Belajar Indonesia dari Gelak Tawa Mukidi

Belajar Indonesia dari Gelak Tawa Mukidi
info gambar utama

Sejak beberapa hari ini aktivitas di berbagai jejaring media sosial terlihat ramai menyoal canda dan humor "Mukidi". Humor yang dilengkapi percakapan dengan beberapa soal dan pertanyaan ini mengundang gelak tawa dan keriuhan masyarakat.

Memang tak dipungkiri kemajuan era digital membuat hal apa saja mudah tersebar dengan begitu cepat, pun demikian dengan joke-joke Mukidi yang ringan, tersebar hampir ke semua kalangan dari Bapak, Ibu, Anak-anak, Remaja, dan tentu anda juga para pembaca.

Ya, setidaknya kita bersyukur akhirnya tokoh (fiksi) dengan nama yang khas nama orang Indonesia tulen juga bisa menyaingi tokoh lain seperti upin-ipin (tokoh kartun), atau nenek Tapasya (yang jika anda coba Googling dengan kata "Nenek" akan muncul menjadi top list saran pencarian). Sekali lagi kita patut bersyukur dan berbangga untuk itu.

Jauh sebelum Mukidi, sebenarnya di berbagai daerah di Indonesia telah dulu mempunyai tokoh-tokoh fiksi yang juga identik sebagai tokoh pengocok perut. Sebut saja, Kabayan dengan Bobodoran Sunda nya, atau Si Palui tokoh dari daerah Kalimantan dengan Kisah Bungul nya.

Mukidi yang digambarkan sederhana dan apa adanya, terbilang bisa berperan menjadi apa saja dan berasal dari mana saja. Kadang sebagai orang Jakarta, kadang orang Jawa, kadang orang Madura, kadang diceritakan juga berasal dari Cilacap dengan khas bahasa Ngapak nya. Mukidi hadir dan tampil menjadi cermin betapa ragamnya Indonesia, mulai dari bahasa hingga beragam kenakalan yang menggambarkan strata tawa dari berbagai daerah di bumi Khatulistiwa.

Ya, agaknya Mukidi menjadi satu dari kesekian cara nan mudah dan asyik untuk kita belajar meng-Indonesia ditengah (maaf) tidak pede dan malasnya kita mengenal keragaman bangsa terutama bahasa daerah, lebih-lebih semakin jarang dan minim pula kita temukan aktivitas dan agenda pengenalan ragam budaya Indonesia, khususnya di kalangan anak muda.

Oh iya, rasanya kurang lengkap jika tulisan ini tidak memuat cuplikan humor dari Mukidi. Berikut saya kutip salah satu candaan Mukidi yang tersebar viral di media sosial :

Jaya adalah tetangga Mukidi, tapi mereka tak pernah rukun. Mukidi merasa Jaya adalah saingannya.

Jika Jaya beli sepeda baru, Mukidi tidak mau kalah. Mukidi ya beli sepeda baru juga.

Ketika menjelang Lebaran, rumah Jaya dicat merah. Besoknya, Mukidi mengecat dengan warna merah juga.

Karena kini 17 Agustusan, Jaya memasang spanduk di depan rumah bertulisan "INDONESIA TETAP JAYA".

Hati Mukidi panas dan memasang spanduk juga dengan tulisan "INDONESIA TETAP MUKIDI"

*AP


Sumber Gambar Sampul : ethos3.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini