Asal Usul Kota Kediri

Asal Usul Kota Kediri
info gambar utama

Tahukah Kawan, asal nama dari Kota Kediri sendiri mengambil nama dari "Kedi," yang artinya "Mandul" atau "Wanita yang tidak berdatang bulan," meskipun ada juga teori yang mengatakan bahwa nama tersebut berasal dari "Diri," yang berarti Adeg, Angdhiri, menghadiri, atau menjadi Raja. Wah, bagaimana sejarah lengkapnya?

Sebagai salah satu dari dua kerajaan pecahan Kahuripan pada masa Raja Airlangga, Kediri muncul bersama Panjalu di barat dan Jenggala di timur.

Perlu Kawan ketahui, kota ini memiliki sejarah sebagai lokasi kerajaan Hindu yang ditemukan pada tahun 2007, lho! Perkembangannya sendiri dimulai sekitar tahun 804 Masehi.

Baca Juga: Mengenal Sejarah Julukan Kota Angin Nganjuk

Asal nama Kediri berasal dari "Kedi," yang dapat merujuk pada "Mandul" atau "Wanita yang tidak berdatang bulan." Dalam bahasa Jawa Kuno, "Kedi" juga dapat mengacu pada "Dikebiri" atau dukun.

Sementara itu, kata "Diri" mengandung arti "Adeg" (berdiri) dengan awalan "Ka," yang dalam bahasa Jawa Kuno berarti "Menjadi Raja." Secara konteks dan keseluruhan maknanya, Kediri juga dapat dimaknai sebagai mandiri, berdiri tegak, berkepribadian, atau berswasembada.

Kerajaan Kediri atau Panjalu berdiri pada abad ke-12, sekitar tahun 1042—1222, sebagai bagian dari Kerajaan Mataram Kuno.

Sejarahnya dimulai pada tahun 1041 M oleh Empu Bharada, dengan pusat pemerintahan di Daha, yang kini dikenal sebagai Kota Kediri, tepi Sungai Brantas, Jawa Timur.

Awalnya merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno dengan pengaruh Hindu, Kediri mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Jayabaya, seorang pemimpin politik yang dikenal meramalkan masa depan melalui Jangka Jayabaya.

Namun, runtuhnya kerajaan terjadi pada tahun 1222 pada masa pemerintahan raja Kertajaya. Sejarah Kerajaan Kediri, yang ditemukan sebagai kerajaan Hindu pada tahun 2007, mencakup periode dari tahun 804 Masehi.

Baca Juga: Cerita Majalengka yang Pernah Dapat Julukan Kota Pensiun, Bagaimana Saat Ini?

Menurut penelitian dari para ahli Javanologi, Drs. M.M. Soekarton Kartoadmodjo, Kediri dilahirkan pada Maret 804 Masehi, menjadi nama tempat maupun negara. Prasasti dari waktu tersebut belum mencatat pembentukan wilayah administratif seperti Kabupaten dan Kodya Kediri yang ada sekarang.

Hari jadi Kediri saat ini masih menjadi milik dua wilayah dengan dua kepala wilayah masing-masing.Kata "Kadiri" dan "Kediri" diyakini berasal dari bahasa Sansekerta, dengan "Kadiri" terkait erat dengan "Kedi" yang berarti "Mandul" atau "Dikebiri" dalam bahasa Jawa Kuno.

Drs. M.M. Soekarton Kartoadmodjo berpendapat bahwa nama Kediri tidak terkait dengan "Kedi" atau tokoh "Rara Kilisuci," melainkan berasal dari "diri" yang berarti "adeg" (berdiri) dengan awalan "Ka" yang berarti "Menjadi Raja." Kediri juga dapat diartikan sebagai mandiri, berdiri tegak, berkepribadian, atau berswasembada.

Menurut Drs. Soepomo Poejo Soedarmo, perubahan pengucapan "Kadiri" menjadi "Kediri" dapat diatribusikan pada gejala usia tua dan informalisasi dalam rumpun bahasa Austronesia sebelah barat.

Baca Juga: Asal Mula Istilah Santri dan Pesantren, Lembaga Pendidikan yang Diciptakan Wali Songosongo-6GWW2r

Sejarah kerajaan Kediri tercatat dalam berbagai kitab sastra terkenal, seperti Bharatayuddha yang ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh pada 1135—1157 Masehi.

Kitab ini, yang merupakan karya sastra Jawa kuno paling terkenal, mengisahkan perang antara Kurawa dan Pandawa. Sumber sejarah lainnya termasuk Mahaksubya, Serat Calon Arang, Negarakertagama, Sutasoma, Arjunawiwaha, Kunjarakarna, Parhayajna, Prapanca, dan Sundayana.

Kitab-kitab ini menyajikan sejarah Kediri dalam bentuk cerita, puisi, dan lirik, merincikan keberanian prajurit, gemilangnya kerajaan, silsilah kekuasaan, emosi dari amarah hingga kisah percintaan.

Beberapa prasasti mencatat sejarah dan asal usul Kerajaan Kediri, termasuk Prasasti Mula Malurung yang ditemukan di Kediri dan berisi informasi sejarah kota tersebut.

Prasasti-prasasti lainnya seperti Kudadu di Kulon Progo, Balawi di Kediri, Ngaluwan di Kediri, Sirah Keting di Ponorogo, Kamulan di Pendopo Kabupaten Trenggalek, Jaring di Dukuh Jaring, Galunggung di Tulungagung, Ngantang di Desa Ngantang, Panumbangan pada tahun 1120 Masehi, dan Ceker di Dukuh Ceker, Kediri, semuanya memberikan wawasan tentang kebudayaan, keagamaan, sosial, dan politik pada masa lalu.

Prasasti-prasasti ini juga menunjukkan jejak sejarah Kerajaan Kediri yang kaya dan beragam.

(Sumber: https://kedirikab.go.id/sejarah)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Nadira Hamamah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Nadira Hamamah.

NH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini