Akan Seperti Apa Saat Fakfak Jadi Sentra Rumput Laut Nasional?

Akan Seperti Apa Saat Fakfak Jadi Sentra Rumput Laut Nasional?
info gambar utama

Pengembangan sektor perikanan dan kelautan di Provinsi Papua Barat semakin mendapat perhatian dari Pemerintah Indonesia. Setelah dijanjikan akan bisa melaksanakan ekspor secara langsung, Papua Barat kini didorong untuk menjadi salah satu sentra pengembangan komoditas rumput laut di Indonesia.

Untuk pengembangan sentra, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memilih Kabupaten Fakfak sebagai daerah yang akan dikembangkan. Pemilihan daerah tersebut menjadi sentra pengembangan, tidak lain karena potensi produksi rumput laut yang ada sangat besar. Menurut KKP, komoditas tersebut hingga saat ini belum dikembangkan secara maksimal di daerah tersebut.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto mengatakan, penetapan Fakfak sebagai salah satu sentra pengembangan, diharapkan bisa mendorong peningkatan kapasitas produksi rumput laut di daerah tersebut. Untuk mendorong ke arah itu, akan dibangun sistem bisnis terintegrasi dari hulu hingga hilir.

“Ini penting untuk menaikkan nilai tambah,” ungkapnya di Fakfak dalam siaran pers yang diterima Mongabay-Indonesia pekan lalu.

Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti saat panen rumput laut di perairan kampung Saharei Distrik Fakfak Timur Kabupaten Fakfak, Papua Barat pada Jumat (23/3/2018) | Foto : Handika Rizki Rahardwipa/Humas KKP/Mongabay Indonesia
info gambar

Dalam mengembangkan Fakfak menjadi sentra rumput laut nasional dari Papua Barat, Slamet menyebutkan, perlu diimplementasikan peta jalan (raodmap) rumput laut nasional di daerah tesebut. Selain itu, perlu juga dilakukan penataan sistem tata niaga rumput laut yang lebih efisien dan transparan.

Menurut Slamet, dalam melakukan penataan, rantai tata niaga harus dilakukan secara efisien dengan memutus rantai distribusi yang terlalu panjang. Untuk itu, kemitraan harus terjalin secara langsung antar industri dengan pembudidaya di setiap sentra produksi dengan mengedepankan kepercayaan, tanggungjawab dan transparansi.

“Pengembangan industri berbasis nilai tambah juga perlu didorong,” tambahnya.

Slamet melanjutkan, Indonesia hingga saat ini masih memegang posisi sebagai negara net eksportir terbesar di dunia. Tetapi, dari jumlah tersebut, 80 persen berasal dari produk kering atau raw material. Untuk itu, Indonesia perlu segera melakukan diversifikasi produk untuk meningkatkan produksi lagi.

“Bayangkan, jika kita mampu menaikan grade produk dari raw material menjadi semi refine carageenan, maka setidaknya nilai tambah yang akan didapat bisa mencapai 274 persen,” tandasnya.

Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti saat panen rumput laut di perairan kampung Saharei Distrik Fakfak Timur Kabupaten Fakfak, Papua Barat pada Jumat (23/3/2018) | Foto : Handika Rizki Rahardwipa/Humas KKP/Mongabay Indonesia
info gambar

Sebagai bentuk dorongan menjadikan Fakfak sebagai salah satu sentra pengembangan rumput laut, Pemerintah Indonesia menggelar panen raya rumput laut pada Jumat (23/3/2018). Panen yang dilaksanakan di lahan seluas 4 hektare di kampung Saharei Distrik Fakfak Timur itu dipimpin langsung Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

“Panen raya ini diharapkan akan menjadi awal menuju ekonomi masyarakat yang lebih baik. Saya ingin rumput laut ini menjadi alternatif usaha dan secara langsung meningkatkan pendapatan masyarakat di sini,” ucap Susi di hadapan pembudidaya rumput laut.

Dengan dukungan dan potensi yang ada, Susi mendorong masyarakat di Fakfak untuk menekuni usaha budidaya rumput laut dan menjadikannya sebagai mata pencaharian. Dia meminta agar masyarakat yang menjadi pembudidaya rumput laut, bisa menerapkan standar kualitas produksi rumput laut hingga bisa dijadikan komoditas ekspor.

“Saya harap nanti harga rumput laut tidak dipencet-pencet. Perusahaan seperti PT Algae di sini, harus peduli dengan pembudidaya, sehingga masyarakat akan terpacu semangatnya untuk bekerja,” tuturnya.

Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti saat melihat hasil panen rumput laut di perairan kampung Saharei Distrik Fakfak Timur Kabupaten Fakfak, Papua Barat pada Jumat (23/3/2018). Foto : Handika Rizki Rahardwipa/Humas KKP/Mongabay Indonesia
info gambar

Dengan potensi rumput laut yang ada di Fakfak, khususnya di Papua Barat dan Papua, Susi menghimbau kepada masyarakat dan pembudidaya untuk bisa menjaga kelestarian sumberdaya laut, memanfaatkan dengan cara bertanggungjawab dan tidak merusak demi masa depan Indonesia.

“Saya ingatkan bapak ibu tidak melakukan penangkapan ikan dengan potas, ngeruk pasir dan buang sampah plastik di laut,” tandasnya.

Melalui pengembangan sentra rumput laut di Fakfak, Susi menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia memberikan perhatian yang sama untuk pembangunan perikanan di Papua dan Papua Barat. Selain rumput laut, pengembangan juga dilakukan melalui perikanan budidaya seperti usaha budidaya lele sistem bioflok dan pakan ikan mandiri.

“Sudah lama saya meminta kepada Dirjen Budidaya untuk mengembangkan lele bioflok di Papua. Kenapa saya prioritaskan karena daerah Papua termasuk yang kekurangan sumber protein,” ujarnya.

Budidaya lele dengan menggunakan teknologi system bioflok yang sedang digalakkan oleh Dirjen Perikanan Budidaya KKP. Teknologi bioflok ini diyakin dapat meningkatkan produksi lele sampai tiga kali lipat. Foto : DJPB KKP/Mongabay Indonesia
info gambar

Pemilihan budidaya lele dengan sistem bioflok di Papua, menurut Susi, tidak lepas dari pertimbangan bahwa teknologi tersebut bisa menghasilkan produksi hingga berkali lipat dan kemudian hasilnya bisa untuk memenuhi kebutuhan ikan di Papua dan Papua Barat. Kemudian, pertimbangan lain, karena penduduk di Papua dan Papua Barat jumlahnya juga banyak.

“Bioflok ini bisa dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga. Selain kelompok pembudidaya ataupun koperasi, sebenarnya masyarakat bisa menerapkan ini. Dimulai dengan modal sendiri, nanti kita bantu bibitnya,” jelas dia.

Di samping teknologi bioflok, pengembangan juga dilakukan melalui pengadaan pakan mandiri. Menurut Susi, pengembangan pakan dilakukan, juga tak lepas dari pertimbangan bahwa di Papua ketersediaan bahan baku lokal seperti jagung dan kedelai masih melimpah. Dengan demikian, kebutuhan pakan yang ada di Papua berikutnya bisa dipasok dari pakan mandiri.

Merauke

Selain di Papua Barat, pembangunan sektor perikanan juga dilakuan Pemerintah Indonesia di Papua melalui sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) di Kabupaten Merauke. Konsep pembangunan tersebut, menurut Susi Pudjiastuti, adalah melalui pendekatan geopolitik dan ekonomi secara bersamaan.

Dengan dua pendekatan tersebut, Susi berharap, pembangunan SKPT yang dilakukan di kawasan pesisir dan pulau-pulau terluar bisa memperkuat pertahanan dan keamanan Negara Kepulauan Republik Indonesia (NKRI). Selain itu, melalui SKPT, perekonomian lokal juga didorong untuk berkembang hingga ke level tertinggi.

Menteri Susi Pudjiastuti didampingi Bupati Fakfak Mohammad Uswasnas saat melihat tangkapan ikan dan kuliner di Pasar Ikan Waneri Tanjung Wagon, Fakfak, Papua Barat pada Jumat (23/3/2018) | Foto: Humas KKP/Mongabay Indonesia
info gambar

Susi memaparkan, sebagai sebuah konsep untuk pengembangan ekonomi, pembangunan SKPT akan menghadirkan cold storage, kapal angkut, kapal nelayan kecil sebanyak 100 unit, dan kapal besar sebanyak 2 unit. Jika semua elemen tersebut ada, maka SKPT sedikitnya akan melibatkan 1.000 orang di dalamnya.

“SKPT itu akan menyetok pangan. Jika terjadi apa-apa seperti perang misalnya, itu para TNI bisa masuk karena warga sipil sudah ada di sana yang membantu dan stok pangan pun sudah ada,” pungkas dia.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Sjarief Widjaja pada kesempatan yang sama menjelaskan, meski pembangunan SKPT Merauke belum sepenuhnya rampung, tetapi saat ini sudah ada beberapa kapal yang mulai memindahkan lokasi tambatnya ke sana. Diharapkan, setelah pembangunan selesai, kapal yang bersandar jumlahnya semakin banyak lagi.

“KKP tahun ini akan menyiapkan 60 kapal yang langsung akan dibangun di Merauke sendiri dengan konsep cash for work dan mereka akan membangun kapal sesuai dengan kebutuhan mereka. Kapalnya dari kayu, dan itu untuk orang Merauke semuanya. Dengan begitu rasa memiliki bahwa ini SKPT untuk masyarakat Merauke akan terjadi,” ungkapnya.

Dengan pembangunan SKPT ini, Sjarief mengharapkan transaksi usaha perikanan di Papua akan meningkat lebih banyak. Untuk itu, agar biaya logistik bisa terus ditekan, fasilitas kapal angkut akan terus ditambah dengan melibatkan badan usaha milik Negara (BUMN) seperti Perum Perindo dan PT Pelni. Jika itu berhasil dilakukan, diharapkan harga ikan dari SKPT Merauke bisa bersaing di pasaran.

“Ketidakpastian kapal angkut membuat mereka (nelayan) bisa menunggu kadang-kadang dua minggu, kadang-kadang sebulan, sehingga biaya penyimpanan di dalam kapal dan cold storage jadi tinggi. Nah, itu yang menyebabkan ikan ini jadi agak sulit untuk bergerak ke Jawa. Kita ingin memperbanyak pengangkutan,” jelas dia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat melihat panen kepiting bakau di wilayah pesisir Kabupaten Mimika, Papua pada Selasa (20/3/2018) | Foto: Humas KKP/Mongabay Indonesia
info gambar

Pejabat Sementara (Pjs) Gubernur Papua Sudarmo di kesempatan yang sama mengatakan, pembangunan SKPT di Merauke diharapkan bisa menumbuhkan geliat bisnis industri perikanan di wilayah Papua. Keberadaan SKPT, diharapkan bisa mendorong produktivitas 20.388 unit armada perikanan tangkap yang saat ini ada di Papua.

“Armada yang ada tersebut didominasi oleh perahu tanpa motor dan motor tempel. Di Papua, pada 2017 jumlah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) juga sudah tumbuh hingga menjadi 221 unit,” tambahnya.


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini