Kopassus Pertama di Puncak Gunung Everest

Kopassus Pertama di Puncak Gunung Everest
info gambar utama

Gunung Everest, salah satu dari seven summit atau tujuh gunung tertinggi di dunia yang menjadi tujuan dari para pendaki profesional untuk ditaklukkan. Bukan hal yang mudah untuk mencapai suatu puncak gunung, apalagi gunung-gunung tertinggi di dunia yang memiliki medan yang sangat sulit untuk ditembus.

Gunung Everest mungkin menjadi salah satu gunung yang berbeda. Gunung ini telah memakan banyak korban, setidaknya lebih dari 200 orang telah menghembuskan nafas terakhir mereka akibat keganasan alam Gunung Everest. Jika kita pernah menonton film Everest yang mengambil kisah nyata Rob Hall dan juga Schott Ficher, pendaki-pendaki professional yang memiliki perusahaan Adventure Consultants dan Mountain Madness, mengantarkan pendaki amatir ke puncak Gunung Everest. Maka kita akan paham betul beratnya medan gunung yang memiliki ketinggian 8.848 meter ini. Dalam film tersebut kita diperlihatkan bagaimana cerita Rob Hall dan beberapa orang lainnya meninggal akibat keganasan badai di Gunung Everest.

Salah satu mayat yang terkenal di Everest, the Green Boots (sumber : Merdeka)
info gambar

Namun bagaimanapun ganasnya gunung ini, banyak pendaki yang tetap berlomba-lomba mencapai puncaknya. Untuk itu persiapan yang matang, mental dan fisik yang terlatih harus diutamakan. Indonesia sendiri memiliki orang-orang yang pernah mencapai puncak Everest seperti contohnya adalah Clara Sumarwati, wanita Indonesia pertama yang mencapai puncak Everest pada tahun 1996. Namun banyak yang meragukan keberhasilan Clara terkait bukti otentiknya yang masih janggal, meski begitu, kita tidak harus berburuk sangka, bisa jadi memang Clara mencapai puncak dan kita perlu berbangga akan hal itu.

Orang Indonesia lainnya yang pernah mencapai puncak Everest selain Clara pun ada, yakni dari jajaran Kopassus pada tahun 1997, Asmujiono. Pada proses seleksinya, Ekspedisi Gunung Everest yang digagas oleh Danjen Kopassus ada 1997 ini cukup ketat. Asmuji masuk dari 33 orang yang diberangkatkan di Nepal dan kemudian diseleksi lagi hingga terpilih 16 orang yang berangkat mendaki. Orang-orang ini dibagi menjadi 2 tim, yakni sepuluh orang dan enam orang. Keduanya diberangkatkan dari sisi yang berbeda, tim yang beranggotakan sepuluh orang diberangkatkan dari sisi selatan dan enam orang dari utara. Asmuji sendiri berada di tim yang beranggotakan sepuluh orang.

Asmuji di puncak Everest (sumber : Merdeka)

Ketika pendakian, halangan dan juga tantangan terus berdatangan, dari dinginya Gunung Everest, medan yang sulit dan tentunya cuaca yang ekstrim. Banyak yang tumbang dan harus turun gunung demi menyelamatkan nyawa dan hanya 3 orang yang masih bertahan berjuang untuk mencapai puncak yakni Asmuji, Kapten Misirin dan Letkol Iwan Setiawan. Sebenarnya ada dua orang lagi yang dimandatkan sebagai cadangan untuk menuju keatas. Mereka adalah Sugiarto dari Federasi Panjat Tebing Indonesia dan Sertu Parno dari Kopassus.

Kapten Misirin hanya bisa mencapai titik 16 meter sebelum titik puncak Everest sedangkan Iwan Setiawan berada di titik 30 meter sebelum puncak. Bayangkan dititik ini mereka sudah sangat dekat dengan puncak namun kelelahan dan halangan lainnya membuat mereka harus tetap disitu. Asmuji disisi lain berhasil mencapai puncak pada 26 April 1997 pukul 15.10 waktu Nepal. Untuk mendapatkan hasil yang konkrit, Asmuji memberanikan diri membuka maskernya, memakai baret merah Kopassus, memasang bendera Merah Putih di tiang segitiga di titik puncak Everest dan mengambil foto serta video.

Berhasilnya ketiga pendaki Indonesia di Puncak Everest ini tak lepas dari campur tangan pelatih yang memberikan pelatihan dan persiapan matang sebelum pendakian dan ketika pendakian. Kala itu ada dua pelatih yang ditunjuk yakni Anatoli Nikoaevich asal Kazakhstan yang memiliki reputasi sebagai The Ghost of Everest dan Richard Pawlosky asal Polandia.

Halangan Mendaki Gunung Everest

Mendaki gunung Everest memiliki tantangan dan halangan serius yang harus dihadapi. Oksigen yang tipis adalah salah satunya yang perlu diwaspadai. Banyak yang berkata bahwa tantangan terberat akan dimulai pada ketinggian 7000 meter karena disinilah semua halangan dan penyakit mulai massif dirasakan. Hipotermia juga salah satu gejala yang perlu diwaspadai. Hipotermia merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi tekanan suhu dingin, namun jika tidak segera ditangani bisa berakhir kematian.

Gejala awalnnya biasanya adalah bicara yang melantur, kulit menjadi sedikit abu-abu, tekanan darah menurun dan detak jantung melemah. Gejala mengerikan selanjutnya adalah tubuh terasa sangat panas padahal sebelumnya mengiggil kedinginan. Beberapa mendaki yang merasa panas akan suhu tubuh mereka ini ada yang sampa membuka jaketnya diketinggian tertentu.

Cuaca yang ekstrim bisa menyebabkan hipotermia (sumber : Kumparan)
info gambar

Altitude Sickness atau juga disebut Mountain Sickness adalah penyakit gunung yang banyak dialami oleh pendaki diketinggian tertentu, gejalanya seperti mual, sakit kepala, sesak napas dan hilang kesadaran. Jika terserang penyakit ini, solusinya adalah turun gunung secepat mungkin.

Gunung Everest yang dingin juga memungkinkan para pendaki terkena frostbite yakni luka yang timbul akibat cuaca dingin yang ekstrim. Kulit yang terkena frostbite akan menjadi hitam dan keras. Tak banyak yang harus mengamputasi jari maupun bagian tubuh yang terkena penyakit ini.

*diolah dari berbagai sumber

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini