Ketika Oplet Masih Kuasai Jalan-jalan di Jakarta, Bisa Kalahkan Bus Kota

Ketika Oplet Masih Kuasai Jalan-jalan di Jakarta, Bisa Kalahkan Bus Kota
info gambar utama

Jakarta yang awalnya adalah kota kecil terus berkembang menjadi kota metropolitan. Lalu lintas pun cepat majunya. Di Jakarta ada segala macam kendaraan dari roda dua hingga mobil-mobil mewah.

Pada tahun 1969, oplet menjadi kendaraan yang mengungguli angkutan-angkutan penumpang bermotor (6.128). Sementara itu kendaraan lain seperti bis kota (1.657), bis antarkota (150), dan bemo (772).

Dimuat dari Kompas, tidak ada oplet yang diimpor jadi. Karena semuanya dibuat dari mobil-mobil yang sudah agak lama dipakai, seperti Jeep Willys, Wagon, Morris, Austin, Fiat, Chevrolet atau merek lainnya.

Jenis-Jenis Transportasi Umum Massal di DKI Jakarta: Yuk Kenali Agar Tidak Bingung!

“Oplet merupakan milik swasta-swasta kecil (usahawan-usahawan kecil) yang digunakan untuk mencari nafkah bagi diri dan keluarganya,” tulis Markus Duan Allo dalam Oplet Angkutan Umum Penumpang Kedua setelah Becak pada 25 Februari 1971.

Sebelum sebuah mobil diubah menjadi oplet, harus diperiksa kekuatannya oleh Jawatan Lalu Lintas Jalan Raya (JLLJ) antara lain di Pulo Gadung, Jalan Gatot Subroto, Tanjung Priok, dan Cengkareng,

“Mobil yang masih kuat untuk membawa muatan antara 300 sampai 400 kg barang dapat diizinkan mengubah wujudnya dengan membayar uang kir Rp2.000.”

Disewakan harian

Markus menulis jarang sekali seorang pemilik oplet membawa sendiri kendaraanya. Mereka menyewakan kepada orang lain dengan memungut uang sewa antara Rp1.000 sampai dengan Rp1.500 per hari.

Dikatakannya pengeluaran para sopir ini bervariasi. Secara umum, pengeluaran kotor sebuah oplet setiap hari mencapai antara Rp1.000 sampai Rp2.500. Jumlah ini termasuk bensin, sewa, oli serta ongkos-ongkos perbaikan kecil lainnya.

Sementara itu, pendapatan para sopir dapat menghasilkan antara Rp3.000 - Rp3.600. Namun kejadian seperti itu jarang terjadi. Karena selain bersaing dengan bus kota, kemacetan juga mempengaruhi kurva penghasilan supir.

Sudah Ada Sejak Zaman VOC, Ini Jembatan Tertua yang Ada di Jakarta

“Kadang-kadang dia dapat pulang baik beberapa kali tetapi penumpang sepi. Dalam keadaan seperti itu penghasilannya hanya sekitar Rp100 sekali jalan atau R-1.000 per harinya,” jelasnya.

Hal yang menyesakkan tentu saja sewa per hari tak bisa diganggu gugat. Karena itulah menyebabkan seorang penyewa oplet terpaksa berutang kepada majikan dan baru dapat melunasinya saat hari-hari sukses.

Rute bebas

Namun seorang supir oplet yang tak disebutkan namanya mengaku sangat bahagia menjadi supir oplet. Walau pendapatannya tak menentu, bahkan bisa saja keluarganya terancam bila tak membawa penghasilan.

“Menjadi sopir oplet lebih bebas, kita tidak usah terikat pada perintah majikan. Dengan membayar sewanya setiap hari kita bebas mempergunakan kendaraan itu mencari nafkah sendiri,” katanya.

Ketika Masyarakat Betawi "Ngamen" untuk Orang Tionghoa saat Perayaan Imlek

Memang saat itu belum ada ketentuan yang menetapkan dan mengatur rute-rute yang dilalui oplet. Satu kelebihan lain adalah oplet bebas menaikkan atau menurunkan penumpang di jalan raya, tidak terikat perhentian tertentu seperti bus.

Namun karena itulah, banyak protes karena oplet menyebabkan kemacetan. Lalu ada usaha untuk membatasi gerak oplet. Selanjutnya bis-bis kota diperbanyak jumlahnya dan diusahakan melalui jalan-jalan yang membelah ibukota.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini