Material Bangunan Organik Karya Bandung ini Hebohkan Sosial Media

Material Bangunan Organik Karya Bandung ini Hebohkan Sosial Media
info gambar utama

Perkembangan pembangunan tidak dapat dilepaskan dari peningkatakan kualitas infrastruktur. Bukan hanya untuk fasilitas umum namun juga untuk fasilitas privat seperti tempat tinggal. Hanya saja saat ini materi-materi yang diperlukan untuk bahan bangunan semakin sulit untuk didapatkan. Batu kapur misalnya, yang sudah semakin sulit untuk dicari sebab gunung kapur telah banyak ditambang. Itulah mengapa kesadaran terhadap materi ramah lingkungan semakin diperhatikan.

Material ramah lingkungan dianggap mampu untuk memberikan solusi pembangunan dengan lebih berkelanjutan. Tidak hanya meminimalisir dampak ekplorasi tambang, tetapi juga dianggap mampu melestarikan alam sekitar. Beberapa material ramah lingkungan yang saat ini populer adalah materi yang lebih banyak dihasilkan dari proses pemanfaatan kembali atau recycle. Hanya saja hasilnya sering dianggap tidak terlalu kuat dan belum mampu menggantikan materi konvensional. Sehingga sekelompok pemuda dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Padjajaran (Unpad) mencoba pendekatan yang benar-benar berbeda. Yakni dengan membuat materi bangunan dengan memanfaatkan materi organik.

Mycotech yang dikembangkan oleh mereka tersebut merupakan materi yang dibuat dengan memanfaatkan sekam padi, serabut kelapa, dan kulit kacang tanah. Dan sebagai wadah cetaknya mereka menggunakan media bekas tanam jamur tiram.

Para pemuda itu adalah Adi Reza Nugroho, M. Arekha Bentangan Lazuar, Derri Abraham, dan Annisa Wibi Ismarlant yang berhasil mengembangkan produk bata organik menjadi materi bernama mycotech yang kemudian menjadi nama sebuah perusahaan. Sebuah produk materi yang diklaim mampu menggantikan batu bata, kayu dan papan. Materi tersebut nantinya dapat digunakan untuk pembangunan bangunan dan bahkan untuk furnitur interior ruangan.

”Awalnya kami tak percaya jamur bisa jadi material bangunan,” kata CEO Mycotech, Adi Reza Nugroho seperti dikutip dari Mongabay.

Adi Reza Nugroho bersama Arekha Bentang menunjukkan varian produknya (Foto: swa.co.id)
info gambar

Sejatinya produk mycotech terjadi secara tidak sengaja. Layaknya hasil kreasi para jenius dunia lainnya, mereka menemukan materi ramah lingkungan tersebut setelah melihat limbah yang tidak terpakai hasil dari usaha budidaya jamur tiram mereka tergeletak begitu saja. Selain itu mereka juga melihat para petani juga memiliki limbah tanam seperti sekam. Inisiatif tersebut muncul setelah mereka berkeinginan untuk memanfaatkan limbah-limbah tersebut.

"Dahulu limbah itu ditumpuk saja, tapi sekarang bisa dimanfaatkan, kita beli dari petani sehingga mereka punya penghasilan alternatif," tutur Adi.

Mereka kemudian berkreasi mencoba membuat materi yang prosesnya terinspirasi dari fermentasi tempe yakni mengedapkan campuran limbah organik dan dibiarkan berkembang begitu saja dalam media. Dari proses fermentasi tersebut akan muncul serat-serat yang saling mengikat sehingga membuat material menyatu.

Akhirnya di sekitar awal tahun 2014, mereka pun mulai mengembangkan. Mereka tak sendirian namun berkerjasama dengan Dr. Hardaning Pranamuda, dari Laboraturium Bio industri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Selama enam bulan riset yang dilakukan dengan dana yang terbatas dan tidak menggunakan dana hibah ini mereka awali dengan proses mengisolasi bibit jamur.

Seperti penuturan pada Republika, proses ini ternyata sangat sulit karena bibit rawan terkena kontaminasi sehingga untuk membuat bibit yang berkualitas mereka memerlukan ruangan yang steril yang menggunakan alat laminar air flow. Setelah itu mereka menggabungkan limbah baglog jamur dan limbah tapioka menjadi material (agregat atau medium) yang kuat. Namun pembuatan bahan bangunan belum selesai, material tersebut harus disterilisasi pada suhu 121º C pada tekanan 2 ATM selama 30 menit. Agar steril bebas dari mikroba dan hama jamur.

Kemudian dilakukan inkubasi yang memerlukan waktu yang tak singkat Proses ini dilakukan setelah agregatdiberi bibit jamur (inokulasi). Diperlukan waktu 1 bulan dengan suhu 30º - 32º C didalam inkubator sehingga jamur tumbuh menutupi seluruh permukaan medium.

Sebulan kemudian terlihat mycelium yang tumbuh tebal di permukaan. Ini menandakan bahwa medium sudah diikat penuh oleh jamur. Setelah itu media dipadatkan dengan cara ditekan (press) dengan kekuatan 3 - 5 ton/m2. Kemudian dikeringkan agar kandungan air (moisture content) berkurang dari 80% - 0%. Pengeringan ini membuat ikatan jamur semakin lekat, dan massa material menjadi ringan.

Produk yang dijual berupa panel-panel persegi ini diklaim memiliki sifat anti bakar, namun juga tetap ringan seperti gabus. Keunggulan lainnya, harganya relatif lebih murah, ramah lingkungan, dan bebas dari resin sintetis. Resin merupakan perekat pada kayu mebel yang mengandung senyawa yang berbahaya bagi kesehatan.

"Sudah kita uji coba, satu bata jamur bisa menahan tekanan setara sepuluh mobil, namun 300 kali lebih fleksibel dari baja," kata Adi Reza Nugroho

Mycotech beberapa kali telah ikut dalam kompetisi wirausaha seperti program Wirausaha Muda Mandiri serta berkesempatan menjadi salah satu peserta pelatihan untuk wirausaha sosial Indonesia dalam kegiatan DBS Social Entrepreneurship (SE) Boot Camp.

Saat ini produksinya masih skala rumahan, namun proses riset terus dilakukan. harga Mycotech Rp 500.000 per meter persegi. Mereka mau serius mempromosikan agar produksi lebih banyak dan harga turun. Hingga kemudian produk tersebut dipasarkan melalui sistem pre-order.

Kini, materi organik karya Bandung tersebut menjadi viral akibat video yang diunggah perusahaan mereka Mycotech. Tidak kurang dari satu juta penonton dari seluruh dunia telah melihat video tentang materi yang digadang-gadang akan menjadi perwujudan konsep Rumah Jamur tersebut.

Viralnya karya ini tentu saja membuktikan bahwa karya-karya anak bangsa mampu memberikan banyak dampak bagi masyarakat. Meski cukup beresiko karena harus bersaing dengan pemain industri yang telah ada. Nyatanya dengan kreatifitas, anak-anak bangsa mampu untuk menunjukkan kehebatannya.

Sumber : Republika, SWA, Teknopreneur, Mongabay
Sumber Gambar Sampul : Lusia Arumningtyas / Mongabay

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini