Mengenal Kiprah Para Punggawa Dirgantara Indonesia

Mengenal Kiprah Para Punggawa Dirgantara Indonesia
info gambar utama

Sejak ditemukannya prototype pesawat terbang oleh Wright bersaudara yang berhasil diterbangkan pada tahun 1903, teknologi alat angkut udara terus dikembangkan. Mulai dari penggunaan pesawat terbang untuk melayani pengiriman pos hingga sebagai salah satu kekuatan udara sebuah negara selain laut dan darat.

Itu sebabnya mengapa dibentuk Angkatan Udara Inggris pada tahun 1918. Kemudian kekuatan udara negara-negara di dunia mulai diuji ketika pecah Perang Dunia II. Negara-negara di dunia semakin menyadari betapa pentingnya kekuatan udara dengan adanya pesawat terbang. Begitupula bagi Indonesia, selepas proklamasi kemerdekaan satuan-satuan mulai dibentuk. Termasuk pembentukan Angkatan Udara pada 9 April 1946.

Selama ini sebagian besar dari kita mengetahui sosok pahlawan dirgantara seperti Adi Soetjipto, Halim Perdana Kusumah, dan beberapa diantaranya. Namun, masih ada pula nama-nama para punggawa dirgantara Indonesia yang sebagian besar belum mengetahui sosoknya. Padahal nama mereka sudah akrab ditelinga kita, berikut adalah tiga diantaranya.

Wiweko Soepono

Sosok pertama adalah Wiweko Soepono, lahir di Blitar 18 Januari 1923. Keluarganya adalah seorang ambtenaar atau pegawai Belanda di era kolonial. Sejak kecil Wiweko sudah gemar membaca dan menyukai bidang sains dan teknologi. Di sela waktu senggangnya dia banyak menghabiskan kegiatannya yang sekaligus menjadi hobinya, aeromodeling. Tak hanya itu saja, dia pun berusaha merancang, mengembangkan dan menerbangkan sebuah pesawat. Bersama seorang kawannya yang Belanda, dia memimpin sebuah Aero Club.

Mendengar kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan, dia lalu bergabung bersama para pemuda dan pejuang Priangan. Dia dan rekan seperjuangannya termasuk Abdul Haris Nasution merencanakan merebut pangkalan udara Jepang. Walaupun mengalami berbagai rintanga, Wiweko tak putus asa. Berbekal ilmu kedirgantaraan yang masih minim, dia pun nekad masuk TKR (sekarang TNI), Jawatan penerbangan yang kemudian menjadi Angkatan Udara Republik Indonesia.

Selain meniti karir dalam kemiliteran, pemikirannya terhadap perkembangan kedirgantaraan Indonesia sangatlah cemerlang. Beberapa diantaranya adalah mendirikan sebuah jawatan bernama Djawatan Angkatan Udara Militer (DAUM). DAUM menjalankan misi kenegaraan seperti membawa pejabat militer dan sipil mengunjungi berbagai wilayah tanah air yang saat itu masih banyak terisolir. Pandangan lainnya adalah tentang betapa pentingnya perhubungan udara di Indonesia sehingga menenetukan utuhnya NKRI. Juga sekaligus membantu dalam upayanya mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Wiweko Soepono (Sumber : Wkipedia)
info gambar

Prestasi gemilang yang ditorehkan Wiweko terhadap bangsa Indonesia berikutnya adalah membawa nama maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia di kancah internasional. Saat memimpin maskapai terbesar di Indonesia ini tahun 1968-1984, Wiweko dan jajarannya di Garuda berhasil menguasai tidak hanya pasar domestik saja tapi juga pasar regional.

Wiweko-lah yang mencetuskan ide spektakuler, yakni mengubah awak kokpit menjadi hanya dua orang saja. Karena keberhasilannya, pihak pabrikan pesawat kenamaan dunia Airbus ingin mematenkan penemuannya, namun ditolak secara halus oleh Wiweko sendiri. Wiweko juga menorehkan prestasi gemilang lainnya, dia adalah penerbang Asia pertama yang berhasil menembus Samudera Pasifik dengan rute dari Oakland, Amerika Serikat ke Jakarta seorang diri.

Yum Soemarsono, Bapak Helikopter Indonesia

Moda transportasi udara beragam jenisnya, salah satu yang populer adalah helikopter. Jika di dunia dikenal nama Igor Sikorsky sebagai seseorang yang menerbangkan helikopter pertama, Indonesia memiliki penerbang helikopter pertama Yum Soemarsono. Lahir di sebuah desa bernama Banyurip, Purworejo pada 10 April 1916.

Tahun 1948, dia telah berhasil menyelesaikan helikopternya dan kala itu dia baru berumur 32 tahun. Selisih sembilan tahun setelah Igor Sikorsky menerbangkan helikopter perdananya. Ada kisah menarik saat dirinya merancang sebuah helikopter. Konon, hitung-hitungannya yang rumit adalah karya ‘orisinil’ buatannya. Rekayasa dan rancangannya sama sekali tidak meniru bentukan helikopter yang sudah ada. Inilah yang membuat decak kagum pihak pabrikan helikopter terkemuka Amerika Serikat, Hiller Helicopter Inc.

Yum berhasil menerbangkan helikopter buatannya hingga jarak 50 meter. Helikopter rancangannya dia selesaikan selama kurun waktu 1948 hingga 1968. Helikopter pertama bernama RI-H diselesaikan tahun 1948. Sedangkan yang kedua adalah YSH yang sempat mengudara di 10 sentimeter di udara di lapangan Sekip, Yogyakarta tahun 1950. Berikutnya adalah karya terakhirnya bernama ‘Kepik’ yang merupakan nama pemberian dari Bung Karno.

Saat menerbangkan ‘Kepik’ inilah nahas menerpanya. Tanggal 22 Maret 1964 pukul 16.30 kecelakaan terjadi di Lapangan Pindad, Bandung ketika Yum melakukan uji terban ketujuh. Ketika helikopter terangkat tiba-tiba salah satu daun rotornya lepas dan dengan kecepatan tinggi melewati keningnya. Tajamnya besi daun rotor bak pisau tersebut langsung menebas tangan kiri Yum Soemarsono. Sementara salah seorang rekannya bernama Dali tewas seketika.

Yum Soeamrsono (Sumber : Wikipedia)
info gambar

Setelah kejadian nahas itu, dirinya tak pernah beraktivitas di dunia penerbangan selama satu setengah tahun. Sesaat setelah pulih dia kembali sebagai Pilot Kepresidenan walaupun hanya dengan satu tangan. Untuk menunjang kinerjanya sebagai seorang pilot, dia menggunakan tangan palsu dengan dilengkapi peralatan khusus. Kehilangan satu tanga tak menyurutkan niat besarnya dalam berkarya di bidang dirgantara. Hingga ajal menjemputnya pada 5 Maret 1999 di usianya yang ke-83 tahun. Selama hidupnya, Yum Soemarsono telah mengantongi 8.000 jam terbang walaupun dengan satu tangannya. Dan kisah Yum Soemarsono ini juga dapat disimak dalam artikel karya Akhyari Hananto berjudul ‘Anak Bangsa Ini Merancang, Membuat, Sekaligus Menerbangkan Helikopter’ di laman Good News From Indonesia.

Nurtanio Pringgoadisuryo dan Warisan Kedirgantaraan

Nurtanio adalah salah satu tokoh dalam bidang kedirgantaraan di Tanah Air. Pria kelahiran Banjarmasin pada 3 Desember 1923 ini menempa ilmu penerbangan di Far Eastern Aero Technical Insitute (FEATI) di Manila, Filipina. Sepulangnya dari Filipina dia mulai merancang sebuah pesawat terbang di Indonesia. Mengerjakan proyek tersebut bersama 15 orang di Depot Penyelidikan, Percobaan & Pembuatan, Lanud Andir, Bandung pada tahun 1953. Saat itu uisanya baru menginjak 30 tahun.

Pesawat pertama yang berhasil dia bikin adalah Si Kumbang dengan kode Nu-200, prototype-nya diberi kode registrasi penerbangan X-01. Penerbangan perdananya dilakukan pada 1 Agustus 1954 oleh Captain Powers, pilot berkebangsaan Amerika Serikat. Berhasil mengudara di langit Bandung selama 15 menit dengan hasil memuaskan. Pesawat ini dirancang sebagai pesawat pengintai udara dan anti gerilya yang dilengkapi sistem persenjataan.

Selain itu, Nurtanio juga merancang pesawat lain yang diberi nama Si Belalang. Rancangan pesawat ini kemudian diuji coba pada 26 April 1958 oleh Nurtanio sendiri di Pangkalan Udara Husein Sastranegara. Si Belalang digunakan sebagai pesawat latih di Sekolah Penerbang Angkatan Udara, Sekolah Penerbang Angkatan Darat, serta Sekolah Penerbang Sipil di Curug. Si Belalang juga digunakan sebagai pesawat penyemprot hama. Rancangan pesawat Nurtanio lainnya adalah Si Kunang, yang digunakan untuk kegiatan olahraga. Pesawat hand made buatannya ini rampung pada tahun 1958.

Pesawat Si Kumbang (Sumber : Wikipedia)
info gambar

Setelah berkontribusi bagi bidang dirgantara, Nurtanio gugur dalam sebuah kecelakaan pesawat saat bertugas pada 21 Maret 1966. Untuk mengenang jasanya, namanya diabadikan menjadi sebuah pabrik pesawat terbang Indonesia IPTN atau Industri Pesawat Terbang Nurtanio yang kemudian berganti menjadi PT Dirgantara Indonesia. Namanya pun juga diabadikan menjadi nama institusi pendidikan tinggi bernama Universitas Nurtanio. PT Pos juga mengabadikannya dalam sebuah perangko bergambar Nurtanio dan Si Kumbang pada tahun 2003 silam.

Nurtanio dalam Perangko (Sumber : Wikipedia)
info gambar

Sumber :

  • Chappy Hakim. 2012. “Quo Vadis Kedaulatan Udara Indonesia? Tragedi Aru, Insiden Bawean dan...” . Jakarta : Red and White Publishing.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini