Ini dia 6 Hiburan Masyarakat Jawa Kuno

Ini dia 6 Hiburan Masyarakat Jawa Kuno
info gambar utama

Sejatinya kita sebagai manusia adalah mahluk yang membutuhkan hiburan dan rekreasi. Hiburan yang kita nikmati dapat membuat kita mengurangi atau bahkan menghilangkan ketegangan emosi yang kita miliki.

Di tanah jawa, ada banyak sekali kesenian dan pertunjukan yang dilakukan dengan tujuan menghibur. Berikut adalah enam hiburan yang dinikmati oleh masyarakat jawa kuno bahkan sejak zaman kerjaan:

  1. Sinden

Sinden atau pasindhian memiliki arti pelantun lagu. Kata pasindhian bersal dari Widu Mandidung. Widu sendiri dalam bahasa Indonesia berarti seorang biduan. Menurut sumber yang lain Sinden juga biasa disebut waranggana, yang berasal dari kata “wara” yang berarti ‘perempuan’, dan “anggana” memiliki arti ‘sendiri’. Profesi sinden ini termasuk menjadi profesi pejabat kerajaan, yang disebut watak I jro atau golongan dalam (abdi dalem). Profesi sinden termasuk profesi yang mendapat gaji dari kraton.

Biasanya serang pesinden akan tampil sendiri untuk melantunkan lagu-lagu jawa, sekaligus juga diiringi oleh bunyi-bunyian gamelang.

  1. Pertunjukan Wayang

Seni pertunjukan wayang adalah seni asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali. Wayang sendiri memiliki beberapa jenis, yaitu: wayang kulit, wayang bamboo, wayang kayu, wayang orang, wayang rumput, dan wayang motekar. Namun dari berbagai jenis wayang, yang paling sering dipentaskan adalah seni wayang kulit.

Biasanya seni pertunjukan wayang memakai cerita dari Ramayana dan Mahabharata.

Bahkan bukti tertua dari pertunjukan wayang adalah ditemukannya Prasasti Kuti (840 M) yang ditemukan di Joho, Sidoarjo. Dalam Prasasti Kuti, haringgit dimasukkan ke dalam kelompok wargga i dalem artinya berada di lingkungan istana.

Pertunjukan wayang biasanya dimainkan selama semalaman suntuk, para pekerja seni dan bahkan para penontonnya harus memiliki energi yang cukup untuk menikmati pertunjukan wayang.

  1. Tarian

Seni Tari pada masa Jawa kuno kemungkinan dikenal dua jenis tarian, yaitu: Manigel adalah tarian yang tidak menggunakan topeng. Sedangkan, tarian yang menggunakan topeng, seperti disebut dalam Prasasti Kuti, istilahnya mangrakat, matapukan, dan manapal. Tarian ini bisa dilakukan oleh orang yang berprofesi sebagai penari maupun masyarakat yang menarikan tarian tertentu.

Seperti yang ditulis juga di naskah nagarakrtagama, para penari bertugas menyanyi dan menari untuk menghibur para petinggi kerajaan.

Selain itu, Dalam Prasasti Paradah (943 M) dan Prasasti Alasantan (939 M) disebutkan adanya tarian yang dilakukan oleh para pejabat. Tarian ini dilakukan dengan mengikuti aturan tertentu. Jenis tarian yang disebut ada tuwung, bungkuk, ganding, dan rawanahasta. Tarian ini merupakan tarian adat yang biasa ditarikan dalam upacara penetapan sima.

  1. Lawakan

Dalam sebuah pentas, tak hanya ada gamelan, sinden, wayang, dan penari. Namun juga ada pelawak. Setidaknya ada dua pelawak, Si Lugundung dari Desa Rasuk dan Si Kulika dari Desa Lunglang. Mereka diberi upah kain 1 yugala dan emas 6 masa pada waktu itu.

Ada dua jenis lawakan dalam tradisi jawa kuno, Marirus adalah lawakan yang disampaikan dengan menggunakan kata-kata. Sedangkan mabanol adalah lawakan yang diekspresikan dengan gerakan.

  1. Musik

Prasasti Waharu I juga mencatat adanya mapadahi. Mapadahi berasal dari kata padahi yang berarti kedang, dan mapadahi adalah penggendang. Mapadahi juga termasuk abdi dalem yang bekerja di kraton untuk menghibur raja. Dalam upacara penetapan sima, pengendang ini akan hadir dan menabuh kendang setelah acara pesta makan bersama.

Para penabuh kendang ini ada yang bergabung membentuk kelompok. Terbukti dalam satu baris kalimat Prasasti Mulak (878 M), mengenai tokoh Si Kuwuk yang hadir dalam upacara sima. Ia merupakan pimpinan pengendang.

  1. Akrobat

Pertunjukan akrobat terbukti ada pada zaman jawa kuno, kita dapat melihat melalui relief Karmawibhaangga yang berada di kaki Candi Borobudhur. Relief ini memperlihatkan beberapa orang sedang mengadakan pertunjukkan. Salah seorang meletakkan benda panjang dan tipis seperti papan di atas dagunya. Papan itu diberdirikan secara vertikal. Si seniman terlihat seperti berjoget tanpa menjatuhkan papan itu.


Sumber: historia.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini