Literasi Digital, Mari Mulai Dari Diri Sendiri

Literasi Digital, Mari Mulai Dari Diri Sendiri
info gambar utama

Di dunia digital yang berkembang pesat saat ini, sebagian besar orang pasti punya ponsel pintar (smartphone). Bahkan mungkin saja, sekarang anda sedang membaca tulisan ini melalui ponsel. Teknologi ponsel pintar ini diiringi pula dengan perkembangan media sosial. Ada beberapa media sosial yang kini sedang digandrungi oleh generasi milenia. Sebut saja, Facebook, Twitter, Line, Whatsapp, Instagram, Youtube, sampai Tumblr dan Blog.

Dunia kini terasa semakin ‘menyempit’. Melalui media sosial, manusia bisa berkomunikasi tanpa mengenal lagi jarak dan waktu. Berbagai konten sudah bisa terkirim cukup dalam hitungan detik. Dari mulai tulisan, berita, foto, video, serta konten lain yang bersifat informasi atau advertensi. Melalui perantara media sosial, semua orang dapat saling bertukar konten dengan sangat mudah. Tinggal klik, maka anda bisa mengakses konten-konten tersebut sesuai selera.

Sayangnya, kemudahan akses konten-konten ini selain membawa dampak positif, juga membawa dampak negatif. Salah satunya, ‘penyakit-penyakit’ sosial yang dengan begitu mudah tersebar di dunia maya. Dimana pornografi dan berita bohong (hoax), menempati urutan pertama. Termasuk yang kini sedang banyak diberitakan, konten ujaran kebencian.

Akhir-akhir ini, Pemerintah Indonesia sangat gencar mengadakan kampanye anti-hoax. Sebagai salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia, media sosial menjadi alat propaganda paling efektif di Indonesia. Yang paling diwaspadai tentu propaganda paham-paham radikal, yang sangat rawan dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa. Belum lagi ketika masuk tahun-tahun politik seperti saat ini. Berbagai konten dari ‘tim sukses’ akan bertebaran di media sosial. Tidak jarang konten bernada ‘miring’ terus-menerus disebar, demi tujuan untuk dapat mengalahkan saingan. Lebih diperparah lagi, apabila konten-konten ini berisikan ujaran kebencian, dan hal-hal bersifat SARA. Tema-tema yang sangat sensitif, karena rawan memecah kedamaian dalam masyarakat.

Pemerintah telah berupaya mengantisipasi penyebaran konten negatif seperti ini di dunia maya. Upaya-upaya seperti: sosialisasi untuk mewaspadai konten negatif, menutup website atau blog yang memuat konten negatif, sampai menjerat pelaku penyebarannya dengan aturan pidana. Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi payung hukum, sebagai muara dari upaya tersebut. Sebuah upaya yang patut diapresiasi. Namun pertanyaannya sekarang, apakah semua upaya itu cukup? Mengingat dunia maya ibarat jejaring yang tidak berujung. Satu website ditutup, akan muncul website pengganti lainnya. Bisa berkali-kali lipat banyaknya. Ibarat makhluk legenda Yunani, Hydra. Segala upaya ini bagaikan sebuah ‘peperangan’ tanpa henti.

Disinilah kemudian muncul peran penting kita sebagai masyarakat. Sebagai pengguna dari media sosial, kita bisa ikut membantu Pemerintah dengan cara yang sederhana. Dengan memakai alat canggih di genggaman kita. Iya, dengan memakai smartphone milik kita masing-masing. Mari mulai sekarang sempatkan membaca setiap konten yang ter-upload di media sosial secara utuh. Jangan sebagian-sebagian, atau malah hanya judul-judulnya saja. Karena tidak jarang konten-konten ini memilih judul dengan gaya-gaya provokatif, agar bisa tampil lebih ‘memikat’. Usai membaca, mari lanjutkan dengan sedikit menelaah isi kontennya. Jadikan diri kita filter pertama terhadap konten yang kita baca. Lalu bertanyalah dalam hati, apakah konten ini benar adanya? Atau konten ini hanya bersifat hoax? Pertimbangkan hal-hal tersebut, sebelum kita me-retweet atau menyebar ulang konten yang kita baca. Ingat, kalau tanggung jawab kini ada di tangan kita. Ada di jari-jemari kita.

Demikian pula saat hendak berbagi informasi, apapun media sosial yang menjadi pilihan anda. Pastikan kalau konten yang kita tulis dan upload, isinya dapat dipertanggung-jawabkan. Dan akan lebih baik lagi kalau konten-konten tersebut, dapat bermanfaat untuk khalayak pengguna internet lainnya. Jadilah editor atau redaktur yang baik untuk diri kita sendiri. Sekali lagi, musti diingat kalau tanggung jawab kini ada di tangan kita. Ada di jari-jemari kita.

Mari berkontribusi positif untuk bangsa dan negara kita tercinta, Indonesia. Mari ber-internet dengan bijaksana.

Denpasar, 22 Oktober 2017.

Opini (sederhana) ini ditulis untuk Good News From Indonesia

Dalam rangka Ubud Writer’s Festival 2017

25-29 Oktober 2017.

.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini