Pencak Silat , Bawa Indonesia Terbang, Jangan Pernah Landas

Pencak Silat , Bawa Indonesia Terbang, Jangan Pernah Landas
info gambar utama

Asian Games sebagai salah satu pesta olahraga terbesar di Asia secara rutin digelar. Indonesia berutung karena dapat meyakinkan Olympic Council of Asia (OCA) sehingga didapatkan kepercayaan sebagai tuan rumah. Terakhir, Indonesia berkesempatan menjadi tuan rumah Asian Games pada 1962, dan saat ini untuk kedua kalinya, Indonesia didaulat sebagai penyelenggara multievent terbesar di Asia.

Pembukaan Asian Games 2018 resmi dilaksanakan pada 18 Agustus 2018, tepat satu hari setelah perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-73. Di selenggarakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno, seolah membawa ingatan 56 tahun yang lalu saat stadion ini pertama kali dibangun sebagai fasilitas utama saat Asian Games ke empat dihelat. Sebuah kebanggaan karena Indonesia sejauh ini telah mengalami banyak perubahan yang berarti dari segi sarana olahraga dibandingkan dahulu saat Asian Games ke empat digelar.

Sarana dan prasarana dipersiapkan secara matang sebagai bentuk keseriusan Indonesia menyanggupi dirinya sebagai tuan rumah. Sarana dan prasarana tersebut terbagi ke dalam dua lokasi utama yaitu Jakarta dan Palembang. Setidaknya, ada 76 venue olahraga dan 14 nonvenue dibangun. Salah satunya wisma atlet di Kemayoran dan Light Rail Transit (LRT). Lalu, apa keuntungan yang diperoleh Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games 2018?

Segi ekonomi, Indonesia dapat menumbuhkan industri kecil dan menengah di sekitar lokasi gelaran. Selain dari segi industri kreatif, Indonesia juga diuntungkan karena meningkatkan pendapatan dari sektor pariwisata. Sambil menyelam minum air, sebagai tuan rumah dari Asian Games, kini Indonesia tidak hanya menjadi perhatian di Asia namun juga di kancah dunia. Perhatian dunia tentu tidak hanya menyoroti dari aspek olahraga saja, tetapi termasuk ke dalam kebudayaan orisinil Indonesia sebagai brand utama negara ini.

Selain itu, sebagai tuan rumah, Indonesia berhak memasukan tiga cabang olahraga baru untuk dipertandingkan. Cabang-cabang olahraga yang dipilih diharapkan dapat menjadi nomor unggulan dari Indonesia untuk memeroleh kemenangan. Tiga cabang yang dipilih adalah pencak silat, paralayang, dan jet ski. Pemilihan cabang olahraga tersebut sebagai target utama pencapaian sumber medali emas bagi Indonesia.

Sorotan menarik dari ketiga jenis cabang olahraga yang dipilih jatuh pada pencak silat. Salah satu olahraga bela diri asli Indonesia ini menjadi sesuatu yang baru di Asian Games. Setidaknya 16 negara di Asia turut mengirimkan atletnya untuk dipertandingkan pada cabang pencak silat yang terdiri dari 16 nomor. Indonesia sendiri menerapkan target percapaian medali emas yang fantastis dan paling tinggi di antara dua cabang olahraga baru lainnya. Bahkan, target pencapaian emas dari pencak silat melebihi target capaian dari berbagai cabang olahraga unggulan seperti badminton, atletik, angkat besi, dan lainnya. Target dan harapannya Indonesia dapat mengamankan lima medali emas dalam gelaran Asian Games tahun ini.

Momentum Debut Pencak Silat

Pencak silat selain didaulat sebagai penyumbang emas terbanyak bagi Indonesia, diharapkan juga sebagai cabang olahraga rutin yang dipertandingkan di Asian Games selanjutnya. Sebuah kebanggan ketika bela diri asli Indonesia dapat disandingkan dengan cabang bela diri lainnya dari mancanegara seperti karate, taekwondo, dan wushu. Pencak silat akan lebih dikenal luas tidak hanya bagi kalangan masyarakat Melayu, namun juga dunia.

Langkah Indonesia memasukan pencak silat menjadi cabang olahraga yang dipertandingkan dinilai sangat strategis. Pada tahun 2018, Indonesia berhasil membawa pulang enam medali emas pada kejuaraan junior pencak silat dunia di Thailand. Pada tahun 2017, Indonesia juga berhasil mengamankan perolehan dua belas medali emas pada kejuaraan pencak silat dunia yang diselenggarakan di Bali dan keluar sebagai juara umum.

Perhelatan kejuaraan pencak silat dunia tidak hanya diikuti oleh negara-negara di Asia Tenggara, namun juga dari Eropa seperti Belgia, Swiss, dan Belanda. Bahkan negara-negara di Eropa tersebut rela untuk mengirimkan atlet-atletnya untuk berlatih di Asia. Rival terberat untuk wilayah Asia Tenggara sendiri bagi Indonesia adalah Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Sejauh ini Indonesia masih tetap unggul dalam meloloskan atletnya sebagai juara diberbagai kelas pertandingan.

Seperti dua sisi mata uang, kepopuleran pencak silat dapat memberikan keuntungan dan ancaman untuk Indonesia. Di satu sisi pencak silat dapat menjadi identitas luhur seni bela diri yang dan membuka kans diakui dunia sebagai sebuah kebudayaan yang khas dari Melayu. Di sisi lainnya, jika Indonesia tidak mampu untuk mempertahankan posisinya sebagai bagian dari pihak yang menginisiasikan seni bela diri pencak silat, maka Indonesia harus rela terkejar dengan negara lain yang notabene sebagai pengikutnya.

Hal ini telah terjadi pada cabang olahraga sepaktakraw. Sama halnya dengan pencak silat, olahraga ini sangat identik dengan kebudayaan Indonesia. Bahkan nama pencak silat dan sepaktakraw tidak dapat dipindahnamakan ke dalam bahasa asing sehingga mempertajam nilai keluhuran budayanya. Namun, olahraga bola rotan ini harus bergeser penguasaan dan eksistensinya oleh negara lain.

Sepaktakraw pada gelaran Asian Games 2018 contohnya, perolehan medali emas pada nomor-nomor yang dilombakan didominasi oleh Thailand. Indonesia harus berpuas diri dengan perolehan medali perunggu. Keterlambatan regenarasi atlet sepaktakraw juga terlihat saat negara-negara yang termasuk ke dalam penggagas olahraga ini harus takluk dengan negara Asia lain seperti Jepang dan Korea Selatan. Tentu saja ketertinggalan ini menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diperbaiki.

Peristiwa lain yang dapat menjadi gambaran adalah ketika Indonesia memberikan kejutan medali emas pertamanya didapat dari cabang taekwondo putri, taekwondo sendiri merupakan olahraga bela diri dari Korea. Lalu disusul dengan perolehan medali emas Indonesia pada cabang olahraga wushu putri, wushu merupakan olahraga yang berasal dari Tiongkok. Hingga hari ini, tanggal 26 Agustus 2018, Indonesia kembali mendapatkan tambahan medali emas dari cabang olahraga karate putra dan olahraga bela diri ini lahir dari negara Jepang. Hal tersebut menandakan bahwa negara tempat lahirnya kesenian bela diri tersebut jika semakin dikenal akan semakin sulit mempertahankan posisinya. Karena posisi dari negara penggagas akan menjadi panutan dan tempat berbagi ilmu bagi atlet dari luar negaranya.

Kabar baik datang dari cabang pencak silat yang sementara ini telah berhasil meloloskan empat atletnya ke babak final. Doa dan harapan tentunya Indonesia dapat menjadi pemilik medali emas dari empat atlet tersebut dan mewujudkan target medali yang diperoleh. Tercapainya target medali yang ditetapkan turut menjadi bukti bahwa Indonesia konsisten menjaga pamor budaya dan seni bela diri miliknya.

Target, Strategi, dan Warisan yang Harus Diturunkan

Seiring dengan berkembangnya citra dan pamor dari pencak silat, Indonesia punya banyak tugas yang tidak akan menemui akhir. Target pencapaian emas pada ajang Asian Games seperti ini tentu didukung oleh startegi yang matang. Menjaring atlet-atlet berbakat dari Indonesia merupakan bagian dari startegi. Melakukan pendampingan dan pelatihan nasional termasuk ke dalam strategi.

Target dan strategi yang diterapkan buktinya sukses membawa nama pencak silat dikancah nasional dan mancanegara. Kini, pencak silat posisinya sudah mulai sejajar dengan bela diri lain seperti karate dan taekwondo. Pencak silat sedikit demi sedikit tidak lagi dipandang sebelah mata sebagai seni bela diri tradisional. Target dan strategi dalam setiap kompetisi skala internasional tutur memercikan rasa ingin tahu khalayak terhadap olahraga ini.

Semakin banyak pihak yang tertarik maka Indonesia juga harus berjuang sekuat tenaga untuk tetap menjadi kiblat berkembangnya pencak silat. Jangan sampai menjadi bumerang bahwa olahraga ini digemborkan untuk diketahui dunia namun di dalam negeri sendiri animo penggemarnya kecil. Jika hal ini terjadi, kesulitan yang akan dihadapi Indonesia adalah sulitnya untuk mencari regenerasi atlet yang dimiliki.

Seperti searah-sedayung, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 2014 menginisiatifkan peraturan bahwa pencak silat merupakan kegiatan wajib bagi siswa sekolah dasar. Bukan tanpa alasan, penerapan aturan tersebut dinilai bahwa pencak silat mampu memberikan penanaman kontrol emosi dan perlindungan diri yang tepat sesuai karakter sifat bangsa Indonesia.

Sejak saat itu, di sekolah-sekolah dasar, mayoritas akan mudah ditemui kegiatan latihan pecak silat. Selain memperkenalkan olahraga ini sejak dini pada anak, poin terpenting adalah memberikan pengenalan dan rasa bangga atas kebudayaan yang dimilikinya. Selain itu, penerapan peraturan ini turut membantu mempermudah regenerasi atlet-atlet pencak silat sehingga memperluas pilihan atlet untuk dilatih sebagai persiapan pada kegiatan multievent selanjutnya.

Regenerasi menjadi pekerjaan rumah yang tidak akan menemui akhir bagi pelatih-pelatih pencak silat di Indonesia. Tentu keinginan kita sebagai bangsa setelah mencetak prestasi akan melahirkan prestasi lainnya dari individu di generasi selanjutnya. Warisan yang harus diturunkan kepada generasi bangsa kita saat ini agar di kemudian hari, ketika pencak silat diakui dunia, Indonesia tetap dapat mempertahankan kiprahnya menjadi yang paling unggul. Bangga dengan pencak silat!

Doa dan harapan menunggu kabar baik esok hari dari para atlet yang berjuang di final pencak silat Asian Games 2018. Semoga Indonesia Emas!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini