Senyawa: Dari Yogyakarta Menuju Amerika

Senyawa: Dari Yogyakarta Menuju Amerika
info gambar utama

Akhirnya setelah melalui beberapa waktu, pada minggu ini saya berkesempatan untuk melakukan wawancara jarak jauh dengan Senyawa, duo eksperimentalis yang berasal dari Yogyakarta. Wawancara ini untuk menindaklanjuti pemberitaan dari situs billboard.com pada Februari 2016 lalu, bahwa Senyawa akan tampil di Eaux Claires Festival yang diselenggarakan di 443 Crescent Avenue, Eau Claire, Wisconsin, 12-13 Agustus 2016 nanti.

Eaux Claires Festival adalah festival musik yang dikurasi oleh Justin Vernon (Bon Iver) dan Aaron Dessner (The National). Dalam event ini akan tampil pula Bon Iver, James Blake, Jenny Lewis, Erykah Badu, dll. Berikut beberapa tanya jawab saya secara ringan dengan Senyawa (Rully Shabara dan Wukir Suryadi), beserta manajernya Kristi Maya Dewi Monfries. Simak pula berita terkini: ‘penolakan’ Senyawa atas tawaran kontrak dari label rekaman Sub Pop (label Nirvana, Soundgarden, dll.)!!

Saya mendengar kabar dari salah satu artikel di Billboard pada Februari 2016 lalu, bahwa Senyawa diundang oleh Justin Vernon (Bon Iver) untuk tampil di festival musik yang dikurasi olehnya. Bisa diceritakan secara rinci bagaimana awal mulanya dan sepertinya undangan ini sangat personal?

Kristi Monfries: Awalnya dimulai saat Justin Vernon (Bon Iver) sedang berada di kota Paris dalam rangkaian tour Bon Iver. Pada satu malam saat Justin Vernon menyaksikan acara di satu televisi yang menayangkan film dokumenter pendek Senyawa, Calling the New Gods, yang disutradarai oleh Vincent Moon, dari situ Justin Vernon langsung jatuh hati dengan musik Senyawa. Dari satu moment yang serba kebetulan ini, Justin langsung memutuskan untuk mengundang Senyawa tampil di festival musik yang dikurasinya, Eaux Claires Festival, dan dalam beberapa bulan terakhir antara Justin Vernon dan Senyawa telah melakukan pembicaraan dan menyelesaikan beberapa hal. Dengan sepenuh hati Justin Vernon juga memberikan dukungan kepada Senyawa, mulai dari bantuan untuk mengurus pengajuan visa di kedutaan Amerika Serikat.

Ada kabar juga selain tampil di Eaux Claires Festival ini, Senyawa juga bakal menggelar tour di beberapa kota di Amerika Serikat? Rencana tampil di kota mana saja?

Kristi Monfries: Eaux Claires Festival akan menjadi agenda penting dalam rangkaian tour Amerika Serikat nantinya. Saat ini beberapa jadwal yang telah memberikan konfirmasi untuk penampilan Senyawa adalah di kota-kota berikut: Olympia, Seattle, San Francisco dan New York.

Bisa dikisahkan mengapa sampai ada ‘immigration lawyer’ yang didatangkan secara khusus untuk mengurus keberangkatan kalian ke Eaux Claires Festival nanti?

Kristi Monfries: Sehubungan dengan proses pengajuan visa di kedutaan Amerika, tentunya bukan hal yang mudah untuk mengikuti semua alur prosesnya, apalagi ini juga berkaitan dengan instrumen-instrumen musik yang akan kami bawa, yang nampak terlihat berbeda dengan instrumen biasanya. Dari pihak Senyawa & management sendiri mencoba mengantisipasi dan tidak mau mengambil resiko, misalnya ketika sudah tiba di Amerika Serikat harus ribet dan repot berurusan dengan bea cukai serta imigrasi disana. Justin Vernon sebagai salah satu kurator Eaux Claires Festival sangat memahami hal ini, dan bahkan dia membantu mendatangkan‘immigration lawyer’ untuk membantu menyelesaikan semua proses dokumen di kedutaan. Semuanya bisa dibereskan.

Bagaimana kabar Rully Shabara dan Wukir Suryadi akhir-akhir ini? Ada project apa mereka saat ini?

Rully Shabara: Selain sibuk dengan Senyawa, saya juga menjalankan kelas workshop paduan suara eksperimental “Raung Jagat”, yang hingga kini sudah mencapai 7 kelas di Indonesia dan beberapa negara lain. Saya juga masih terus menjalankan Zoo (band), meskipun fokusnya kini hanya lebih ke penggarapan album.

Wukir Suryadi: Disela-sela dengan Senyawa, saya sedang berusaha merealisasikan gagasan membuat instalasi hidup. Instalasi yang fungsional, secara fungsi juga sekaligus sebagai statement menyikapi perkembangan kota Yogyakarta pada khususnya. Sudah berjalan setahun dan karya tersebut masih berkisar 60 persen penggarapannya. Berkaitan dengan instrumen, sekarang sedang dalam pengerjaan arrow music instruments yang sudah hampir 2 tahun ini berjalan. Juga saat ini sedang membentuk gagasan album “Terbang” yang secara instrumen musikalnya memanfaatkan terbang/rebana sebagai obyek eksplorasi. Dan juga sedang dalam proses merekonstruksi ulang karya instrumen Tenun, Sisir & Topi Toraja. Saat ini instrumen tersebut saya titipkan di Weltkulturen Museum, Frankfurt.

Kalian sudah berkeliling ke Asia, Australia, dan Eropa, dan bulan Agustus nanti kalian akan ‘menjajah’ Amerika. Bagaimana menurut kalian apresiasi antara pecinta musik di luar dan di dalam negeri?

Wukir Suryadi: Sejauh ini yang saya rasakan pada saat main di luar negeri, di manapun, mereka (audience) selalu berharap bahwa kami akan kembali bermain disana. Dan banyak sekali pendapat jujur dari mereka setelah menonton Senyawa live, mereka memberikan komentar: “ini konser yang memberikan energi dan wacana baru bagi kami”. Sementara disini, kami masih selalu mencoba mencari ruang-ruang untuk menyampaikan musik kami. Memang benar tidak ada promotor musik yang berani gambling mensosialisasikan musik-musik seperti Senyawa, pun diluar itu. Mungkin juga karena mindset para promotor musik tersebut. Mengenai musik Senyawa yang mungkin sedikit berbeda dibandingkan jenis musik lainnya.

Rully Shabara: Sejauh ini memang apresiasi penonton di luar lebih besar, baik minat maupun pemahaman mereka. Tapi penonton di Indonesia juga semakin menunjukkan ketertarikan dan apresiasi yang jauh lebih besar belakangan ini. Jujur, memang musik Senyawa tidak ditargetkan untuk mudah diterima siapa saja. Dan menurut saya, sekarang masyarakat Indonesia sebenarnya sudah siap dengan jenis musik apa pun. Tinggal media dan promotor lokal saja yang perlu lebih membantu mereka untuk mengakses dan menemukan berbagai musik yang tersedia.

Saya mendapat kabar santer seputar ‘penolakan’ dari Senyawa atas tawaran kontrak dari label rekaman Sub Pop (label Nirvana, Soundgarden, Mudhoney, The Postal Service, dll)? Bisa diberikan klarifikasinya?

Kristi Monfries: Ya sebenarnya kami sungguh merasa sangat terhormat ketika “diminta” oleh pihak Sub Pop, perusahaan rekaman yang cukup ternama, tapi nampaknya saat itu (dan sekarang) bukan waktu yang tepat bagi Senyawa untuk memulainya. Kondisi Senyawa saat sekarang adalah merupakan kondisi yang paling prima. Jadi biarkan kami berjalan seperti ini. Mungkin saja di saat yang akan datang ada kesempatan untuk bekerjasama…

Bagaimana menurut kalian ekosistem musik di Indonesia di era kemajuan teknologi dan digital seperti saat ini?

Rully Shabara: Bergerak ke arah yang lebih baik, bagi musisi maupun penikmat. Sekarang dengan internet, siapa pun bisa menyebarkan karya atau mendengarkan karya tanpa batas. Strategi pemasaran juga semakin canggih karena memiliki banyak opsi juga murah, tak melulu harus mengandalkan toko musik atau video klip. Ini juga ‘mematikan’ istilah underground karena tak ada lagi yang di bawah tanah, semuanya muncul ke permukaan, kecuali scene yang memang memilih untuk tetap mengakar pada tradisinya, seperti punk, hardcore, hiphop, atau sebagian scene metal. Sisanya, semuanya langsung bisa diakses publik. Yang merasa mampu akan berjuang sendiri dan jika bagus pasti akan bertahan serta menemukan atau membentuk pasarnya sendiri, dan jika kurang mampu pasti akan mengeluh soal pembajakan dan tetap berjuang dengan cara konvensional seperti beriklan di TV untuk gencar menyuapaudience yang pasif.

Mungkin saja saat Senyawa berkeliling Amerika nanti akan mendapatkan tawaran kontrak rekaman, mungkin oleh label lain dengan penawaran yang lebih bagus. Bagaimana reaksi kalian?

Kristi Monfries: Kami tidak mau berandai-andai akan kontrak rekaman tersebut. Pastinya semua tergantung dari keadaan dan kondisinya. Dan pastinya, pihak yang akan bekerjasama dengan Senyawa adalah pihak yang tepat. Pihak yang bisa memahami dan mendukung sepenuhnya keberadaan Senyawa dengan lintasan musiknya.

Hingga saat ini kalian masih banyak menghabiskan waktu dan berinteraksi di Yogyakarta, kan? Bagaimana menurut kalian komunitas musik di Yogyakarta yang ada sekarang dibandingkan beberapa tahun lalu?

Rully Shabara: Menurut saya, Yogyakarta sangat baik bagi scene musik karena setiap komunitas begitu mudah terhubung satu sama lain. Sejak dulu sih… Asyiknya, di Yogyakarta acara musik semakin ramai, segala jenis pula. Bukan cuma konser, tapi juga aspek lain seperti acara diskusi, workshop, festival, dan macam-macam. Semuanya pun punya massa masing-masing dan terus bertambah. Energinya semakin baik.

Caption (Sumber Gambar)

Last, ada rencana project ataupun merilis materi baru hingga akhir tahun 2016 ini?

Rully Shabara: Tahun ini Senyawa mencoba merambah wilayah baru yang lebih luas, yakni teater. Kami tahun ini terlibat dalam tiga proyek teater. Di Yogyakarta, Australia, dan Jepang. Akan ada juga setidaknya dua album yang kemungkinan dirilis tahun ini, materinya sudah direkam dari tahun lalu, dengan dua label yang berbeda. (*)

Kredit Foto: Senyawa

sumber : Antonkurniawan.xyz

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini