Mengopikan Jogja

Mengopikan Jogja
info gambar utama

Mereka tak sekedar kedai kopi, tapi fungsinya lebih dari itu.

Sore itu, Dayu tampak teliti memeriksa bahan-bahan yang akan dibawa para pegawainya ke lokasi. Bubuk kopi, susu, kertas filter kopi V60, dan cup dipersiapkan dengan baik sesuai kebutuhan para brewer jalanan ini. Maklum saja, bisnis yang digagas oleh Ilman dan Dayu ini menawarkan cara baru menikmati kopi racikan di jalanan. Dengan bermodalkan gerobak-sepeda yang didesain khusus, mereka menamai bisnis ini dengan nama Kopi Keliling Cafe atau populer dengan nama Koling Cafe.

Ide ini berawal dari masalah sewa tempat yang terhitung mahal, sehingga mereka memutuskan untuk berjualan kopi dengan cara berkeliling ke tempat-tempat wisata di Jogja. Tugu, Malioboro, Alun-alun Kidul Selatan merupakan tempat-tempat yang selalu disinggahi Koling Cafe. Selain berkeliling ke titik-titik wisata Jogja, Koling juga sering mampir ke tempat-tempat sekitar kampus. Konsep yang diusung dan dijalani ini memungkinkan Koling menjangkau titik-titik keramaian menggunakan media gerobak-sepedanya.

Tak mudah menawarkan dan mengenalkan kopi racikan kepada masyarakat, khususnya kepada orang yang terbiasa mengonsumsi kopi instan atau kopi dalam kemasan. Ada stigma yang sudah terbentuk sejak lama, baik dari sisi rasa, praktis, variasi, dan murah. Pola ini terjadi pada masyarakat yang tak terlalu paham tentang kopi dan yang menganggap kopi hanya sebagai pelengkap kebutuhan dengan sifatnya yang kondisional.

Hal ini yang dilihat oleh Dayu dan Deni untuk mengenalkan dan mengedukasi pasar melalui jalanan. Masyarakat yang terbiasa menenggak kopi instan atau kemasan botol akan disodori cita rasa kopi lokal Indonesia agar lebih akrab di lidah mereka. Dengan menggunakan teknik manual brewing dan harga terjangkau, mereka mengharapkan masyarakat awam teredukasi dari rasa yang ditawarkan pada pilihan kopi arabica, robusta, atau campuran keduanya dengan tambahan susu. Dan walaupun disajikan melalui jalanan, kualitas rasa yang disajikan oleh Koling Cafe tak perlu diragukan, karena seorang pakar kuliner William Wongso pun mengapresiasi.

Nilai

Di jalanan kita bisa menemui berbagai karakter masyarakat yang berbeda-beda: mulai dari status sosial yang paling tinggi hingga paling rendah. Selain itu, motivasi, hasrat atau keinginan, dan perilaku juga berbeda satu sama lain. Dari sini, Koling Cafe hadir secara fleksibel yakni berpindah secara leluasa menjangkau tempat-tempat keramaian dan wisata di Jogja. Menjajakkan kopi ‘ala’ cafe kepada semua kalangan, yang biasanya, tak semua orang dengan status sosial tertentu bisa menjangkaunya.

Koling tak hanya sekedar kedai kopi yang ‘terparkir’ dipinggir jalan: pesan, bayar, pulang. Tetapi fungsinya lebih dari itu. Mereka menawarkan interaksi, keakraban, dan menawarkan pengalaman minum kopi racikan dengan suasana wisata Jogja. Interaksi dan keakraban yang hampir pudar antar penjual dengan pembeli dan pembeli dengan pembeli. Dari sini, Koling ingin membangkitkan hal-hal yang hilang. Hal-hal yang hampir jarang ditemui. Interaksi yang cenderung terbatas dan tersekat di meja-meja cafe tak memungkinkan setiap individu untuk berinteraksi satu sama lain dengan orang yang berbeda meja atau orang yang tak dikenal. Berbeda halnya dengan konsep Koling yang menawarkan kepada setiap konsumen untuk saling berinteraksi satu sama lain, baik dengan brewer maupun konsumen lain sembari menunggu pesanan kopinya. Hal ini yang memungkinan setiap individu bisa saling terhubung, berinteraksi dan tenggelam dalam segelas kopi.

Gerobak-sepeda yang didesain khusus ini memberi nilai sendiri bagi Koling. Atap yang menyerupai atap joglo ini dibuat untuk tetap membawa kesan tradisional agar bisa berdampingan dengan modernitas. Tak bisa dipungkiri, setiap konsumen yang singgah ke Koling, menyempatkan diri berfoto dan ber-selfie dengan latar gerobak-sepeda milik Koling sehingga terlihat sangat iconic. Secara tak langsung, aset milik Koling ini dianggap sebagai tempat pilihan yang wajib untuk disinggahi di kota Jogja. Pilihan yang lengkap untuk menikmati suasana wisata Jogja sembari menenggak kopi racikan para brewer jalanan ini.

Sang pemilik mengharapkan Koling Cafe bisa terus ‘mengopikan’ Jogja dengan cara berkeliling ke setiap sudut-sudut sempit dan ramai. Mengenalkan kopi racikan yang berkualitas, khususnya kopi lokal Indonesia kepada semua orang agar mereka bisa menikmati, mengapresiasi, dan paham tentang kopi yang beragam. Tak terbatas soal akses, status sosial, dan harga, bahwa pada dasarnya semua orang berhak menikmati kopi. Kopi berkualitas.

Sumber : thesaputro.wordpress.com/
Sumber Gambar Sampul : doc. pribadi

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini