Olah Jiwa dan Raga Ala Orang Sumbing

Olah Jiwa dan Raga Ala Orang Sumbing
info gambar utama

Olahraga Aja Mana Cukup?

Siapa yang pernah dapet nilai matematika 100? banyak dong ya, apalagi yang dari jaman sekolah udah bermental dagang. Yang dapet nilai kimia 100 mana suaranya? Yak aman lah, Indonesia punya banyak calon profesor. Kalau yang pernah dapet nilai Bahasa Inggris 100? Beuh banyak dan pasti bangga pula karena sah mendapat predikat titisan bule, ya kaaan? Tapi coba ada yang pernah dapet nilai olahraga 100 ngg?

Sepenting itu membiasakan hidup sehat, kurikulum pendidikan di Indonesia sampai menjadikan olahraga sebagai mata pelajaran yang wajib ada. Meskipuneskipun berat untuk mendapatkanmandapatkan nilai bagus dalam mata pelajaran tersebut. Sama beratnya dengan kita untuk memulai hidup sehat dan membiasakan diri berolahraga. Akan selalu berawalan niat, namun berujung wacana. Begitulah yang terjadi setelah lulus dari bangku sekolah. Olahraga sering tersampingkan dengan alasan kesibukan bekerja, lelah, dan tidak punya waktu. Sekarang tahu kan betapa bermanfaatnya olahraga masuk dalam kurikulum pendidikan?

Sebenarnya saat ini banyak perusahaan yang mulai memperhatikan kesehatan karyawannya dengan memfasilitasi kegiatan olahraga untuk para karyawan. Demikian pula dengan perusahaan tempat saya bekerja. Namun kembali lagi pada perorangannya. Orang-orang seperti saya, biasanya lebih memilih memanfaatkan waktu luang untuk berburu kuliner, balanja, nonton, atau ya paling enak tidur di rumah. Olahraganya kalau ada long weekend aja ya say, soalnya abis olahraga suka capek hehehe.

Olagraga memang sangat penting. Bukan hanya untuk menjaga kesehatan raga kita, namun juga mampu menjaga kesehatan jiwa. Belakangan, banyak penelitian yang menyatakan bahwa berolahraga memberikan manfaat bagi fungsi otak, seperti mengurangi stress, mengingkatkan rasa bahagia dan percaya diri, serta mencegah penurunan fungsi kognitif atau kerja otak. Ohya? Masa sih? Hoax kali...

Piwulang saka Bowongso: Sehat Rogo, Bungah Jiwoiku Kang Utomo

Berapa banyak orang di kantor yang mengalami insomnia? Sudah berapa orang yang hari ini mengeluh tentang pekerjaan menumpuk? Atau sudah mendengarkan curhat hari ini? tentang permasalahan dengan keluarga, dengan lingkungan sosial? Sudah berapa orang yang kita hindari karena mood swing? Atau sudahkah kita menemui orang tempramen yang marah-marah karena bersinggungan sedikit saja di trotoar hari ini?

Jawabanya tentu banyak, karena kurang lebih begitulah kehidupan di perkotaan. Orang dengan stress ringan bisa kita temui setiap hari dimana saja. Bahkan bisa juga kita yang mengalami. Tak terkecuali saya. Saya rasa ini satu kondisi yang wajar terjadi, sampai pada satu kesempatan yang membuat saya geleng-geleng kepala, kagum, sekaligus menyadarkan betapa menjadi sehat jiwa dan raga itu penting.

Tepatnya bulan Mei lalu, perusahaan tempat saya bekerja mengadakan kegiatan sosial di Bowongso, sebuah desa di Wonosobo. Bagi para pendaki gunung tentu tidak asing dengan desa ini, karena desa ini merupaka salah satu pos pendakian Gunung Sumbing. Sedikit gambaran awal, selayaknya desa-desa di lereng gunung, pemandangan indah, air jernih, udara sejuk, hasil kebun melimpah, hingga kopi yang juara, Bowongso punya.

Bukan cuma kekayaan alam, budayanya pun masih dijaga baik. Saat rombongan dari kantor saya datang, disambut dengan festival budaya yang meriah. Ada tari-tarian diiringi gamelan, atraksi-atraksi semacam kuda lumping, dan tidak lupa para penjual jajanan yang mremo (red: memanfaatkan waktu ketika banyak orang berkumpul untuk berjualan dan biasanya pedagang akan menjual dengan harga lebih mahal dari biasanya).

Desanya adem ayem sejahtera begini, kenapa dipilih untuk dilakukan kegiatan sosial? Kegiatan sosial yang kami lakukan saat itu berupa pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis. Desa ini kami pilih karena memang fasilitas kesehatan di sana sangat terbatas, hanya ada satu bidan yang bertugas. Sementara fasilitas kesehatan lainnya seperti puskesmas dan apotik berada jauh dari desa ini. Untuk menjangkaunya diperlukan perjalanan melalui jalan yang sempit dan banyak kerusakan di sana-sini.

Selama dua hari kami berkeliling ke empat dusun untuk membuka pos pemerikasaan kesehatan dan pengobatan. Lalu apa yang membuat saya geleng-geleng kepala? Tidak ada yang sakit? Tentu ada, hanya saja dari sekian ratus penduduk yang memeriksakan kesehatannya, sebagian besar sakit dikarenakan kondisi lingkungan, seperti penyakit kulit karena kondisi air, sakit panas, batuk, pilek, dan lain-lain. Sangat jarang dan bahkan ada 3-5 orang yang mengeluhkan gejala stress ringan seperti tidak bisa tidur, merasa cemas, dan emosi yang tidak stabil. Saya rasa akan berbeda kondisinya dengan penduduk di perkotaan. Penduduk di kota-kota yang mengalami gejala stress ringan mungkin jumlahnya bisa mencapai ratusan.

Setelah membantu memeriksa penduduk di Bowongso, berbincang dengan mereka dan sempat bertanya dengan dokter Vivi, dokter yang berkontribusi dalam kegiatan kami, tenyata rendahnya tingkat stress penduduk Bowongso dikarenakan olah fisik atau raga yang biasa mereka lakukan. Meskipun olah fisik yang mereka lakukan bukan dalam bentuk olahraga seperti lari, berenang, dan lain sebagainya, namun mereka salurkan melalui aktivitas sehari-hari yang menuntut mereka untuk menggerakkan fisik mereka, salah satunya berkebun yang menjadi pekerjaan utama mayoritas penduduk Bowongso. Selain berkebun, kondisi geografis Bowongso yang berupa lereng terjal juga menuntut mereka untuk bergerak lebih. Mengolah raga atau fisik dalam bentuk kerja dan aktivitas sehari-hari ini lah yang kemudian mempengaruhi kondisi kejiwaan penduduk Bowongso dan menjadi manifestasi hidup yang sejahtera dan bahagia. Bagi mereka mengolah raga harus terus dilakukan, sebab jika tidak bagaimana mereka akan sejahtera apalagi bahagia.

Berbeda dengan para penduduk kota, selain pekerjaan yang tidak menuntut kita menggerakkan fisik, kita masih jarang pula berolahraga. Kita bahkan berprinsip meminimalisasi tenaga untuk mobilitas. Dapat dilihat saat ini teknologi berlomba-lomba menghemat tenaga manusia untuk mobilitasnya, cukup menekan tombol lift untuk mencapai lantai tertentu, tinggal tekan aplikasi untuk pergi kemana-mana, tinggal tekan aplikasi jika ingin membeli sesuatu. Alhasil, kita semakin mager alias malas gerak. Sehingga wajar ketika kita melihat tingkat stress penduduk kota lebih tinggi daripada penduduk di pedesaan.

Nah, kalau sudah begini saya rasa tidak ada salahnya belajar dari orang Bowongso, bahwa mengolah raga itu bisa dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, salah satunya aktivitas sehari-hari. Semakin banyak kita bergerak, semakin sehat jiwa dan raga, ya sejahtera, ya bahagia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini