat melanjutkan ratusan bebek yang digiring sontoloyo akan datang dan pergi dengan cara berbaris sepanjang jalan. Tetapi terkadang rombongan bebek akan menyeberangi jalan secara sembarangan sehingga menyulitkan orang lain.

Mitoni, Tradisi Budaya Jawa untuk Menyambut 7 Bulan Kehamilan

Dijelaskan olehnya, karakteristik sontoloyo dan rombongan bebek yang seenaknya sendiri menjadi umpatan orang-orang. Biasanya orang-orang yang melihat perilaku negatif itu akan mengumpat dasar sontoloyo.

“Karena karakteristik seperti itu, kemudian dipakailah nama sontoloyo sebagai ujaran yang terkait dengan makna negatif, sebuah kebodohan, kesembronoan, sak karepe dewe (semaunya sendiri),” katanya.

Jadi perkembangan

Drajat menerangkan pergeseran makna kata seperti sontoloyo masuk dalam konteks sosiopragmatik. Artinya sebuah istilah mengalami perkembangan karena adanya relasi sosiologis atau kondisi di masyarakat.

Menurutnya, kondisi sosiologis masyarakat membuat arti sontoloyo bergeser menjadi berkonotasi negatif. Hal yang serupa terjadi pada kata bajingan yang semula merupakan nama profesi pengemudi gerobak sapi.

Mengenal Brokohan, Tradisi Jawa Menyambut Kelahiran Bayi yang Masih Lestari

“Di dalam konteks sosiologis tertentu, kata-kata itu kemudian dipilih untuk dimaknai sesuatu yang tentu kadang ada kaitannya dengan kata asli kadang tidak,” ungkapnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini