Design For Dream, Startup Pengawal Isu Disabilitas

Design For Dream, Startup Pengawal Isu Disabilitas
info gambar utama

Persentase tingkat kesadaran masyarakat Indonesia terhadap isu disabilitas masih tergolong rendah. Salah satu yang perlu menjadi sorotan yaitu masih minimnya kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas (difabel). Meski pemerintah sudah menerapkan UU No.​ 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yang mewajibkan penyedia kerja memberikan kuota satu persen bagi difabel sebagai bagian dari tenaga kerja mereka -dan kemudian diperkuat dengan UU No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang mewajibkan Badan Usaha Milik Negara mempekerjakan difabel paling sedikit 2 persen dari total jumlah pekerja- kenyataannya masih sedikit perusahaan yang mengetahui aturan tersebut (BBC, 2018). Hal ini diungkapkan oleh Rubby Emir, CEO Kerjabilitas, sebuah situs pencari lowongan pekerjaan bagi difabel.

Namun siapa sangka, sekumpulan anak muda yang tergabung dalam startup Design for Dream bahu membahu untuk mengentaskan tantangan di atas. Memiliki visi untuk mewujudkan kehidupan yang lebih inklusif melalui pemberdayaan ekonomi dan gotong royong, Design for Dream memberdaya dan mengembangkan difabel dengan empat program, antara lain: 1) open donation, 2) difabel marketplace, 3) premium products, dan 4) difabel awareness.

Design for Dream diinisiasi oleh Irvandias Sanjaya dan Imam Pesuwaryantoro yang keduanya memiliki pengalaman cukup luas dalam mengawal isu-isu disabilitas. Berdiri sejak 2017 di Yogyakarta, Design for Dream turut serta menggandeng teman-teman difabel baik dalam tataran individu maupun kelompok. Irvandias yang saat ini bertindak sebagai Chief Executive Officer (CEO) menyebut dalam sebuah wawancara bahwa konsep dasar Design for Dream adalah dari difabel untuk difabel. Konsep ini selanjutnya teroptimasi dengan dukungan dari berbagai elemen masyarakat khususnya masyarakat Yogyakarta. Yogyakarta sendiri merupakan salah satu provinsi dengan jumlah penduduk difabel terbanyak di Indonesia, yaitu berkisar 26.177 jiwa (PMKS DIY, 2017), sehingga wadah advokasi untuk difabel menjadi perhatian khusus terlebih Kota Pelajar ini juga tengah menyiapkan diri sebagai Kota Inklusif di Indonesia.

Sebagai startup, Design for Dream terus mengeksplorasi ide dan menjalankan program agar secara market, impact dan exposure dapat terus meningkat. Salah satu kegiatan yang telah terlaksana yaitu penjualan produk batik karya anak difabel Panti Asuhan Bina Siwi Yogyakarta melalui e-commerce yang telah disiapkan oleh Design for Dream. Menurut pemaparan Irvandias, sistem bisnis sosial yang terdapat di Design for Dream adalah sistematika pembagian hasil 60-40 persen per setiap produk yang terjual. Sekitar 60 persen dialokasikan menjadi biaya administrasi internal, dan 40 persen lainnya ditujukan sebagai regenerate money agar produksi dapat berjalan secara berkelanjutan. Langkah ini semata-mata bukan sekedar untuk membantu penjualan produk, namun juga menjadi strategi meningkatkan pemahaman masyarakat bahwa difabel mampu melejitkan potensi diri dan memiliki daya saing yang tinggi. Design for Dream juga beberapa kali membantu penyediaan komputer dan kursi roda bagi difabel lewat program open donation, serta melakukan kegiatan santai dan seru seperti “Funwalk with Difabel” untuk mengkampanyekan kepedulian masyarakat terhadap difabel.

Indra Wibawa selaku Chief Product Officer (CPO) Design for Dream menyebut sampai saat ini tidak sedikit masyarakat di Indonesia yang belum luwes saat berinteraksi dengan difabel. Indra juga masih sering menjumpai diskriminasi dan kekerasan non-verbal. Suatu kenyataan yang berbeda manakala Indra terpilih menjadi delegasi “Sport Visitor Program” di Amerika Serikat pada Juni 2018. Indra yang juga penyandang disabilitas dan merupakan atlet atletik berkesempatan mempelajari aksesibilitas, inklusivitas dan olahraga adaptif yang sudah tersedia secara optimal bagi difabel di Amerika Serikat khususnya di Kota Chicago dan Champaign.

Sejalan dengan semakin berkembangnya wawasan global terhadap disabilitas, Indra berharap di masa depan difabel benar-benar memiliki hak yang setara dengan non-difabel dan bersih dari unsur-unsur diskriminatif. Secara terpisah Irvandias meyakini bahwa hadirnya Design for Dream mampu menjadi salah satu penggerak meningkatnya kesejahteraan di kalangan difabel sekaligus sebagai garda terdepan dalam mengawal isu-isu disabilitas. Tentunya hal ini dibutuhkan peran dari berbagai pemangku kebijakan dan partisipasi masyarakat keseluruhan.

-------

Sumber:

Wawancara dengan Irvandias Sanjaya pada 28 Agustus 2018.

Wawancara dengan Indra Wibawa pada 28 Agustus 2018.

https://jogja.tribunnews.com/2017/07/14/ada-26-ribu-penyandang-disabilitas-di-diy-yang-masuk-daftar-pmks-terbanyak-di-gunungkidul diakses pada 1 September 2018.

https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/12/16/oi9ruf384-indonesia-miliki-12-persen-penyandang-disabilitas diakses pada 1 September 2018.

https://data.go.id/konten/visualization/infografis-hari-disabilitas/ diakses pada 1 September 2018.

https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-41495572 diakses pada 2 September 2018.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini