Kisah Penari Tayub dari Kerajaan Mataram yang Jadi Asal-usul Kecamatan Kasihan di Bantul

Kisah Penari Tayub dari Kerajaan Mataram yang Jadi Asal-usul Kecamatan Kasihan di Bantul
info gambar utama

Di Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat sebuah kecamatan yang bernama Kasihan. Seperti apa asal-usul nama daerah tersebut?

Kasihan merupakan sebuah kecamatan yang terletak di Bantul bagian utara. Letaknya sangat dekat dengan Kota Yogyakarta.

Asal-usul Kasihan bakal menarik karena namanya yang unik. Mendengar namanya, orang mungkin akan bertanya-tanya siapa yang sebetulnya perlu dikasihani? Maklum saja, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "kasihan" berarti rasa iba hati atau belas kasih.

Ternyata, ada kisah asal-usul nama Kasihan. Kisah tersebut berisi tentang perjalanan seorang penari tayub asal Mataram bernama Rara Pembayun yang juga dikenal sebagai Rara Kasihan.

Mitos Jalan Karanggetas Cirebon yang Ogah Dilewati Presiden Soeharto

Kisah Rara Pembayun

Dalam Asal-Usul Nama Kecamatan Kasihan Bantul yang ditulis oleh Aji Prasetyo,Rara Pembayun diceritakan sebagai anak dari Raja Mataram yang bernama Panembahan Senapati. Pada suatu hari, Panembahan Senapati sedang berusaha melawan pemberontakan yang didalangi oleh kelompok pimpinan Ki Anger Mangir Wonoboyo.

Bagi Panembahan Senapati, kelompok yang dipimpin Ki Anger Mangir Wonoboyo bukanlah musuh sembarangan. Sebab, mereka punya senjata sakti yang disebut tombak Baru Klinting, juga pasukan yang mencapai ribuan orang. Hal itu membuat Panembahan Senapati tak bisa begitu saja menyerang karena pasti akan banyak kofban jiwa.

Panembahan Senapati kemudian berkonsultasi dengan penasihatnya, Ki Juru Mertani. Dari sang penasihat, Panembahan Senapati mendapat petunjuk bahwa ada satu orang yang bisa mengalahkan Ki Anger Mangir Wonoboyo, yakni Rara Pembayun.

Panembahan Senapati awalnya terkejut karena Rara Pembayun adalah anak perempuan yang berakarakter ramah dan tidak berpengalaman dalam perang. Namun, ia kemudkan benar-benar melaksanakan petunjuk dari Ki Juru Mertani.

Saat malam tiba, Panembahan Senapati memanggil Rara Pembayun untuk berbicara dengannya. Sang raja tak langsung menyuruh putrinya melawan Ki Anger Mangir Wonoboyo, namun terlebih dulu menyampaikan bahwa kini Rara Pembayun sudah dewasa, dan menanggung kewajiban untuk berbakti kepada rakyat dan negara Mataram.

Rara Pembayun bertanya mengapa ayahnya berbicara demikian. Lalu, barulah Panembahan Senapati menjelaskan jika Mataram sedang dalam bahaya dan hanya Rara Pembayun yang bisa mengatasinya.

Panembahan Senapati sebelumnya sudah mendapat usulan dari Ki Juru Mertani tentang cara mengalahkan Ki Anger Mangir Wonoboyo, yakni Rara Pembayun harus menyamar menjadi penari tayub dan berusaha membuat musuhnya itu terpikat, lalu merebut tombak Baru Klinting. Rara Pembayun setuju dan menyatakan siap menjalankan rencana itu.

Setelah berlatih menari, Rara Pembayun berangkat menuju ke Kademangan Mangiran tempat Ki Anger Mangir Wonoboyo. Ia didampingi oleh rombongan beranggotakan sejumlah penari lain yang dipimpin oleh Tumenggung Martalaya, seorang komandan perang Mataram. Dalam misi ini, para anggota rombongan menggunakan nama samaran. Rara Pembayun dinamai Rara Kasihan, sementara Tumenggung Martalaya menjadi Ki Sandiguna.

Sesuai rencana, rombongan tayub langsung tampil mengamen begitu tiba di kawasan sekitar Kademangan Mangiran. Aksi para menari membuat masyarakat setempat terhibur hingga Ki Anger Mangir Wonoboyo dipuji-puji karena dianggap mampu mendatangkan rombongan penari tayub yang membuat suasana desa jadi meriah.

Ki Anger Mangir Wonoboyo tertarik untuk menikahi Rara Kasihan karena hal itu dianggapnya bisa menaikkan wibawanya di mata masyarakat. Ia mengutarakan keinginannya lewat Ki Sandiguna yang kemudian disanggupi oleh Rara Kasihan.

Pesta pernikahan digelar dengan berbagai hiburan. Setelahnya, rombongan tayub kembali pulang sementara Rara Kasihan tetap tinggal bersama Ki Anger Mangir Wonoboyo.

Tahu anaknya menikah dengan musuhnya, Panembahan Senapati senang karena merasa rencananya berjalan baik. Namun setelah berbulan-bulan, hal mengejutkan terjadi di mana Rara Kasihan membuka identitas aslinya kepada Ki Anger Mangir Wonoboyo, juga misinya untuk merebut senjata sakti.

Tak disangka, Ki Anger Mangir Wonoboyo tidak marah, melainkan justru mengaku tetap menyayangi Rara Kasihan. Bahkan, Ki Anger Mangir mau diajak pergi ke Mataram untuk menghadap Panembahan Senapati dan meminta ampun atas usaha pemberontakan yang dilakukannya.

Di tengah jalan, Rara Kasihan dan Ki Anger Mangir sempat beristirahat di sebuah tempat dan berdebat karena adanya keraguan dalam Ki Anger Mangir bahwa Panembahan Senapati akan mengampuninya. Namun, mereka akhirnya benar-benar ke Mataram dan bertemu Panembahan Senapati. Sementara itu, desa tempat Rara Kasihan dan Ki Anger Mangir beristirahat dinamai Kasihan.

Rajaban, Tradisi Kesultanan Kanoman Cirebon untuk Memperingati Isra Miraj

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan A Reza lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel A Reza.

Terima kasih telah membaca sampai di sini