Bagaimana ASEAN Bertahan 50 Tahun ke Depan?

Bagaimana ASEAN Bertahan 50 Tahun ke Depan?
info gambar utama

Diakui atau tidak, perdamaian lebih jarang diceritakan dan diberitakan dibandingkan dengan konflik dan peperangan". Kutipan tersebut pas untuk sedikit menggambarkan betapa ASEAN telah berhasil, selama 50 tahun sejak didirikan, dalam menciptakan dan menjaga perdamaian pun juga kesejahteraan di kawasan ini. Ini yang jarang sekali diceritakan.

Seolah 'taken for granted'.

Asia Tenggara, sebuah kawasan besar dengan penduduk yang padat, dalam 5 dekade mampu membangun ekosistem perdamaian yang, sadar atau tidak, telah dinikmati tak hanya oleh 10 anggota ASEAN, namun juga negara-negara di sekitarnya.

Tak hanya itu, ASEAN dibentuk untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan anggota; memajukan perdamaian dan stabilitas di tingkat regional; serta meningkatkan kesempatan untuk membahas perbedaan di antara anggotanya dengan damai, ASEAN mulai merasakan hasilnya.

Dr. Marty Natalegawa, mantan Menlu RI 2009-2014, di acara ASEAN Media Forum awal Mei 2018 di Singapura, menyatakan keyakinannya bahwa ASEAN telah menjadi organisasi yang membawa dampak transformatif, terutama dalam rangka hubungan antar negara anggota, hubungan negara-negara ASEAN dengan kawasan lain yang lebih luas, dan juga dalam membangun people-centered way. Beliau juga menyakatakan bahwa ASEAN telah berhasil membawa pertumbuhan dan kebangkitan ekonomi di antara negara-negara anggotanya, juga menghubungkan ekonomi ASEAN dengan kekuatan-kekuatan ekonomi di luar kawasan. Selain itu, ASEAN juga telah berhasil menjadikan Asia Tenggara sebagai kawasan yang mempunyai 'suara' di tingkat global.

Usaha-usaha untuk menyediakan perbaikan bidang ekonomi, kesejahteraan, dan ketaatan pada prinsip-prinsip HAM dan good governance, dan juga kesatuan kawasan selama ini menjadi indikasi masa depan ASEAN.

Apakah keberhasilan ASEAN selama 50 tahun terakhir ini, cukup untuk menjadi jalan mencapai keberhasilan-keberhasilan ASEAN 50 tahun mendatang?

Dr Marty menyampaikan bahwa ASEAN harus terus menjadi lebih baik. Konsep 'business-as-usual' tak akan mampu mempertahankan kesuksesan organisasi ini di masa depan.

“Kita sekarang memiliki ASEAN dengan perdamaian dan stabilitas di Asia Tenggara, komunitas keamanan politik ASEAN, tetapi pada saat yang sama saya melihat banyak paradoks".

“Kita memiliki banyak instrumen dan kerangka kerja ASEAN, tetapi pada saat yang sama, terdapat keraguan dan keengganan oleh negara-negara anggota ASEAN sendiri untuk benar-benar memanfaatkan instrumen ini.”

Selain itu, kontribusi transformatif ASEAN di masa lalu, bagaimana 50 tahun ke depan berkontribusi untuk mengubah negara-negara Asia Tenggara menjadi wilayah yang lebih luas dengan pengaruh global, bisa menjadi bahan pelajaran untuk kita semua 50 tahun ke depan.

Dr Marty juga mencatat bahwa selain masalah persaingan antara AS dan Cina dan implikasinya terhadap ASEAN, ada juga masalah ketegangan antara India dan Cina, Cina dan Jepang dan kedua Korea, di antara banyak dinamika lainnya.

“Pertanyaan yang relevan adalah so what? Bagaimana ASEAN dapat benar-benar menavigasi situasi tersebut? ”

Natalegawa menegaskan kembali bahwa bukan hanya mendefinisikan apa arti sentralitas ASEAN, yang lebih penting adalah menggunakan sentralitas tersebut untuk kepentingan kawasan.

“Kita tidak dapat memperoleh realitas hanya dengan ekstrapolasi dan mantra, kita harus melakukannya . Ini yang menurut saya masih belum ada; manifestasi konkret ASEAN dari sentralitasnya, ”kata mantan menteri luar negeri Indonesia.

Secara jujur Dr Marty ​​mengatakan bahwa dia cukup kecewa bahwa ASEAN diam saat isu Semenanjung Korea mengemuka.

"Ketika ada ancaman rudal jarak jauh untuk mencapai Guam, yang tidak terlalu jauh dari wilayah Asia Tenggara, dan kita menunggu KTT menteri hanya untuk menyatakan sikap," katanya.

“Sekarang kita melihat perkembangan yang baik di semenanjung tersebut, cara terbaik yang dapat kita lakukan adalah membantu 'mengunci' hal tersebut untuk memastikan denuklirisasi. Hal ini berpotensi momen mengubah permainan (game-changer) . , ”katanya.

“ASEAN harus merebut ini, ASEAN harus mengunci proses menuju perdamaian ini. Jangan menunggu sampai pertemuan para menteri senior pada bulan Juli atau KTT November. ”

Tantangan 50 tahun ke Depan

Menurutnya, tantangan untuk ASEAN di masa depan adalah bagaimana anggota-anggota ASEAN mengelola isu-isu di dalam negeri dan regional, dan regional dan global.

Untuk itu, Natalegawa menyerukan peningkatan kapasitas manajemen krisis yang lebih baik dan lebih relevan di ASEAN.

Marty Natalegawa dan ASEAN Media Forum 2018 di Singapura
info gambar

Agar relevan dalam lima dekade mendatang, ASEAN tersebut harus memiliki kapasitas untuk membuat perbedaan dan mengembangkan pandangan transformatif terhadap kawasan yang lebih luas, katanya.

“Pemimpin sebenarnya dapat memimpin dan memikirkan jalan ke depan. Keputusan untuk memperluas ASEAN dari lima hingga 10 anggota, untuk memiliki KTT Asia Timur, itu transformatif. Tetapi kita perlu berpikir di luar kotak dan menjadi lebih transformatif, bahkan mengambil risiko sebagai hasilnya. ”

Ada saat-saat tertentu dalam perkembangan ASEAN di mana organisasai ini merasa perlu menambah dan meningkatkan ambisinya.

Misalnya, pada tahun 2002 adalah Singapura yang memperkenalkan komunitas ekonomi ASEAN; dan kemudian Indonesia dengan komunitas politik dan keamanan ASEAN; dan Filipina dengan komunitas sosial dan budaya.

Natalegawa mengatakan bahwa ASEAN perlu menunjukkan relevansi di luar kekuasaan untuk bergulat dan menangani tiga masalah kritis pergeseran geopolitik, defisit kepercayaan dan perselisihan teritorial.

“ASEAN memiliki kapasitas untuk mengadakan pertemuan, tetapi kita harus lebih dari sekedar penyelenggara pertemuan. ASEAN harus secara tepat dan nyata mewujudkan apa yang diinginkan dari pertemuan tersebut. ”

Perlu kah ASEAN menambah Anggota?

Pada ASEAN Summit di Australia pada pertengahan Maret 2018, tercetus wacana potensi masuknya Australia menjadi anggota baru, bahkan Presiden RI menyatakan bahwa ide itu merupakan ide bagus. Namun Dr Marty menyatakan bahwa masuknya Australia menjadi anggota ASEAN justru akan menjadi distraksi, memecah perhatian, dan berpotensi memicu gesekan.

Saat ini, yang paling mungkin adalah menambah Timor Leste menjadi anggota baru .

Timor Leste sudah mengajukan niat menjadi anggota ASEAN sejak 2011 lalu, dan Dili juga telah melayangkan surat permohonan kepada Sekretariat ASEAN untuk menjadi anggota ke-11 ASEAN.

Walau telah mendapat sambutan yang cukup positif, belum tercapainya suara konsensus dari 10 negara anggota menjadikan hingga kini ASEAN belum juga menerima secara resmi Timor-Leste sebagai anggota resminya.

Indonesia merupakan negara pertama yang menyatakan setuju untuk menerima Timor Leste ke dalam anggota ASEAN. Indonesia juga menjadi negara yang mendorong negara anggota ASEAN lainnya untuk turut menyetujui hal ini.

ASEAN Media Forum 2018 dilaksanakan di NTU Alumni Club Singapura, dan dilaksanakan atas kerjasama Rajaratnam School of International Studies, GIZ (Jerman), dan Air Asia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini