Cerita Unik di Balik Kudapan Khas Kotagede

Cerita Unik di Balik Kudapan Khas Kotagede
info gambar utama

Yogyakarta merupakan salah satu destinasi utama pariwisata, karena di setiap sudutnya selalu menarik dan menyuguhkan keunikan. Salah satu tempat yang wajib dikunjungi saat kita menyambangi kota pelajar ini adalah Kotagede. Terletak di bagian tenggara, Kotagede menyimpan sejarah masa lalu sebagai ibukota Keraton Mataram Islam, juga dikenal sebagai pusat industri kerajinan perak.

Tak hanya menyimpan keindahan arsitektur bangunan kuno, Kotagede memiliki kuliner jajanan tradisional yang tidak kalah menarik. Selain cocok untuk oleh-oleh, jajanan tradisional khas kota perak ini juga menyimpan cerita unik tersendiri.

Kebanyakan, makanan khas Kotagede terbuat dari bahan ketan yang cenderung lengket. Ternyata hal ini memiliki makna filosofi agar merekatkan persaudaraan.

Kipo

Kipo merupakan salah satu kuliner khas Kotagede yang masih eksis hingga saat ini. Kudapan yang terbuat dari tepung ketan ini memiliki cerita yang unik di balik namanya.

Dahulu kala, para bangsawan yang disuguhi kudapan sebesar ibu jari ini bertanya karena kelezatannya, “iki opo?” dalam Bahasa Jawa yang berarti “ini apa?” Berasal dari kalimat tanya tersebut, jajanan yang memiliki rasa manis ini disebut dengan kipo.

Kipo merupakan salah satu makanan favorit Sri Sultan Hamengkubuwono X (jajanjogja.com)
info gambar

Saat ini hanya ada tiga penjual kipo yang dapat kita jumpai di Kotagede, yaitu di Jalan Mondorakan. Tidak seperti jajanan tradisional yang dapat dengan mudah ditemui di lapak Pasar Kotagede, kudapan yang tidak tahan lama ini dapat dibeli langsung dari pembuatnya.

Kipo dibuat tanpa bahan pengawet, sehingga kudapan ini hanya bertahan satu hari saja. Jajanan tradisional seharga Rp 1.500 ini dibuat dengan proses yang memerlukan kesabaran. Adonan tepung ketan yang telah dicampur air daun suji kemudian diisi dengan kelapa dan gula. Selanjutnya dipipihkan sebesar ibu jari dan dibakar di atas wajan tanah liat. Proses pembakaran inilah yang memerlukan waktu cukup lama dan kesabaran ekstra, karena potongan adonan kipo yang kecil dibalik satu persatu agar tidak hangus.

Legomoro

Dahulu, kudapan yang terbuat dari ketan ini hanya dapat ditemui saat adanya hajatan tertentu. Misalnya saja pada saat pesta pernikahan, legomoro merupakan salah satu yang wajib dibawa oleh pihak laki-laki untuk pihak perempuan.

Kudapan yang memiliki rasa gurih ini memiliki filosofi yang mendalam dalam Bahasa Jawa, yenatine lego le moro yo lego. Maksudnya ialah saat kita datang ke sebuah tempat harus didasari dengan hati yang ikhlas atau lega.

Legomoro masih dapat dengan mudah dijumpai di Pasar Kotagede (spotjogja.com)
info gambar

Legomoro memiliki rasa yang sama seperti lemper, terbuat dari ketan dan berisi daging. Dibungkus dengan daun pisang serta diikat memakai tali bambu, jajanan tradisional yang bertekstur legit ini dibuat dengan cara dikukus.

Tak harus menunggu saat adanya hajatan, kini legomoro dapat ditemukan di lapak-lapak jajanan Pasar Kotagede. Satu ikatan yang berisi tiga atau empat buah dijual dengan kisaran harga Rp 2.000 sampai dengan Rp 3.500

Kembang Waru

Kue memiliki rasa manis ini dulunya merupakan makanan mewah dan hanya dinikmati saat adanya perayaan tertentu. Misalnya saat perayaan pernikahan, selain membawa legomoro, pihak lelaki juga harus membawa kembang waru.

Diperlukan waktu selama dua jam untuk membuat jajanan yang memiliki rasa seperti bolu basah ini. Kembang waru yang asli dari zaman dulu terbuat dari tepung ketan dan telur ayam kampung. Sehingga terasa manis dan legit. Namun karena harga bahan yang melonjak, bahan utama pun diganti memakai tepung terigu. Walaupun rasanya kini sudah tidak seotentik yang dulu, namun jajanan yang tidak menggunakan pewarna dan pengawet ini tetap lezat.

Kembang waru, jajanan tradisional berbentuk bunga dengan delapan kelopak ini memiliki filosofi yang mendalam (emkatourjogja.com)
info gambar

Kudapan seharga Rp 1.500 ini memiliki filosofi yang mendalam. Memiliki kelopak yang harus berjumlah delapan, diibaratkanmewakili Hasto Broto, sebuah ajaran Ramayana tentang delapan cerminan alam yang harus dimiliki oleh pemimpin teladan. Diibaratkan seperti delapan elemen penting yaitu matahari, bulan, bintang, mega (awan), tirta (air), kismo (air), samudera, dan maruto (angin).

“Bintang bisa untuk pedoman, Mega menghalang panas terik, semuanya bermanfaat bagi orang lain. Dicontohkan dengan 8 jalan utama. Angin udara itu dibutuhkan keadaan orang itu bisa diharapkan kedatangannya. Air sifatnya mengalir wong urip ki apike koyo banyu mili (orang hidup itu seperti air mengalir). Air itu yang didatangi selalu yang rendah. Sebagai pejabat itu harus selalu mencari yang dibawah” kata Mulyadi, seorang pembuat makanan tradisional di Kotagede, seperti yang dilansir dari liputan6.com

Tidak harus menunggu adanya hajatan, Kembang waru dapat ditemukan di lapak jajanan di Pasar Kotagede, walaupun saat ini sudah sulit untuk dijumpai.


Sumber : diolah dari berbagai sumber

----------------

Informasi terbaru: mengganti sumber gambar utama dari jogjaland.net menjadi pemilik asli foto.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini