Annisa Hasanah, Pencipta Ecofunopoly yang Berkeliling ke 31 Negara dalam 7 Tahun

Annisa Hasanah, Pencipta Ecofunopoly yang Berkeliling ke 31 Negara dalam 7 Tahun
info gambar utama

Apakah hari ini Anda membuang sampah pada tempatnya?

Jika jawaban Anda ‘iya’, karbon Anda berkurang satu poin, kalau ‘tidak’ karbon Anda akan bertambah dua poin. Semakin sedikit karbon yang Anda miliki, semakin tinggi kesempatan Anda untuk menang. Yang paling pertama dapat menghabiskan karbon, itulah pemenangnya!

Begitulah kira-kira cara memainkan Ecofunopoly, permainan monopoli lingkungan yang diciptakan oleh Annisa Hasanah, yang kini menjabat sebagai CEO CV. Ecofun Indonesia. Cara bermainnya pun tidak jauh berbeda dengan monopoli konvensional. Hanya saja, uang yang biasa digunakan, dalam permainan ini, diubah menjadi butir karbon, sedangkan kartu Kesempatan dan Dana Umum diubah menjadi kartu Panas dan Hijaukan. Pemenangnya pun bukan ditentukan dari banyaknya rumah dan uang yang dimiliki, namun ditentukan dari banyaknya pohon yang ditanam dan sedikitnya jumlah karbon yang dimiliki.

Ya, di dalam Ecofunopoly, setiap kartu menuntut pemainnya menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait perilaku hidup pemain sehari-hari. Setiap kartu memiliki poin karbonnya masing-masing tergantung jawaban para pemain. Para pemain pun dituntut untuk jujur dalam menjawab pertanyaan-tersebut. Semakin ramah lingkungan perilaku yang dimiliki oleh pemain, semakin sedikit karbon yang akan dimiliki. Selain kartu-kartu tentang perilaku, terdapat pula kartu-kartu yang akan menguji wawasan lingkungan para pemainnya.

Annisa Hasanah, wanita kelahiran tahun 1989, adalah seorang penggagas dan inisiator papan permainan interaktif, Ecofunopoly. Annisa telah mencetus papan permainan ini sejak tahun 2009, dan pada tahun 2016 telah disahkan sudah menjadi sebuah perusahaan yang bernama CV. Ecofun Indonesia. Menurut keterangan dari Annisa, ide membuat Ecofunopoly ini tercetus karena kerisauannya pada kebiasaan orang Indonesia yang masih suka membuang sampah sembarangan. Bahkan, menurut kisahnya, dengan mata kepalanya sendiri, Ia menyaksikan seorang ibu yang justru mengajarkan anaknya untuk membuang sampah sembarangan ketika Ia sedang dalam angkutan umum. Dari sini lah, Annisa kemudian termotivasi untuk mengatasi masalah tersebut dengan metode pendidikan lingkungan interaktif berupa permainan.

Bermain Giant Ecofunopoly dalam Acara Festival Peduli Sampah Nasional 2016
info gambar

Melalui Ecofunopoly, Annisa berharap dapat mengubah perilaku sehari-hari anak-anak yang memainkannya. Ia ingin permainan ini menjadi salah satu permainan yang paling berkesan bagi mereka, sehingga ketika mereka dewasa nanti, apapun profesinya, mereka bisa menjadi orang dewasa yang peduli dengan lingkungannya. Lebih jauh lagi, supaya mereka dapat berkontribusi untuk keberlangsungan hidup lingkungan di bidang apapun yang mereka mereka tekuni nantinya. Kehadiran permainan ini juga diharapkan bisa menjadi salah satu alternatif absennya pendidikan lingkungan di sekolah-sekolah formal.

Semenjak dibentuk pada tahun 2009, papan permainan Ecofunopoly sudah mendapatkan berbagai macam penghargaan baik di dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu penghargaan terbaru yang paling bergengsi adalah menjadi Winner YSEALI Future Seeds Grant di Amerika Serikat pada tahun 2017 setelah sebelumnya, diundang menjadi tamu Kerajaan Saudi Arabia dalam MiSK Global Forum di Riyadh pada tahun 2016. Tidak ketinggalan pula, di tahun yang sama, Ecofunopoly juga berhasil menyabet juara pertama dalam kompetisi internasional lain yang berjudul Indonesia Sociopreneur Challenge 2016 dalam kategori Educational Campaign.

Sejak tahun 2009 pula, papan permainan edukasi ini telah dipasarkan tidak hanya hampir di seluruh Indonesia, namun juga di Jerman, Hongkong, Jepang, Saudi Arabia, Filipina, Myanmar, Amerika Serikat, dan Laos. Pun selain Bahasa Indonesia, permainan ini juga telah tersedia di dalam empat bahasa yaitu bahasa Inggris, Jerman, Tagalog, dan Burma.

Setelah selama delapan tahun Annisa Hasanah bergelut dalam dunia Ecofunopoly, tidak jarang ia mengalami berbagai macam penolakan dari berbagai macam pihak. Mulai dari disepelekan, proposal yang ditolak, maupun kompetisi yang tidak lolos. Menanggapi hal tersebut, bagi Annisa, hal tersebut adalah biasa dan bukanlah suatu alasan untuk menyerah. “Kita harus percaya terhadap apa yang kita buat. Kalau nggak percaya, kitanya yang luntur,” begitu ujarnya.

Menurut pengakuan Annisa, Ia dulu sebenarnya tidak berfikir untuk menjadikan Ecofunopoly ini menjadi pekerjaan utamanya. “Tadinya saya bercita-cita menjadi dosen,” katanya. Namun dalam perjalanan menuju cita-cita tersebut, Ia menemukan jalan lain berupa Ecofunopoly. Dalam prosesnya mengembangkan Ecofunopoly, Annisa merasa bahwa permainan ini membuka banyak peluang baginya untuk bermanfaat. Dari sini pulalah Ia menemukan banyak jalan untuk mengembangkan diri, bertemu dengan orang-orang baru, sampai mengeksplor tempat-tempat baru. Hingga pada akhirnya Ia mantap untuk mencurahkan 100% konsentrasinya bergelut dalam bidang permainan edukasi lingkungan.

Bagi Annisa, Ecofunopoly bukan hanya tempat Ia mencari nafkah dan berkarya, tapi juga lahan baginya untuk berdakwah. “Sebagai seorang muslim, dalam Islam saya percaya, bahwa kita harus berperilaku baik terhadap lingkungan, makanya saya niatkan hal ini untuk berdakwah. Walaupun tidak secara langsung membicarakan tentang Islamnya.”

Seperti generasi millenial pada umumnya, Annisa pun tidak luput dari memanfaatkan teknologi dan media sosial untuk mempromosikan produknya. Dari sana, Ia belajar bahwa investasi yang terbaik itu bukanlah uang, tapi waktu. Oleh karena itu, konsistensi dalam bidang apapun itu penting menurut Annisa. Untuk Ecofunopoly sendiri, terang Annisa, memiliki proses branding dan pemasaran yang tidak bisa sebentar. Butuh konsistensi dalam memposting konten di media sosial agar menarik banyak orang. Selain itu, menurutnya lagi, hal ini tidak dapat dilakukan sendirian. Sehingga peran komunitas dan orang-orang di sekitar juga tidak kalah pentingnya.

Strategi lain yang digunakan Annisa untuk mengembangkan Ecofunopoply, selain menggunakan internet dan media sosial, juga dengan memanfaatkan program-program bergengsi seperti kompetisi maupun konferensi baik di dalam maupun di luar negeri. Dari sana, Ia tidak hanya mendapatkan masukan dan inovasi baru, namun Ia juga mendapatkan jejaring yang terbukti mampu menyebarkan Ecofunopoly ke khalayak luas.

Dari program-program yang Ia ikuti itulah, Ia mendapatkan ide untuk membisniskan hal ini dan menjadi menjadi seorang social entrepreneur. Di Desa Sendang Sari tempat Ia tinggal, saat ini Ia mampu memberdayakan sekitar 5-6 ibu-ibu dan 2-3 bapak-bapak sekitar untuk membantu dalam proses produksi Ecofunopoly. Tidak hanya produk ini mampu membuka lapangan pekerjaan, produk permainan Ecofunopoly ini juga mampu mereduksi jumlah sampah karena Ia memanfaatkan sampah kertas dan kayu bekas untuk membuat pin dan dadunya.

Student Traveller

Berpose dengan Buku Student Traveler © Annisa Hasanah
info gambar

Selain sibuk bergelut bersama Ecofunopoly, wanita yang merupakan alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) ini juga adalah seorang penulis buku "Student Traveler" dan "Student Traveler 2". Buku tersebut merupakan buku travel diary-nya yang menceritakan pengalamannya mengunjungi 31 negara dalam tujuh tahun. Tidak hanya Ia bercerita tentang asiknya berkelana ke negeri orang, namun Ia juga menceritakan bagaimana Ia mendapatkan kesempatan tersebut yang kebanyakan adalah dari hasilnya memanfaatkan status mahasiswanya untuk berkarya dan berprestasi. Hampir separuh perjalanannya juga tidak lepas dari hasilnya mengembangkan Ecofunopoly.

Dalam buku ini, Annisa ingin menyampaikan kepada anak-anak muda di seluruh Indonesia kalau ilmu tidak hanya bisa didapatkan di dalam kelas, tapi juga bisa melalui jalan-jalan dalam kegiatan-kegiatan internasional. Ia ingin memotivasi mereka untuk memanfaatkan sebaik-baiknya status pelajar yang dimiliki untuk melancong ke negeri-negeri lain. Walaupun sering berpergian ke luar negeri, Annisa mengaku selalu bangga menjadi seorang warga Indonesia. Ia mengaku perasaan bangga tersebut muncul ketika Ia membanding-bandingkan negaranya sendiri dengan negara orang lain.

Annisa Hasanah, Ketika Melancong ke Saudi Arabia dalam Acara MiSK
info gambar

Melancong menurutnya adalah sebuah proses belajar yang tidak akan membuat kita menyesal. Dengan sering berpergian ke luar Indonesia, menurut Annisa, kita akan belajar untuk melihat dunia lebih luas. "Selagi masih muda dan mampu, travelling lah sebanyak-banyaknya, sejauh-jauhnya," begitu ujarnya. "Cari pengalaman yang banyak, dan temuilah berbagai macam orang dari berbagai macam suku, ras, agama, serta yang berbeda pemikiran sekalipun, dan bertemanlah dengan mereka," tambahnya. Dengan begitu, wawasan kita akan lebih terbuka sehingga tidak lagi gampang terpengaruh oleh berita-berita yang negatif.

Ecofunopoly dan Indonesia

Indonesia di mata Annisa Hasanah, tetaplah Indonesia yang memiliki banyak potensi untuk maju dan berkembang. Walaupun banyak orang yang masih berperang ideologi, menurutnya, Ia masih optimis bahwa Indonesia suatu hari nanti akan jadi negara yang maju dan beradab.

Sebagai seorang social entrepreneur, Ia bercita-cita melihat anak-anak Indonesia di masa yang akan datang bisa lebih peduli terhadap lingkungan daripada orang tuanya. Mengutip Nelson Mandela, “Education is the most powerful tool to change the world (Pendidikan adalah hal yang paling kuat untuk merubah dunia)," Ia percaya bahwa pendidikan dapat merubah dunia. Itulah salah satu motivasinya untuk tetap terus konsisten dalam pendidikan lingkungan.

“Ecofunopoly ini misinya bukan untuk mengajari, namun pendidikan kreatif. Sehingga nilai-nilainya bisa diambil di bawah alam sadar,” terang Annisa. Ia berharap semoga kedepanya Ecofun Indonesia bisa menghasilkan lebih banyak permainan-permainan, dan produk-produk edukasi lingkungan untuk anak-anak muda.

Kepada seluruh anak-anak muda Indonesia, Annisa Hasanah berpesan untuk melakukan apa yang disuka dan untuk lebih banyak travelling. Karena, menurutnya, dalam perjalanannya nanti masalah pasti akan selalu ada. Dalam fase tersebut biasanya, kita akan selalu kembali untuk melakukan sesuatu yang kita cintai. Sehingga penting untuk menjadikan sesuatu yang kita cintai menjadi bidang utama yang digeluti.


Sumber:
Wawancara pribadi.

Tautan:
Ecofun Indonesia https://ecofun.id/
Student Traveler https://annisapotter.com/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini