Ramah, Identitas Indonesia di Mata Dunia

Ramah, Identitas Indonesia di Mata Dunia
info gambar utama

Menurut cerita – cerita lama, penduduk Indonesia dikenal sebagai orang yang ramah. Banyak wisatawan mancanegara setelah berkunjung ke Indonesia mengatakan hal tersebut. Sifat orang Indonesia yang ramah merupakan perwujudan dari nilai – nilai kebudayaan yang ada di masyarakat. Hampir seluruh budaya di Indonesia mengajarkan tentang sopan santun dan bersikap baik. Mayoritas masyarakat Indonesia sendiri masih memegang teguh nilai – nilai itu.

Penghargaan sebagai bangsa yang ramah bukanlah sebuah isapan jempol belaka. Menurut Pandji Pragiwaksono dalam bukunya Menemukan Indonesia, jika dibandingkan dengan negara Singapura, sifat ramah itu akan sangat terlihat. Menurutnya sangat sulit menemukan sopir taksi di sana yang tersenyum kepada penumpang.

Namun realita seperti ini juga perlu menjadi refleksi bagi bangsa Indonesia. Sikap ramah orang Indonesia apakah memang orang – orang Indonesia sangat ramah dan baik, atau mungkin saja masyarakat negara lain yang bersikap jutek. Sehingga menonjolkan bangsa Indonesia yang sedikit ramah.

Jika memang bangsa Indonesia adalah orang yang ramah. Maka unsur budaya yang seperti ini perlu dijaga dan dilestarikan. Sehingga nilai – nilai yang baik itu terus melekat, dan menjadi identitas bangsa. Berlaku sebaliknya, jika terdapat unsur – unsur budaya yang kurang baik maka perlu dihilangkan.

Selain ramah, orang – orang Indonesia memiliki sifat yang santai. Bahkan cenderung santai. Kehidupan mayoritas orang Indonesia berjalan dengan ritme yang pelan. Masih banyak orang – orang Indonesia yang memegang prinsip “semua bisa diatur”.

Pesan Pandji Pragiwaksono dalam bukunya adalah orang Indonesia perlu mengenal kembali budayanya sendiri. Deskripsikan budaya yang ada ke dalam kata – kata. Perhatikan kata yang telah dibuat, coba bandingkan dan cari padanan katanya dalam bahasa Inggris atau bahasa lain. Jika kata unik itu tidak memilki padanan kata dari bahasa lain, bisa jadi itu adalah budaya yang memang ada di Indonesia.

Jika kata unik yang menggambarkan sebuah budaya itu bermakna baik, maka budaya itu perlu dijaga. Namun jika kata unik itu cenderung negatif, maka budaya itu perlu dihilangkan. Seperti budaya ngaret misalnya.


Sumber:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini