Legenda To Dilaling, Anak Raja yang Terbuang

Legenda To Dilaling, Anak Raja yang Terbuang
info gambar utama

Legenda ini berkisah tentang Kerajaan Balanipa yang dipimpin oleh seorang raja bernama Balanipa. Raja tersebut dikenal sebagai raja yang bisaksana dan adil oleh rakyatnya. Raja Balanipa ingin memerintah kerajaan sumur hidupnya, oleh sebab itu dia selalu membuang bayi laki-lakinya.

Kerajaan Balanipa adalah salah satu Kerajaan yang pernah berdiri di Sulawesi Barat pada abad ke-16, tepatnya di sebuah bukit bernama Napo di daerah Tammajara, Kabupaten Polewali Mandar. Kerajaan tersebut dipimpin oleh raja balanipa yang sudah berkuasa 30 tahun.

Raja memiliki dua orang anak laki-laki dan dua orang anak peempuan. Akan tetapi, dua anak laki-lakinya sudah dia bunuh. Penyebabnya adalah raja tidak ingin mewariskan jabatan raja kepada dua anak laki-lakinya tersebut.

Permaisuri selalu merasa takut dan cemas ketika mengandung, dia takut akan melahirkan seorang anak laki-laki lalu kembali di bunuh oleh sang raja.

Suatu waktu, Permaisuri sedang hamil besar. Saat itu raja Balanipa ingin pergi berburu di hutan daerah Mosso. Sebelum berangkat raja berpesan kepada Puang Posso yakni Panglima perang raja untuk menjaga sang permaisuri yang sedang mengandung itu, dan jika raja belum Kembali dan permaisuri melahirkan bayi laki-laki maka bayi tersebut harus dibunuh.

Kemudian raja berangkat ke Mosso, keesokan harinya Permaisuri melahirkan seorang bayi laki-laki, namun ada keanehan pada bayi tersebut. Lidah bayi tersebut hitam dan berbulu. Mengetahui bahwa Permaisuri meninggal, seekor anjing pengawal raja segera memberitahukan berita tersebut kepada raja dengan cara menjilati kain bekas persalinan senhingga meninggalkan bekas darah pada moncongnya. Singkat cerita, raja pun akhirnya langsung Kembali ke istana.

Sementara itu di istana, Puang Mosso kebingungan karena Permaisuri melahirkan bayi laki-laki. Puang Mosso kasihan dan tidak tega jika harus membunuh bayi itu. Dia memikirkan segala cara agar bayi laki-laki itu tetap hidup dan raja tidak marah. Kemudian Puang Mosso menyembelih seekor kambing, lalu menguburkannya seolah-olah itu adalah bayi yang baru diahirkan oleh Permaisuri. Bayi tersebut kemudian dititipkan kepada keluarga Puang Mosso di kampung yang jaraknya jauh dari istana.

Legenda dan Ciri Khas Tari Reog Ponorogo, Mengungkap Keindahan dan Makna Budaya

Keesokan harinya, Raja akhirnya sampai di Istana dan langsung menemui Puang Mosso, kemudian menanyakan di mana kuburan bayi laki-lakinya itu. Setelah yakin bahwa bayi tersebut telah dibunuh, dia pun kembali menjalankan tugasnya sebagai raja dengan tenang mengetahi bahwa pewaris tahtanya sudah tidak ada lagi.

Beberapa tahun kemudian, Putra raja yang dititipkan tersebut sudah besar. Ia sudah pandai berbicara juga mengenali orang-orang sekelilingnya. Dia juga sangat akrab dengan Puang Mosso. Khawatir anak tersebut akan diketahui keberadaanya oleh raja Balanipa, Puang Mosso akhirnya menitipkan anak tersebut pada seorang pedagang yang akan berlayar menuju Pulau Salemo yang berada jauh dari bukit Napo.

Pada suatu hari anak tersebut sedang memanjat pohon kelapa, lalu seekor burung rajawali menyambarnya dan membawanya terbang ketempat yang jauh. Sesaat cengkraman burung rajawali terlepas dan anak tersebut terjatuh di tengah persawahan wilayah Kerajaan Gowa. Anak itu kemudian ditemukan oleh seorang petani.

Anak tersebut kemudian dilaporkan kepada Tumaparissi, yakni Raja Gowa. Lalu raja memerintahkan si petani untuk membawa anak itu ke istana. Saat sampai di istana, Raja sangat kagum dengan postur tubuh anak tersebut dan berniat untuk merawatnya lalu menjadikannya tobarani (panglima perang) Kerajaan Gowa.

Sejak Putra Raja Balanipa menjadi tobarani Kerajaan Gowa, pasukan Kerajaan Gowa selalu menang dan dia pun terkenal hingga ke penjuru negri. Raja Gowa akhirnya member dia gelar I Manyambungi.

Sementara itu, Kerajaan Balanipa sedang kacau, Raja Balanipa yang sudah menduduki tahta puluhan tahun itu wafat dan kemudian digantikan oleh Raja Lego yang terkenal sakti tetapi kejam, bengis dan suka menganiaya masyarakat. Hal tersebut membuat Kerajaan bawahannya merasa resah dan mencari cara untuk menyingkirkan Raja Lego.

Singkat cerita, beberapa raja-raja bawahan Kerajaan Balanipa mengunjungi Raja Gowa Untuk meminta bantuan I Manyambungi melawan Raja Lego. Setelah menemui I Manyambungi, raja-raja itu kemudian mengetahui asal-usul Putra dari Raja Balanipa tersebut.

Legenda Pegunungan Meratus, Benarkah Berjumlah Seratus?

I Manyambungi menyanggupi permintaan mereka, asal mereka mau membawa Puan Mosso untuk bertemu langsung dengan I Manyambungi. Puang Mosso sampai di Gowa dan segera menghadap Panglima I Manyambungi. Setelah memastikan bahwa dia merupakan putra Raja Balanipa, mereka berduapun kemudian berpelukan.

Saat tengah malam, Puang Mosso dan Panglima I Manyambungi beserta para pengikutnya meninggalkan istana Kerajaan Gowa dan sesampinya di Mandar. Semua peralatan perang yang telah mereka siapkan diturunkan satu persatu dari atas kapal dan kemudian membawanya ke bukit Napo. Sejak saat itu, Panhlima I Manyambungi dikenal dengan nama Panglima To Dilaling.

Saat waktu yang telah ditentukan, Panglima To Dilaling bersama seluruh warga istana menyerbu Raja Lego. Pertempuran pun terjadi. Kemudian Raja Lego berhadapan langsung dengan Panglima To Dilaling, tak berapa lama akhirnya Raja Lego kalah hingga meninggal.

Seluruh warga menyambut kemenangan itu dengan suka cita. Akhirnya, Panglima To Dilaling dinobatkan menjadi Raja di bukit Napo. Selama masa pemerintahan Panglima To Dilaling, negeri Napo dan sekitarnya menjadi aman, makmur dan sentosa. Sampai saat ini, makam Panglima To Dilaling dapat disaksikan di bawah sebuah pohon beringin yang rindang yang berada di atas bukit Napo, Polewali Mandar.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini