Menilik Jejak Masuknya Islam di Jakarta, pada Bangunan Masjid Kuno di Pekojan

Menilik Jejak Masuknya Islam di Jakarta, pada Bangunan Masjid Kuno di Pekojan
info gambar utama

Di banyak wilayah dalam lingkungan budaya Jawa, kampung para penyebar dan ulama muslim dikenal dengan nama Kauman. Biasanya lokasi Kampung Kauman tertak tak jauh dari masjid besar. Sebagai salah satu kota tua di nusantara, kawasan pemukiman penyebar Islam di Jakarta juga pernah miliki peran yang besar.

Meski demikian, sayangnya kini tak lagi mudah mencari jejak awal penyebaran Islam di Jakarta. Sejarah muslim Jakarta tentu tidak dimulai dengan pembangunan Masjid Istiqlal oleh Soekarno (1951). Islam datang di Jakarta jauh sebelum itu, yaitu pada masa wilayah ini masih bernama Sunda Kelapa di bawah pemerintahan Padjajaran (awal abad ke-15).

Lokasi yang diyakini sebagai kampung penyebar Islam di Jakarta adalah Kampung Koja atau Pekojan. Ini merupakan hunian Muslim Koja (Khoja) yang berasal dari Bengali, India, yang datang ke nusantara untuk berdagang. Kini sangat sulit menemukan keturunan Muslim Koja, sebab keberadaan mereka digantikan oleh kedatangan bangsa Arab asal Hadramaut yang juga berdagang.

Demi melaksanakan kebijakan zona pemukiman etnis (wijkenstelsel), pada Abad ke-18 penjajah Belanda menetapkan Pekojan sebagai Kampung Arab. Wijkenstelsel dilakukan untuk mempermudah pengawasan terhadap aktivitas pendatang.

Pekojan yang kini masuk wilayah Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, menjadi lokasi pemukiman awal komunitas Arab di Batavia, menyusul Krukut dan Tanah Abang. Komunitas ini pun terus menyebar ke daerah Kwitang, Sawah Besar Condet dan lainnya. Kini warga keturunan Arab di Pekojan yang tersisa hanya berkisar 10%, dan sisanya adalah warga Tionghoa.

Meski letaknya menyempil di dalam perkampungan padat penduduk, Pekojan pantas ditelusuri untuk melihat jejak persemaian Islam di Jakarta. Jejak-jejak ini masih tampak dari sejumlah bangunan masjid yang dibangun sejak masa muslim India hingga Arab.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

1. Masjid Al Anshor (1648)
Tak begitu mudah mencari letak masjid tertua di Jakarta ini. Keempat sisi bangunan yang terletak di Gang Pengukiran II ini diapit rumah penduduk, dengan jarak yang hanya dapat dilewati pejalan kaki. Sayangnya bangunan yang yang telah didaftar sebagai benda cagar budaya (BCB) provinsi sejak 1972 ini, kehilangan bentuk aslinya ketika dirombak pada 2015 silam.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

2. Masjid Jami Annawier (1760)
Terletak di Jalan Pekojan Raya No 71, inilah masjid tua Pekojan dengan bangunan termegah. Banyak tiang besar menjnyangga bangunan ini, dengan gaya eropa klasik. Masjid ini didirikan oleh ulama Hadramaut keturunan Nabi Muhammad dari putrinya Fatimah. Aku beruntung bisa menyaksikan matahari tenggelam dari menaranya.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

3. Langgar Tinggi (1829)
Tampak luar bangunan mirip dengan Langgar Dhuwur tempat bergiat KH Ahmad Dahlan di Kauman Yogya. Bangunan ini terdiri atas dua lantai. Lantai pertama ada tempat wudhu dan kediaman pengurus masjid, lantai kedua tempat sembahyang.

Bahan utama bangunan terbuat dari tembok, sedangkan ornamennya berupa kayu. Arsitektur masjid dipengaruhi berbagai gaya, yaitu Eropa, Tionghoa dan Jawa. Menurut pengurus masjid, masjid ini ramai dikunjungi keturunan Arab di sepekan sebelum Idul Fitri. Mereka akan memasak beragam menu makanan Arab untuk dibagikan kepada warga dan masyarakat yang berkunjung.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

4. Mushola Ar Raudhah (1887)

Tak seperti masjid sebelumnya, melihat bangunan ini kita bisa tahu betapa tuanya masjid ini. Bangunan masjid yang terletak di Jalan Pekojan I Gg 3 mengikuti arsitektur rumah Betawi. Daun pintu pada bangunannya mengingatkan pada Kampung Kauman di Yogyakarta.

Masjid bernama lengkap Ar Raudhah Shahabuddin ini didirikan keturunan Arab. Awalnya dikhususkan bagi jamaah perempuan. Di kemudian hari di masjid inilah berdiri Jamiatul Khair, organisasi pendidikan Islam tertua di Jakarta (1901). Banyak tokoh Islam lahir dari gerakan ini, seperti KH Dahlan, HOS Tjokroaminoto, H Samanhudi, hingga H Agus Salim.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini