Pria Kutai Inisiator Kampung Inggris

Pria Kutai Inisiator Kampung Inggris
info gambar utama

Globalisasi saat ini bergerak sangat masif. Dunia seakan menjadi seragam dan serupa tanpa batas-batas dan sekat. Interaksi seseorang dengan orang lainnya dapat dilakukan dalam waktu bersamaan meski berada di jarak yang sangat jauh. Tidak terkecuali dengan batasan bahasa, bahasa Inggris yang mendominasi bahasa dunia telah menjadi penghubung interaksi tersebut.

Melihat pentingnya Bahasa Inggris sebagai bahasa interaksi internasional, tentu saja masyarakat yang berorientasi global akan berlomba-lomba untuk menguasai bahasa ini. Lembaga-lembaga kursus pun bermunculan dan merebak. Sayangnya belajar bahasa yang paling efektif adalah dengan melakukan praktik langsung dengan berinteraksi dalam Bahasa Inggris, tentu saja hal tersebut menjadi kesulitan tersendiri di Indonesia yang notabene bukan bahasa utama.

Namun sebuah inisiatif muncul dari Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur yang berusaha meruntuhkan mitos bahwa belajar Bahasa Inggris itu sulit. Caranya adalah dengan membangun sebuah Kampung Inggris yang di dalamnya seluruh interaksi masyarakat dilakukan dengan Bahasa Inggris. Ribuan orang telah datang ke kampung ini untuk belajar Bahasa Inggris secara intensif dan berhasil melenggang ke luar negeri.

Lalu siapa sebenarnya orang dibalik inisiasi Kampung Inggris tersebut? Dirinya akrab dipanggil dengan nama Mr. Kalend. Puluhan ribu orang telah menjadi muridnya di Desa Pelem, Pare yang saat ini terkenal sebagai Kampung Inggris.

Mr. Kalend awalnya hanya memulai dengan mendirikan Basic English Course (BEC) di Pare tiga dekade silam. Cerita bermula ketika pria bernama Kalend Olsend tersebut melatih dua mahasiswa IAIN Surabaya yang ingin menghadapi ujian Bahasa Inggris. Kalend yang saat itu masih seorang santri di Pesantren Darul Falah ternyata berhasil melatih mereka hanya dalam lima hari dan lulus.

"Waktu itu saya sedang menyapu masjid dan dua mahasiwa itu menghampiri saya," kenang Kalend mengingat masa lalunya.

Keberhasilan dua mahasiswa itu tersebar di kalangan mahasiswa IAIN Surabaya dan banyak dari mereka akhirnya mengikuti jejak seniornya dengan belajar kepada Kalend. Promosi dari mulut ke mulut pun akhirnya menjadi awal terbentuknya kelas pertama. Pada 15 Juni 1977, BEC akhirnya resmi didirikan.

Seiring banyaknya murid Mr. Kalend yang lulus, dirinya pun meminta beberapa muridnya untuk membantunya dengan mendirikan lembaga-lembaga kursus baru di kampung tempat BEC berdiri. Semakin lama jumlah lembaga kursus Bahasa Inggris disana pun bertambah banyak dan jumlahnya dapat mencapai 200 lembaga. Sejak saat itulah Pare kemudian dikenal memiliki Kampung Inggris.

Layaknya sebuah kampung wisata edukasi, Kampung Inggris sangat ramai didatangi pelajar-pelajar dari berbagai daerah utamanya ketika musim liburan tiba. Tidak hanya dari kalangan siswa atau mahasiswa, profesional dan bahkan masyarakat umum pun berbondong-bondong untuk belajar Bahasa Inggris di sana.

Suasana belajarnya juga menarik, tidak seperti di lembaga-lembaga kursus konvensional, di Kampung Inggris para pejalar bisa belajar di ruang terbuka dan setiap hari akan terus terpapar Bahasa Inggris. Situasinya dibuat semirip mungkin dengan situasi berada di lingkungan berbahasa inggris. Sebab semua orang di sana diwajibkan untuk berbahasa inggris.

Suasana Kampung Inggris, 2012 (Foto: Merdeka.com)
info gambar

Mr. Kalend menceritakan bahwa dirinya hanya ingin membuat murid-muridnya berhasil dalam hidupnya dengan belajar bahasa inggris.

"Saya pikir hidup itu tidak perlu terlalu menggebu-nggebu. Pola pikir kita sederhana saja, dan tidak terlalu berfikir tentang apa yang akan dicapai nanti. Cuma kita bagaimana memelihara tugas dengan baik, istiqomah. Supaya orang yang belajar di sini seberhasil mungkin," kata pria kelahiran Kutai 4 Februari 1945 silam tersebut.

Dia berharap, setiap orang yang belajar di Pare harus membawa segudang ilmu bahasa Inggris. Oleh karena itu dia berusaha keras agar anak didiknya sukses belajar bersamanya. Dirinya juga mengatakan bahwa mengajar bahasa inggris hanyalah sebuah bentuk mengharap ridho dari Yang Maha Kuasa atas ilmu yang dia miliki.

"Kita dipinjami (Tuhan) ilmu yang sedikit ini, kan bukan milik kita, maka kalau dipinjami kan harus dikembalikan. Agar bermanfaat dan bisa langgeng maka saya membuat tempat belajar ini," ungkapnya.

Mr. Olsen yang saat ini sudah memasuki masa-masa senja ternyata tetap memiliki visi untuk terus menghidupkan Kampung Inggris, itu terbukti dengan sudah adanya generasi peneruh untuk kursus yang dia dirikan.

"Anak saya tiga sudah mengajar di sini, generasi penerus sudah disiapkan. Kita pegang amanah, tidak mudah manusia diberi seperti ini oleh Allah. Anak-anak saya beri pesan, kalau melihat langkah saya bagus pelihara, ikuti. Dan Alhamdulillah anak saya semua nurut. Mereka mau kerja apalagi, ini pekerjaan sudah dijamin oleh Allah," tuturnya.

Para pemburu beasiswa, para pencari studi yang lebih tinggi, atau bahkan mereka yang ingin mengubah hidupnya, datang ke kampung tersebut. Siapa yang kemudian dapat menyangka bahwa hanya berawal di sebuah desa kecil, mimpi-mimpi anak bangsa untuk belajar dan menuntut ilmu terbaik di seluruh penjuru dunia terajut di sana. Hingga nantinya mereka kembali pulang dan membangun negeri ini.

Sumber : Kompas.com; Merdeka.com;
Sumber Gambar Featured : Kemendikbud / Kompas.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

BR
RG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini