Mengenal Sistem Subak, Sistem Perairan Khas Bali Yang Diperkenalkan pada Ajang WWF10

Mengenal Sistem Subak, Sistem Perairan Khas Bali Yang Diperkenalkan pada Ajang WWF10
info gambar utama

Pemerintah Indonesia diberikan mandat sebagai tuan rumah dari penyelenggarakan Water Forum (Forum Air Dunia/WWF) ke-10. Forum WWF10 ini sendiri akan diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, 18—25 Mei 2024.

Ajang tersebut menjadi ajang yang strategis bagi Indonesia karena akan dihadiri oleh puluhan kepala negara dari berbagai dunia. Bahkan tidak hanya kepala negara, para mantan pemimpin dunia juga telah menyatakan akan hadir pada perhelatan World Water Forum ke-10 nanti.

Keberhasilan Indonesia dalam mendorong tata kelola air melalui pendekatan budaya lokal sendiri menjadi daya tarik penting sehingga para pemimpin dunia tertarik untuk menghadiri forum WWF10 ini. Pengelolaan tata kelola air melalui budaya lokal tersebut dapat menjadi kelebihan Indonesia sebagai tuan rumah dalam memberikan contoh tata kelola air yang melibatkan banyak stakeholder tersebut.

Salah satu agenda yang akan dilaksanakan dalam WWF10 sendiri adalah meninjau persawahan di Desa Jatiluwih, Tabanan, Bali. Agenda tersebut dilaksanakan untuk melihat bagaimana sistem perairan lokal Subak dapat menjadi contoh tata kelola irigasi melalui local wisdom. Bahkan, sistem Subak ini sendiri sudah diakui sebagai warisan budaya dunia UNESCO.

Digelar Selama 6 Hari, Inilah Rangkaian Agenda World Water Forum ke-10 di Bali

Hal tersebut selaras dengan pernyataan Endra S Atmawidjaja selaku Staff Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan.

“Misalnya, sistem Subak di Bali yang sudah diakui oleh UNESCO dalam tata kelola irigasi melalui local wisdom, atau Danau Bratan yang juga ada di Bali. Yang sudah sering kita saksikan Taman Hutan Rakyat (Tahura) yang memperlihatkan betapa pentingnya mangrove dalam mendukung pengelolaan air. Ini semua contoh baik yang bisa langsung disaksikan oleh para pemimpin dan delegasi dunia,” ujar Endra seperti dikutip dari indonesia.go.id.

Sistem Subak ini sendiri diyakini dapat menjadi percontohan yang akan membantu berbagai negara dalam melakukan tata kelola air di negara mereka. Kira-kira, apa itu sistem Subak dan bagaimana perannya dalam tata kelola air di wilayah Bali? Simak ceritanya pada penjelasan berikut!

Asal Usul Sistem Subak

Salah satu manifestasi dari Tri Hita Karana

Mengutip laman maritim.go.id, beberapa daerah di Pulau Dewata sendiri terkenal dengan persawahan teraseringnya. Beberapa daerah tersebut secara konsisten dan turun-temurun menjalankan sistem Subak dalam kesehariannya.

Sistem Subak ini sendiri merupakan organisasi masyarakat adat yang mengatur sistem irigasi tradisional sejak abad ke-11. Sistem Subak ini sendiri diatur oleh seorang pemuka adat yang sering disebut sebagai pekaseh.

Menurut I Gede Vibhuti Kumarananda. S.P., sebagai penyuluh pertanian ahli pertama Alsintan, menjelaskan bahwa sistem Subak ini merupakan sistem pengairan yang menyangkut hukum adat Bali. Oleh karena itu, Subak sendiri mencerminkan Tri Hita Kirana atau filosofi Hindu Bali dalam menjaga keseimbangan antara manusia dengan sesamanya, manusia dengan alam, dan manusia dengan Sang Pencipta.

Sistem Subak ini sendiri juga memiliki ciri khas, yaitu sosial, pertanian, keagaman dengan tekad dan semangat gotong royong dalam usaha memperoleh air. Tujuan tersebut diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan air dalam menghasilkan tanaman pangan.

Mengembangkan Pariwisata Bali dengan Filosofi Tri Hita Karana, Seperti Apa itu?

Sejarah dan perkembangan Subak

Sejarah Subak sendiri diyakini sudah ada sejak abad ke-11. Hal tersebut ditandai dengan adanya istilah “Kasubakan” atau “Subak” yang sudah ada sejak tahun 1071 M dan didukung oleh prasasti Klungkung pada tahun 1072 M.

Kata “... masukatang huma di kedandan di errara di kasuwakan rawas..” yang berarti “mengukur sawah di kandandan pada Yeh Aa dalam Subak Rawas”. tertulis jelas dalam prasasti tersebut. Hal tersebut menjadi bukti nyata dari asal mula sistem Subak dalam kebudayaan Bali.

Sistem Subak tersebut berkembang menjadi kearifan lokal masyarakat Bali dalam mengelola sistem irigasi mereka yang terus bertahan hingga saat ini. Salah satu bukti nyata dari keberadaan Subak sendiri berada di persawahan Jatiluwih, Tabanan Bali.

Sejak 1993, kawasan persawahan Subak di Jatiluwih tersebut ditetapkan menjadi desa tujuan wisata. Petani setempat yang masih menjaga estetika dari lahan terasering tersebut menghasilkan pemandangan hijau persawahan khas Bali.

Bahkan, keindahan dari persawahan Subak di Jatiluwih tersebut membuat mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, beserta keluarganya menyempatkan diri untuk berwisata ke Jatiluwih pada tahun 2007.

Kearifan lokal tersebut juga membuat Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yakni UNESCO, menetapkan Subak sebagai wairsan budaya dunia pada 20 Juni 2012 pada sidangnya di Saint Petersburg, Rusia.

Mengenal Kampung Jamu Wonolopo, Representasi Budaya yang Tampil di UNESCO

Referensi:

  • Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. 2022. Subak, Sistem Pertanian di Bali Sarat Filosofi, Tradisi Menjaga Alam dan Budaya https://maritim.go.id/detail/subak-sistem-pertanian-di-bali-sarat-filosofi-tradisi-menjaga-alam-dan-budaya
  • Portal Informasi Indonesia. 2024. Indonesia Usung Empat Agenda Tata Kelola Air di World Water Forum ke-10 https://indonesia.go.id/kategori/editorial/8150/indonesia-usung-empat-agenda-tata-kelola-air-di-world-water-forum-ke-10?lang=1

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IN
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini