Ketika Tukang Gigi Tionghoa Buat Warga Bisa Sering Tersenyum pada Era 70-an

Ketika Tukang Gigi Tionghoa Buat Warga Bisa Sering Tersenyum pada Era 70-an
info gambar utama

Tukang gigi yang sebagian besar dari warga Tionghoa masih tetap bertahan pada era 1970 an hingga 1980 an. Walau mendapat saingan dokter gigi, para tukang gigi ini tetap mendapat pesanan dari warga.

Dinukil dari Tempo edisi 29 Agustus 1981, seorang warga Sukoharjo bernama Mariyem mendadak bebas tertawa dan murah senyum. Hal ini karena dirinya datang ke tempat Liauw Djien Lang di Pasar Klewer untuk memasang gigi emas.

“Setan jahat yang suka membikin sial petani, takut dengan sinar gigi emas,” kata Mariyem yang mengaku awalnya giginya ompong.

Keunikan Museum Benteng Heritage, Bukti Peradaban Tionghoa di Tangerang

Karena itu tukang gigi asal Solo itu tidak terlalu cemas langganannya akan menyusut setelah dokter gigi buka praktek di mana -mana. Di kamar tunggu berukuran 3x4 m, ada sedikitnya 15 orang menunggu untuk buka mulut.

Diakuinya ada pegawai negeri, karyawan swasta atau anggota ABRI (kini: TNI). Tetapi dikatakan oleh wanita ini yang paling banyak datang adalah petani. Karena itu, saat musim panen, suami istri itu cukup kewalahan.

“Mereka yang giginya rusak, suka memperbaiki di sini dan sekaligus menambalnya dengan lapisan emas,” katanya.

Diwariskan dari orang tua

Tukang gigi Tionghoa/Majalah Tempo
info gambar

Liauw mengaku tidak sekolah jadi tukang gigi, semua ilmunya itu didapatkan dari orang tuanya. Usahanya itu pun diteruskan dari ayahnya. Namun alatnya seperti kursi, pengebor, dan peralatan lainnya tidak ketinggalan zaman.

Tapi generasi tukang gigi ini agaknya akan terputus. Sebab ketujuh anak Liauw sungkan untuk mengikuti jejak kedua orang tua mereka. Sehingga dia belum tentu bisa mewariskan ini kepada generasi selanjutnya.

Kisah orang Tionghoa yang masih meneruskan dari leluhurnya yaitu Soen Kay Tjak. Tukang gigi asal Jalan Suniaraja, Bandung ini pernah mencoba mengadu nasib sebagai penerjemah. Namun akhirnya kembali menjadi tukang gigi.

Mengenal Cina Benteng, Masyarakat Peranakan Tionghoa yang Tinggal di Tangerang

Soen mengaku ini mungkin karena ada darah tukang gigi. Dirinya berasal dari Suku Hupei, satu suku yang dikenal sebagai tukang gigi di dataran Cina. Dia mendapatkan banyak ilmu dari ayahnya dan juga dr Moestopo, pendiri sekolah Kedokteran Gigi dr. Moestopo.

Dari pekerjaan ini, Soen bisa menyekolahkan anaknya di Chinese Middle School. Tetapi dia juga tak mewariskan keahliannya kepada anak-anaknya. Mereka lebih memilih berdagang, menjadi asisten apoteker, dan dua lainnya menjadi sarjana ekonomi.

Tarif tukang gigi

Tukang gigi Tionghoa/Majalah Tempo
info gambar

Liauw mengaku langganan yang sering datang ke tempatnya Ahli Gigi Tjang Mang Seeng itu kebanyakan adalah keluarganya sendiri. karena itu bila uang pelangganya kurang, bisa membayar kemudian.

Ongkos pasang gigi palsu di tempat itu tidak terlalu tinggi. Dikatakan oleh Liauw, tergantung jumlah gigi dan bahannya. Untuk melapis satu gigi rapuh dengan emas, ia mengutip bayaran Rp6 ribu sampai Rp10 ribu rupiah.

5 Rekomendasi Tempat Wisata Bersejarah untuk Rayakan Imlek 2024 di Jakarta

Sedangkan lapisan platina, antara Rp5 ribu sampai Rp6 ribu. Tapi gigi palsu porselin untuk bagian atas depan biasanya diperlukan bayaran Rp35 ribu. Sebulan, dia bisa mendapatkan uang Rp500 ribu dari bongkar pasang gigi.

Ping Tjung, tukang gigi dari Bandung mengaku setiap harinya didatangi 20 pasien. Langganannya orang golongan menengah dan bawah. Bila mereka tidak bisa membayar, biasanya akan ada perundingan.

Walau bidangnya cuma membuat gigi palsu, dia merasa profesi tukang gigi pada masa depan tetap akan cerah. “Mengapa? karena kebanyakan dokter gigi datang ke tukang gigi untuk membuat gigi palsu,” katanya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini